Pagi itu, gerimis turun. Awan berwarna keabuan. Tidak ada tanda-tanda langit akan cerah. Saat itu, Riana tengah memasukkan baju-bajunya ke dalam koper. Hari ini adalah, hari keberangkatannya ke Padang. Walau ia sebenarnya tak ingin pergi.
"Sa, udah siap?" tanya Rayhan yang muncul dari balik pintu.
"Bentar lagi, Pa," balas Riana.
"Oke. Papa tunggu dibawah yaa," ujar Rayhan yang diangguki Riana.
Riana menghela nafas sembari duduk di tepi ranjang. Netranya mengarah pada boneka beruang kutub. Diraih dan dipeluk boneka pemberian Marvel itu. "Kamu kenangan satu-satunya," gumamnya.
"Dia nggak dateng ke prom night. Ke ulang tahunku. Padahal, itu harusnya jadi hari terakhir aku sama dia ketemu. Takdir jahat banget sih," ucapnya pada diri sendiri.
"Saa, ayo turun! Papa udah nunggu," teriak Katharina dari lantai dasar.
"Iya, Maa," balas Riana.
Riana menutup kopernya yang masih terbuka. Menggeretnya ke lantai dasar. Di meja makan, semua orang sudah menunggunya.
"Lama banget sih, lo. Gue udah lapar nih," gerutu Ilham.
"Siapa suruh nunggu," cibir Riana.
"Udah-udah, jangan berantem. Sini Sa, Mama ambilin," ujar Katharina.
Katharina menyendokkan nasi goreng ke piring Riana. Lalu ia menambahkan 2 telur mata sapi. "Cepat makan," serunya.
Riana segera melahap makanan kesukaannya itu. Nasi goreng buatan Katharina memang lezat seperti biasanya. Namun karena Riana sedang tidak berselera, nasi goreng itu masih tersisa setengah.
"Nggak dihabisin, Sa?" tegur Rayhan. Laki-laki setengah baya itu pantang sekali jika melihat orang yang tidak menghabisakan makanan.
"Nggak selera, Pa," ujarnya.
"Kalau lo nggak mau, sini gue habisin. Mubazir, tau," seru Ilham sembari menyambar piring Riana. Lalu menuangkan sisa nasi goreng ke dalam piringnya sendiri.
Lima menit kemudian, menggunakan mobil mereka berangkat ke bandara. Selama di perjalanan, Riana hanya diam. Ia hanya menjawab sekadarnya pertanyaan yang ditujukan padanya. Ilham yang terus menjahilinya, diabaikannya saja.
Akhirnya, kendaraan beroda empat yang dikendarai Rayhan tiba di bandara. Rayhan menyuruh seorang petugas keamanan untuk memarkirkan mobil. Lalu, mengajak anggota keluarganya memasuki bandara.
Mereka duduk di ruang tunggu. Tiga puluh menit lagi pesawat akan lepas landas. Riana menghabiskan waktunya dengan termenung. Tampak sekali ia tak ingin meninggalkan Jakarta dan seisinya. Apalagi harus meninggalkan Marvel.
"Sa. Papa tau, kamu nggak ingin pergi. Tapi ini sudah jadi keputusan keluarga. Bahkan, Oma yang berkeras meminta kamu kuliah di Padang," jelas Rayhan.
"Iya, Pa. Aku tau," ucapnya singkat.
Karena bosan dan sudah lama mematikan ponsel, Riana kembali mengaktifkan ponselnya. Banyak notifikasi dari aplikasi whatsapp. Tapi dibiarkannya begitu saja. Gadis itu malah membuka aplikasi berwarna orange. Setelah memilih salah satu cerita, ia asyik dan larut dalam cerita.
Tiba-tiba, telepon dari Mellisa datang. Berpikir mungkin apa yang akan Mellisa katakan penting, Riana menekan tombol hijau. Menjawab panggilan itu.
"Halo, Mel. Kenapa?" ucapnya.
"Na, lo di mana sekarang?" ujar Mellisa panik di seberang sana.
"Gue lagi di bandara," jawab Riana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...