Kemarahan Papa

27 5 0
                                    

Pagi ini mentari bersinar cerah. Kembali menghidupkan pelita dari dalam diri Riana yang hampir padam. Membangkitkannya dari keterpurukan rindu yang tak berkesudahan.

Sepagi ini, Riana telah mandi dan berpakaian rapi. Hari ini adalah hari yang sibuk. Riana akan membantu persiapan peringatan kematian Sarasmitha yang akan dilangsungkan nanti malam.

Riana melangkah ke lantai dasar. Di ruang tengah, para laki-laki nampak sibuk dengan kegiatan masing-masing. Menggeser kursi. Menyapu dan mengepel lantai. Membersihkan perabot. Membentangkan tikar. Dan masih banyak kegiatan lainnya.

Riana meneruskan langkah menuju dapur. Aroma pandan menyapa indera penciumannya. Para perempuan, heboh membuat berbagai macam kue sebagai hidangan acara nanti malam. Bagaimana tidak, bukan hanya tangan yang sibuk bekerja, tapi mulut turut mengiringi.

"Ilham!" seru Dina.

Dina adalah istri Aska, kakak laki-laki tertua Rayhan. Wanita dua anak itu gemas ingin melemparkan Ilham yang kabur dengan setangkup kue rasa pandan, ke dalam oven. Sudah lima kali pemuda itu tertangkap basah mencuri kue rasa pandan buatan Dina.

Seruni terkekeh. "Kamu selalu tahu, Din. Ilham itu sangat menyukai kue buatanmu. Apalagi rasa pandan," kata Seruni menengahi.

"Itu sih namanya, Bang Ilham rakus, Oma," celetuk Riana.

"Gue doyan. Bukan rakus," koreksi Ilham. "Kue buatan Tante Dina enak banget. Pantes laku keras," puji Ilham.

"Mending lo ke ruang tengah deh, Bang. Bantuin yang lain, sana!" suruh Riana.

"Capek ah. Mending juga di sini," balas Ilham.

"Dapur tu area cewek, tahu!" ujar Riana.

"Ih, kata siapa?" tanya Ilham.

"Kata, gue!" kata Riana menanggapi.

"Siapa yang peduli," cibir Ilham.

"Udah, udah!" ucap Katharina menanggapi. "Ham, kamu duduk aja di kursi. Kamu, bantuin Mama, Sa," lanjut wanita blasteran Jerman–Indonesia itu.

"Oke, Ma," balas Riana akhirnya.

Riana dibuat sibuk oleh Mamanya. Di suruh mengaduk adonan, mengambil ini, mengambil itu. Dahinya sampai dibanjiri keringat, saking kerasnya kerjanya hari ini. Sementara Ilham, hanya ongkang-ongkang kaki menonton aksi sibuknya.

Riana melirik sinis pada Ilham yang tengah melayangkan senyum penuh cibiran padanya. Setelah mendengus, gadis itu membuka kulkas. Mengeluarkan botol kaca berisi air putih. Kemudian duduk di kursi. Dituangkannya air dari botol ke dalam gelas. Dengan mata berbinar, Riana segera meneguk air, dahaganya dengan ajaib menghilang.

"Sa!" panggil Katharina tiba-tiba. Panggilan itu membuat Riana tersedak. Air dari dalam mulutnya berceceran di lantai.

"Ambilin pewarna dong, Sa. Yang rasa stroberi," suruh Katharina.

"Di mana, Ma?" tanya Riana.

"Itu, tuh. Di atas kulkas," tunjuk Katharina.

Riana beralih menuju kulkas. Meraih sebotol pewarna makanan rasa vanila, sesuai perintah mamanya. Riana segera mengantarkan pada mamanya. Baru dua langkah berjalan, Riana terpeleset air yang tadi berceceran di lantai.

"Aduh!" seru Riana. Pinggulnya sakit setelah membentur lantai.

Semua mata memandangnya dengan tatapan khawatir.

"Clarissa!" seru Seruni. "Kamu nggak apa-apa, sayang?" tanya Seruni yang masih memegang loyang yang baru keluar dari oven.

"Pinggul aku sakit, Oma," ujar Riana meringis.

Setipis Kertas (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang