Marvel baru saja dikebumikan. Para pelayat yang ikut mengikuti pemakaman Marvel telah pulang beberapa saat yang lalu. Menyisakan Ram, Riana, Mellisa, dan angggota Five Elang yang masih tersisa. Marvel memang hanya hidup berdua dengan ayahnya. Ayahnya sudah hidup sebatang kara sejak masih remaja.
Hari itu Riana mengenakan pakaian serba hitam. Rambut indahnya ditutupi kerudung. Dihidungnya bertengger kaca mata yang juga berwarna hitam untuk menutupi matanya yang sembab. Ia menaburkan kelopak-kelopak mawar merah di gundukan tanah bernisan Marvel Rafan Kusumo itu. Harum mawar menyeruak memenuhi indra penciuman. Mawar merah selalu mengingatkannya akan Marvel.
Diusapnya nisan putih itu pelan. "Selamat jalan, Fan," ucapnya tulus sembari meletakkan sebuket mawar putih di atas makam dengan air mata yang mulai tumpah dari celah kaca mata hitamnya.
"Terima kasih, kalian sudah menjadi sahabat-sahabat yang baik buat Marvel. Hidupnya menjadi lebih berarti sejak mengenal kalian. Kalian tahu sendiri, dia kacau setelah kehilangan Mamanya," ujar Ram.
Five elang mengangguk pelan. Teringat saat pertama kali mengenal satu sama lain. Teringat saat pertama kali terbentuknya geng mereka. Dan teringat semua kebersamaan yang telah dilalui selama ini.
Setelah mengucapkan terima kasih karena telah membantu proses penyelenggaraan jenazah Marvel, Ram pamit pulang. Walaupun laki-laki setengah baya itu tampak tegar, Riana tahu bahwa ia sangat kehilangan Marvel. Tentu saja, Marvel adalah anak semata wayang. Istrinya pun telah lama berpulang.
"Yang sabar ya, Na," ucap Mellisa sembari menepuk pundak Riana pelan.
Riana tersenyum kecil. Ia berbalik menghadap Five Elang. Menatap wajah mereka satu per satu. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Marvel bisa kecelakaan?" tanya gadis itu kemudian.
Semua orang diam. Hingga akhirnya Miko mulai mengungkap dugaannya. "Ini semua perbuatan Dewa, Na," beritahu Miko.
"Iya, gue juga yakin, si brengsek itu ada dibalik kecelakaan itu," marah Viki.
"Dewa?" tanya Riana memastikan pendengarannya.
"Mungkin lo belum tau cerita yang sebenarnya, Na. Semuanya dimulai karena balapan. Dewa nantang Marvel buat balapan. Hadiahnya ditentukan setelah pertandingan. Marvel kalah. Ternyata, hadiah bagi yang menang adalah lo. Karena dia takut Dewa nyakitin lo, makanya dia bilang lo pacarnya," jelas Rama.
"Lo masih inget kan, waktu Marvel maksa lo buat jadi pacarnya?" tanya Miko.
Riana menangguk lemah. Ia masih ingat jelas semuanya. Gadis itu selalu mengingat semua kenangannya bersama Marvel. Mustahil ia bisa lupa kebersamaan mereka.
"Lo bisa simpulin sendiri, Marvel ngelakuin itu buat ngelindungin lo. Karena dia pikir, lo lebih aman kalau sama dia. Marvel nggak pernah jadiin lo bahan taruhan," lanjut Miko.
"Marvel cinta sama lo, Na. Sebenarnya, sebelum pertandingan, Marvel sempet datang ke rumah lo. Gue nggak tau dia mau ngapain. Yang jelas, habis balik dari rumah lo, mukanya kusut," kali ini Sean yang menjelaskan. Karena memang hanya ia yang tau kemana Marvel pergi saat itu. Pemuda itu sudah mengikhlaskan Riana untuk Marvel. Walaupun masih berat.
"Marvel ke rumah? Tapi, kenapa nggak ada yang bilang ke gue?" seru Riana.
"Itu mungkin saat kita di prom night, Na," ujar Mellisa.
Riana terdiam. Ia mulai memahami apa yang terjadi. Alasan Marvel tidak datang ke prom night sekaligus ulang tahunnya adalah karena pemuda itu ikut balapan. Sebelum itu, Marvel ke rumahnya. Kemungkinan besar di usir oleh papa-nya. Mungkin pula papa telah mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan pada Marvel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...