Sang Penyelamat

29 6 0
                                    

Suasana mobil yang dikendarai papa Riana cukup ramai. Terdengar obrolan antara Rasya dan papanya. Tapi, Riana merasa sepi dan hanyut dalam lamunannya sendiri. Ia merasa sepi dalam keramaian.

Kendaraan mewah itu telah berhenti, terparkir manis di gerbang depan SMA Tunas Bangsa. Tapi Riana masih belum beranjak, masih melamun seraya menyandarkan tubuhnya.

"Sa, kamu kenapa? Kok diem aja?" tanya Papa yang meliriknya.

"Kamu sakit Sa?" tanya Rasya pula menoleh kearahnya yang duduk di belakang.

Riana hanya diam saja, sunyi di sekelilingnya.

"Sa?" panggil Rasya lagi.

Riana menoleh, tersadar dari lamunannya.

"Kamu kenapa?" tanya Rasya.

Riana hanya membalas dengan gelengan setiap pertanyaan yang dilemparkan padanya.

Menyadari ia telah sampai didepan gerbang Tunas bangsa, baru suaranya keluar.

"Loh, kok langsung di gerbang sih, Pa? Kenapa gak di warung sana aja?" tunjuk Riana pada warung yang terletak beberapa meter dari posisinya saat ini.

"Masih pagi gini Sa, palingan baru sedikit yang datang. Tuh lihat, sepi gitu," jawab papanya santai.

"Yaudah deh, aku turun ya. Nanti ketahuan kalau aku anak ketua yayasan, malah dibilang diistimewakan. Pa, Bang Sya, aku pamit yaa".

"Selamat ujian, Sa," seru Rayhan dari balik kemudi.

"Iya Pa," balas Riana. Gadis itu membuka pintu. Melangkah menuju gerbang sekolahnya.

"Sa!" panggil Rasya.

Riana menghentikan langkah ketika ia telah memasuki gerbang sekolahnya, dan menoleh ke belakang.

"Kenapa, Bang?" tanya Riana pada Rasya.

Rasya mendekat, dan memeluk Riana.

"Sampai ketemu lagi di lain waktu. Aku pasti bakal kangen banget sama kamu."

"Makanya Abang jangan pulang dulu, kita kan belum sempat keliling Jakarta," isakan kecil keluar dari mulut Riana.

Pelukan keduanya lepas ketika suara isakan Riana terdengar.

"Udah jangan nangis," ucap Rasya sembari tangannya dengan cekatan mengusap jejak air di pipi gadis itu.
"Nanti abang pasti kesini lagi," lanjutnya.

"Abang harus janji bakal balik ke Jakarta lagi. Walaupun jarak Jerman—Jakarta itu ngalah-ngalahin jarak Langit Bumi."

"Lebay kamu, gak kayak gitu juga kali. Oke, Abang janji bakal balik kesini lagi," ucap Rasya berjanji.

"Oke, jangan lupain aku yaa, apalagi kalau nanti Abang udah punya pacar."

"Gak akan, kamu kan juga jomblo," kekeh Rasya.

"Enak aja," balas Riana singkat, tidak mau memperpanjang soal pacar-pacaran.

"Yaudah sana masuk, kayaknya kamu udah ditungguin tuh," suruh Rasya.

"Hng?"

Riana menoleh ke belakang, disana ada Marvel dengan raut wajah yang sulit diartikan Riana.

"Bye Bang."

"Bye."

Rasya kembali berjalan kearah mobil, dan melaju ke Bandara. Dan Riana tengah melangkah santai menuju kelasnya, mengabaikan Marvel begitu saja.

"Gue nungguin lo," ucap Marvel mencegat langkah Riana.

"Ooh. Ada apa?" ucap Riana singkat. Ia berhenti dihadapan Marvel.

Setipis Kertas (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang