Ruangan luas itu seperti kapal pecah. Alat-alat rias berserakan di atas meja. Beberapa pasang sepatu tergeletak di atas lantai marmer putih yang dingin. Pakaian-pakaian dan beberapa tas bertumpukan diatas ranjang. Sementara pemiliknya, tengah terburu-buru merias diri.
Selesai berhias, dengan cekatan Riana menurunkan koper dari atas lemari. Dibukanya koper lebar-lebar. Barang-barang yang membuat berantakan kamarnya itu, ditatanya ke dalam koper. Semuanya dilakukan dengan serba cepat. Seperti orang sedang dikejar hantu.
"Sa, buruan!" teriak Katharina dari lantai bawah.
"Iya, Ma," sahutnya dengan suara agak keras, agar terdengar oleh mamanya yang ada di lantai satu.
Dirasa cukup, Riana menutup kopernya. Lalu, menggeret koper ke lantai satu. Seperti biasa, Riana telah ditunggu semua orang.
"Ayo, berangkat. Jadwal penerbangan sebentar lagi. Kita sudah hampir terlambat," ujar Rayhan mengajak anggota keluarganya ke bandara.
"Mang Udin, Mbok Maryam. Tolong jaga rumah selama kami pergi, yaa," pesan Katharina sebelum pergi.
"Baik, Bu," ucap Mbok Maryam.
"Siap, Bu. Semuanya aman terkendali," ujar Mang Udin pula.
*****
Mellisa membawa semangkuk bakso menuju meja yang kosong. Seperti biasa, meja di pojok dekat jendela. Selera makannya hari ini agak berkurang. Sedari pagi, tak ada satu pun pesannya yang dibalas Riana. Mellisa khawatir gadis itu sedang sakit.
Mellisa menghentikan sendokannya saat ponselnya yang ada diatas meja bergetar. Buru-buru diterimanya panggilan dari Riana.
"Lo nggak, sekolah?" sambar Mellisa.
"Hari ini gue izin nggak masuk," balas Riana dari seberang sana.
"Kenapa? Lo, sakit?" tanya Mellisa mulai khawatir.
"Bukan, gue lagi di Jerman."
"Ngapain? Lo pindah ke Jerman lagi?" serobot Mellisa.
"Huh. Ini mau gue jelasin. Dari tadi lo potong mulu," ujar Riana kesal.
"Hehe, sorry," ucap Mellisa.
"Gue ke Jerman buat ngehadirin nikahan sepupu gue. Nyokap juga udah izinin ke wali kelas kita," jelas Riana.
"Tunggu. Sepupu lo? Yang lo ajak ke party gue waktu itu?" tanya Mellisa memastikan.
"Iya," jawab Riana singkat.
"Yah, sayang banget. Sepupu lo tuh ganteng banget tahu. Patah hati, gue," cemberut Mellisa.
"Patah hati dari hongkong? Lo kan udah ada Deva? Mau dikemanain dia?" seru Riana.
"Iya, iya. Bercanda doang, kali," balas Mellisa.
"Yaudah, udah dulu ya. Lo pasti juga lagi makan, kan?"
"Okee, bye," ucap Mellisa diakhir percakapannya dengan Riana di telepon.
Mellisa kembali melanjutkan makannya dengan lahap. Sementara itu, Five Elang di meja bagian tengah sedang memperhatikannya. Sepertinya mereka tidak mendengar percakapan Mellisa dengan Riana. Jarak antara Mellisa dengan Five Elang cukup jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...