Riana menghempaskan tubuhnya ke ranjang yang empuk. Kamar ini sudah diklaim miliknya selama ia menginap di rumah Oma di Pulau Dewata ini. Riana harus mengistirahatkan tubuhnya setelah penerbangan yang cukup panjang. Tubuhnya pegal karena duduk selama hampir 2 jam.
Baru 5 detik memejamkan mata, pintu kamar Riana diketuk dari luar. Suara Ilham muncul setelah 3 kali ketukan.
"Sa! Makan siang dulu. Udah ditungguin Oma tuh!" seru Ilham dari luar kamar.
"Iya, Bang. Bentar lagi gue turun," sahut Riana pelan.
"Cepetan, yaa!" ujar Ilham, lalu kembali melangkah ke lantai satu menuju ruang makan.
Riana bangkit dari tidurnya. Duduk sebentar ditepi ranjang. Setelah menghela napas lelah, gadis itu mulai beranjak meninggalkan kamarnya. Liburan kali ini tak seperti biasanya. Tak membuatnya bersemangat. Malah membuat hatinya tak tenang.
"Makan dulu, Sa. Habis itu baru istirahat," ujar Oma tersenyum pada Riana yang baru mendudukkan tubuhnya di kursi ruang makan.
"Iya, Oma," balas Riana tersenyum.
"Makan yang banyak," ucap Oma mengangsurkan piring yang terisi menu makan siang. Riana balas mengangguk.
Riana tersenyum. Oma tahu betul makanan favoritnya. Ayam bakar buatan Oma selalu yang terbaik.
"Ah, Oma curang. Clarrisa aja yang diambilin," celetuk Ilham cemberut.
Oma tertawa pelan. "Sini piringmu, Oma ambilkan," ucap Oma. Dengan senyum lebar Ilham menyerahkan piringnya pada Oma.
"Kamu ini, Ham. Nggak pernah mau kalah sama adikmu," sahut Rayhan.
"Namanya juga Ilham, Mas," ucap Katharina sembari menuangkan air putih ke dalam gelas.
Setelahnya, semua kembali fokus pada makanan di piring masing-masing. Diam tanpa suara. Hanya sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang terdengar.
Beberapa menit kemudian, makan siang selesai. Setelah berbasa-basi singkat, obrolan mulai mengarah pada hal-hal penting. Membahas mengenai persiapan peringatan kematian Mitha yang akan diadakan kurang dari dua minggu lagi. Sebelum obrolan semakin jauh, Riana pamit ke kamar. Gadis itu sama sekali tak bersemangat dalam peringatan kali ini.
"Istirahat ya sayang," ucap Oma. Riana mengangguk sebelum mulai melangkah ke lantai dua menuju kamarnya.
Riana langsung istirahat setiba di kamarnya. Tubuhnya benar-benar lelah. Bukan itu saja, hatinya juga lelah. Namun, Riana tak berniat tidur, ia hanya ingin rebahan saja. Ternyata, matanya berkhianat. Tanpa dikehendakinya, Riana tertidur sampai sore.
*****
Riana merapatkan kardigan putih yang menyelimuti kulitnya. Udara malam ini sangat dingin. Embusan angin turut menambah dinginnya malam. Walau begitu, langit tampak cerah. Bintang gemintang bertaburan di angkasa menemani sang bulan.
Riana tertegun. Suasana malam ini sama dengan suasana di pasar malam waktu itu. Dingin. Bintang-bintang. Dan, bulan sabit. Bedanya hanya satu. Tak ada Marvel malam ini. Reflek Riana menyentuh kalung yang melingkar di lehernya. Kalung pemberian Marvel.
Riana meraih kalungnya. Diusapnya liontin bulan sabit. Gadis itu tertegun dengan apa yang barusan dilihatnya. Di liontin itu tertulis namanya, Clarissa. Walaupun tulisannya kecil, tapi masih bisa terbaca jelas. Riana melengkungkan bibirnya menyadari hal itu.
Kembali Riana menghela napas, menghadapkan tubuhnya pada laut lepas di hadapannya. Deburan ombak mengisi sunyinya malam. Namun, tak mampu mengisi kekosongan hati Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...