Jakarta, 2007
Akhirnya, setelah 5 tahun berlalu, Riana pun kembali lagi ke kota ini. Kota metropolitan yang kata sebagian orang lebih kejam dari ibu tiri. Kota yang tak pernah absen akan kemacetannya yang mengular setiap hari. Tapi semua itu hal biasa bagi penduduk ibukota Indonesia. Begitu pula dengan Riana.
Kemacetan Jakarta tak pernah ia lewatkan sejak 12 tahun yang lalu. Sampai saat ini, saat ia kembali menginjakkan kaki di bandara Sokarno Hatta. Bandara yang sama yang telah mengantarkan penerbangannya ke Jerman.
Jam menunjukkan pukul 11.00 wib saat Riana tiba di pintu keluar bandara. Sudah hampir 30 menit ia menunggu di sini, tapi Ilham, abang satu-satunya itu belum juga datang menunjukkan batang hidungnya. Riana sudah bosan menunggu sendirian disini.
Riana memilih duduk di lobi bandara. Headseat putih menyumpal kedua telinganya. Bukan lagu. Riana lebih memilih radio untuk menemaninya.Di tengah penantiannya, Riana mendengar seseorang meneriakkan namanya.
"Clarissa!"
Clarissa adalah panggilan dari keluarga dan orang terdekat untuknya. Kalau seseorang bisa memanggilnya dengan nama Clarissa, berarti orang tersebut adalah orang yang spesial dalam hidupnya.
Saat menoleh ke arah kiri, senyumnya langsung terbit. Itu Ilham, yang sedang berlari kecil ke arahnya. Rindu yang membara membuatnya sangat bahagia saat melihat Ilham datang. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas memperlihatkan senyuman termanisnya.
Pelukan hangat ia hadiahkan untuk abang yang sangat disayanginya itu ketika mereka saling berhadapan. "Bang Ilham, gue kangen banget sama lo," ucapnya sambil tersenyum dalam pelukan Ilham.
"Iya, gue juga kangen banget sama lo. Lama banget lo nggak pulang. Yaudah yuk, langsung pulang aja. Mama sama Papa udah nunggu di rumah," ajak Ilham.
"Yuk," seru Riana menyetujui ajakan Ilham.
Mereka berjalan beriringan ke parkiran bandara. Di parkiran, mereka langsung menaiki mobil kesayangan Ilham untuk menuju rumah. Rumah yang sudah 5 tahun lamanya Riana tinggalkan.
*****
Suara klakson mobil Ilham membangunkan Riana dari tidur singkatnya. Gerbang tinggi berwarna hitam didepannya perlahan terbuka. Terlihat mang Udin, tukang kebun rumah mereka membuka gerbang semakin lebar agar mobil Ilham bisa masuk ke garasi rumah.
Ketika mobil telah masuk ke garasi, Riana segera membuka pintu mobil, memperlihatkan mang Udin yang mempersilakan Riana turun. "Selamat datang di rumah, non Clarissa," sapa Mang Udin.
Riana tersenyum. "Gimana kabarnya Mang, sehat?" tanyanya basa-basi.
"Alhamdulillah, sehat non. Mamang senang melihat non Clarissa kembali ke rumah ini. Dulu waktu pergi ke Jerman, non Clarissa masih kecil, eeh sekarang waktu udah pulang udah besar dan makin cantik aja," ucap Mang Udin.
Mang Udin telah dianggap seperti keluarga oleh keluarga Riana, makanya Mang Udin bisa memanggilnya dengan sebutan Clarissa. Kalau bukan, mana mau Riana dipanggil dengan panggilan kesayangannya itu.
"Ah, Mamang bisa aja. Ya udah Mang, aku masuk dulu ya, mau ketemu Mama sama Papa," pamit Riana.
Setelah mendapat anggukan dari Mang Udin, Riana langsung masuk ke rumah, menyusul Ilham yang telah duluan masuk ketika ia masih berbincang dengan Mang Udin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...