Hari terus berganti. Ujian Tengah Semester pun telah berakhir sejak Sabtu kemarin. Memberikan kelegaan setiap siswa siswi Tunas Bangsa. Ujian memang momok paling menakutkan bagi penuntut ilmu.
Suasana kantin Senin ini sangat ramai. Sebenarnya, memang selalu ramai. Kantin tak pernah sepi. Obrolan-obrolan dari setiap meja memenuhi penjuru kantin.
"Hahaha. Gak kebayang gue, gimana ekspresi tuh cewek. Pasti udah banjir air mata tuh," seloroh Dewi.
Seperti murid kebanyakan, Clara dan teman-temannya memang lebih senang menghabiskan jam istirahat di kantin. Semangkuk bakso super enak dan segelas es teh manis menemani obrolan mereka.
"Mana di gudang, banyak Tikusnya lagi. Iiih," tambah Mila.
"Harusnya lo ngajak kita, Ra. Biar lebih seru," lanjut Dewi masih dengan kekehannya.
"Dia emang pantes dapet semua itu," ucap Clara sinis disertai dengkusan kasar.
"Pantes apa?" seru sebuah suara berat seseorang dari arah belakang meja yang ditempati Clara dan teman-temannya.
Clara menoleh. Gadis itu sedikit terkejut dengan keberadaan Marvel dan anggota five elang lainnya. Clara bangkit dari duduknya. Dia bungkam menunggu perkataan Marvel selanjutnya.
"Ngunciin orang di dalem gudang, lo bilang pantes?" lanjut Marvel dengan tatapan sinis.
"Itu cuma peringatan kecil," balas Clara lirih. Matanya enggan menatap Marvel yang memandangnya dengan tajam.
"Wah. Parah lo, Ra. Kalau sampai Riana kenapa-napa gimana? Tanggungjawab, lo!" ujar Miko.
"Asal lo tahu, Riana takut gelap," tambah Rama. Sean mengangguk, membenarkan perkataan Rama.
"Lo udah melewati batas," ucap Marvel datar.
"Aku ngelakuin ini, karena aku sayang kamu, Vel. Dia udah rebut kamu dari aku," seru Clara dengan isakan pelan di akhir kalimatnya.
"Nggak punya harga diri. Udah diputusin juga," celetuk Viki pedas.
"Lo udah tahu konsekuensinya dari awal. Harusnya, lo nggak usah pake hati," balas Marvel datar.
Clara tak menanggapi obrolan di sekitarnya. Dia hanya fokus pada Marvel, pemuda yang dicintainya setengah mati. "Dia target selanjutnya kan? Dia sama kayak pacar-pacar lo sebelumnya kan?" tanya Clara dengan suara cukup keras. Hal itu membuat seisi kantin memperhatikannya.
"Bukan urusan lo," balas Marvel singkat. "Cabut guys." Five elang melangkah keluar kantin. Meninggalkan Clara dengan kondisi memprihatinkan.
Clara jatuh terduduk. Kedua telapak tangannya menutupi wajah. Dia menangis dengan isakan pelan. Mengabaikan tatapan kasihan yang dilayangkan untuknya. Dewi dan Mila yang sedari tadi hanya diam, mendekati Clara. Memeluk gadis itu untuk menenangkannya.
*****
Lapangan basket mulai sepi. Para murid yang tadi sedang berolahraga, satu per satu mulai pergi. Kebanyakan dari mereka lebih memilih melangkah ke kantin daripada ke ruang ganti.
Riana masih betah bermain basket. Gadis itu masih berusaha memasukkan bola ke keranjang. Berkali-kali dicobanya. Hasilnya tetap sama. Bola hanya membentur papan, dan melantun jauh. Riana menghela nafas kecewa. Gadis itu memang payah hampir di semua cabang olahraga.
"Na! Kantin, yuk? Udahan mainnya," seru Mellisa dari ujung lapangan.
Riana berbalik menghadap Mellisa. Gadis itu mengangguk. Kantin terdengar lebih baik daripada tetap berada disini. Saat hendak melangkah, dari samping tubuhnya, muncul sesosok tubuh tinggi dan tegap. Riana urung melangkah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...