Setipis Kertas

25 5 0
                                    

Seraya bersenandung, Riana melangkah memasuki rumah. Walau Marvel tak membalas ucapan terima kasihnya, malah menampilkan wajah datar tanpa ekspresi, hatinya sudah cukup senang hari ini. Marvel menyelamatkannya. Mengantarkannya pulang. Dan tak marah saat Riana melingkarkan lengannya ke pinggang pemuda itu saat mereka berboncengan naik motor.

Matanya mengedar ke seluruh ruangan. Seperti dugaannya, anggota keluarga yang lain belum pulang. Hanya para asisten rumah tangga yang ada di rumah. Papa-nya bisa marah kalau mengetahui hal ini. Mama dan Ilham mungkin akan kecewa.

Mbok Maryam menyambut kedatangannya dengan sehelai handuk. "Pulang sama siapa, Non?" tanya wanita paruh baya itu.

Riana tersenyum kecil. "Teman, Mbok," jawabnya singkat.

"Mbok nggak mau Non dapat masalah karena pemuda itu," ucap Mbok Maryam dengan raut sendu.

"Nggak akan Mbok. Yang penting, Mbok harus tutup mulut," ujar Riana dengan senyum menenangkan.

"Ya sudah. Non lekas ganti baju, ya. Nanti sakit," suruh Mbok Maryam.

"Iya, Mbok. Aku ke atas dulu, ya."

Riana menaiki anak tangga menuju kamar. Pintu bercat putih di ujung lorong di dorongnya. Ruangan yang rapi dan bersih menyambutnya. Riana duduk di tepi ranjang. Tak dipedulikannya bajunya yang basah akan membuat tempat tidur ikut basah. Dipegangnya liontin bulan sabit yang melingkari leher jenjangnya. Lekat diperhatikannya.

Raut muka Riana berubah sendu. Walaupun hari ini Marvel menolongnya, tak lain hanya untuk kemanusiaan. Kenyataannya, ia dan Marvel sudah tak punya hubungan apa-apa lagi. Marvel tak memperhatikannya lagi. Menganggap ia tak pernah ada. Padahal, banyak kenangan indah yang mereka ciptakan bersama.

Pipi Riana mulai basah oleh lelehan air mata. Ternyata benar kata-kata lama itu. Cinta dan benci itu setipis kertas. Dulu ia begitu membenci Marvel. Sekarang, rasa benci itu berbalik menjadi rasa cinta. Sakit rasanya melihat Marvel seakan tak melihatnya.

Tapi, kenapa tadi Marvel menolongnya? Harusnya, pemuda itu mempertahankan sikap ketidakpeduliannya. Tebersit secercah harapan di hati Riana. Apakah Marvel memiliki rasa padanya? Apakah dulu saat mereka pacaran, Marvel pernah benar-benar jatuh cinta padanya? Riana ingin mengetahui hal itu lebih dalam. Apa pun jawabannya, akan diterimanya walau pahit.

Gadis itu bangkit dan beranjak menuju kamar mandi. Mengisi bathtub dengan air hangat. Menuangkan sabun aroma mawar. Berendam di bathtub akan membuatnya lebih rileks. Sementara di luar, hujan semakin lebat. Membuat Riana terbawa suasana dan tertidur.

*****

Jam istirahat pertama, Riana memilih berdiam di perpustakaan. Riana mengitari rak demi rak. Matanya teliti mencari. Ujung jarinya menyentuh tepi buku. Melirik judul yang tertera di sana. Gadis itu mencari beberapa buku Fisika. Ia perlu bahan untuk membahas soal-soal Fisika.

Kaca bening yang menjadi dinding perpustakaan, menampilkan pemandangan taman belakang sekolah yang asri dan penuh bunga-bunga indah. Riana mengernyitkan kening. Sosok itu tak asing baginya. Ia perlahan berjalan mendekati dinding kaca. Saat pandangannya semakin jelas, Riana tertegun. Hatinya mencelos.

Riana berbalik. Telapak tangan kanannya menutupi mulut, berusaha meredam isakan tangis. Sulit baginya mempercayai penglihatannya. Pupus sudah harapannya. Tanpa mempedulikan apa pun lagi, Riana berlari meninggalkan perpustakaan.

Marvel menatap kepergian Riana dengan tatapan sulit diartikan dari balik dinding kaca perpustakaan. Kemudian meninggalkan Clara begitu saja.

"Vel, kamu mau ke mana?" tanya Clara yang tak diacukan Marvel.

Setipis Kertas (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang