Kita dan Bianglala

29 5 0
                                    

Ruangan yang didominasi warna putih itu tampak rapi. Semua perabotan ditata sesuai tempatnya. Baju-baju tertata rapi di dalam lemari. Buku-buku tersusun di raknya yang terletak di pojok. Sementara di bagian tengah ruangan, Riana tengah tiduran di ranjangnya.

Digulirnya layar ponsel dengan tangan kanan. Sementara tangan kiri setia memegang ponsel. Yang dilakukannya hanya membuka dan menutup kembali aplikasi whatsapp. Padahal, sama sekali tak ada notifikasi yang masuk.

Aktivitas membosankannya itu baru terhenti saat pintu kamarnya terbuka. Kepala Katharina menyembul dari balik pintu. Ekspresi jengah tergambar jelas di raut wajah Mamanya.

"Kamu masih belum siap juga? Udah hampir jam 6 lho, ini," seru Katharina dengan wajah jengah.

"Ma! Boleh nggak, aku di rumah aja?" ujar Riana masih berusaha membujuk mamanya.

"Kamu mau bikin Papa kecewa? Ini acara kita lho, Sa. Acara bisnis keluarga kita. Keluarga yang dari luar kota, juga pada datang semua. Masa kamu, nggak. Nggak enak dong, sama kolega bisnis Papa," jelas Katharina. "Kamu siap-siap, yaa. Mama tunggu 15 menit lagi," titah Katharina, berlalu dari kamar Riana.

Riana menghela nafas panjang. Kalau sudah begini, ia tak bisa menolak lagi. Terpaksa Riana harus datang ke acara bisnis Papanya. Pasti sangat membosankan di sana.

Riana segera bersiap. Karena tadi sudah mandi, Riana langsung berganti baju. Gadis itu memilih dress navy selutut berlengan pendek, dan memakainya. Rambut hitamnya, digeraikannya. Disapukannya bedak dengan tipis, merata ke seluruh wajah. Sebagai sentuhan terakhir, dioleskannya pewarna bibir warna pink di bibir tipisnya.

Riana memakai flatshoes warna senada. Menyelempangkan sling bag warna hitam. Dimasukkannya ke dalam sling bag itu, sehelai kardigan putih yang diambilnya dari dalam lemari. Setelahnya, Riana melangkah menuju lantai dasar rumahnya.

Tiba di ruang keluarga, semua orang telah berkumpul. Bahkan Ilham, yang beberapa jam lalu masih di kampus, telah rapi dalam balutan jas.

"Udah hampir jam setengah tujuh. Ayo berangkat," ajak Rayhan.

Semenit kemudian, mereka telah duduk di dalam mobil. Ilham melajukan mobil menuju Hotel Bintang, tempat acara dilangsungkan.

"Pa!" panggil Riana. Rayhan yang duduk di sebelah Ilham menoleh. "Acaranya, lama nggak?" tanya Riana.

"Nggak, Sa. Cuma sampai jam 10 kok," jawab Rayhan.

"Emangnya kalau lama, kenapa sih? Kamu ada PR yang belum dikerjain?" tanya Katharina di samping Riana.

"Eh. Nggak, kok Ma," balas Riana pendek.

"Takut bosen, ya, Sa?" celetuk Ilham dari balik kemudi. "Kalau bosen, nanti lo duduk aja. Sambil makan makanan yang disediain. Kalau udah kenyang, ilang deh bosennya," kata Ilham jahil.

"Lo aja sana!" sungut Riana.

Selebihnya, perjalanan diisi oleh perdebatan antara Riana dan Ilham. Pembicaraan yang berisi jahilan itu masih menyangkut seputar bagaimana cara menghilangkan kebosanan Riana. Sesekali, Katharina akan menegur jika suasana menjadi tidak kondusif.

Sepuluh menit kemudian, mobil yang dikendarai Ilham memasuki pelataran hotel. Di depan lobi, Ilham menghentikan mobil. Diserahkannya kunci mobil pada satpam untuk memarkirkan mobil. Setelahnya, bersama-sama mereka menuju ballroom hotel.

Rayhan memberi kata sambutan untuk membuka acara. Menyapa kolega dan rekan bisnis yang hadir. Tak lupa ia memperkenalkan Riana.

"Perkenalkan semuanya, ini Riana Clarissa. Putri bungsu kami," ucapnya. Riana mengangguk sembari memberikan senyum termanisnya.

Setipis Kertas (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang