Ujian Nasional yang diadakan selama 4 hari telah berlalu. Riana berhasil melewatinya dengan lancar. Walaupun ia harus belajar mati-matian. Terlebih harus melawan hatinya yang tak ingin lepas dari Marvel agar bisa fokus menghadapi ujian.
Riana menatap pantulan dirinya di cermin besar kamarnya. Gadis itu memakai dress selutut berwarna pink fanta dengan lengan pendek. Rambut hitam sepunggungnya ditata bergelombang. Riasan wajahnya pas dan segar. Ia tampak bersinar malam ini.
Katharina muncul dari balik pintu. Wanita ini tersenyum lebar menatap penampilan putri bungsunya. "Kamu cantik banget, Sa," pujinya.
Riana menoleh. Balas tersenyum. "Kan Mama juga cantik," pujinya balik.
"Sa, kamu yakin? Ini ultah kamu yang ke 18 loh. Nggak mau dirayain aja?" ucap Katharina membujuk.
"Nggak usah, Ma. Aku mau ngerayain sama temen-temen aja," ujar Riana.
"Yaudah, kalau memang itu keinginan kamu. Ini hadiah dari Papa dan Mama," ucap Katharina mengulurkan kotak merah berbentuk persegi panjang.
Riana tersenyum lebar membuka kotak merah itu. Isinya sebuah kalung berinisial W. Riana mengerutkan kening dalam. "W?" tanyanya.
"Wijaya. Pertanda kalau kamu adalah perempuan keluarga Wijaya. Semua perempuan Wijaya memiliki kalung dengan inisial yang sama, tepat pada umur 18 tahun. Kalung ini memang dirancang khusus," jelas Katharina.
Riana mengangguk mengerti. Gadis itu meraih kalung dari dalam kotak, dan melingkarkannya di leher. Kalung itu tampak cantik bertenggger di lehernya. Membuat penampilannya lebih menawan.
"Makasih ya, Ma. Kalungnya cantik," ujar Riana dengan senyum merekah.
Katharina balik tersenyum. "Udah yuk, turun. Pak Maman udah nunggu kamu di halaman," ajak Katharina.
Riana mengangguk. Ia meraih handbag dari atas ranjang. Melenggang pergi mengikuti mamanya. Benar saja, sopir keluarganya itu sudah menunggu.
Setelah berpamitan, Riana memasuki mobil. "Jalan sekarang, Pak," ujarnya pada sang sopir.
Dua puluh menit kemudian, Riana segera sampai di pelataran hotel bintang lima tempat diadakan prom night.
"Pak Maman tunggu di dekat sini aja. Nanti kalau udah mau pulang, aku telepon," ujar Riana.
"Baik, Non," balas Pak Maman.
Riana melangkah gontai menuju ballroom hotel. Ia membuka pintu. Gelap tanpa cahaya setitik pun yang ia dapati di dalam sana. Seperti tidak ada kehidupan di ruangan ini. Ia tak salah masuk ruangan, kan? Tapi kata petugas di bawah tadi, ruangan acaranya memang di sini. Walau merasa takut, Riana tetap melangkah.
Tepat di langkah ketiga, lampu tiba-tiba menyala. Bunyi terompet terdengar bersamaan dengan suara letusan kembang api. Kembang api yang indah terlihat dari jendela kaca yang besar di ruangan itu. "Surprise!!"
Riana menutup mulutnya yang tersenyum lebar. Matanya berkaca-kaca menyambut kejutan dari teman-temannya. Dari arah belakang, muncul Mellisa ditemani Bella dan Syania membawa kue yang diatasnya tertancap angka 18.
Setelahnya, semua orang menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Seperti dikomando, semua orang mengelilingi Riana yang berdiri di tengah. "Happy birtday yaa Na," ucap Mellisa sembari memeluk gadis itu. Secara bergantian teman-teman yang lain juga memberikan ucapan selamat pada Riana.
"Tiup lilin dulu dong," seru Mellisa.
Riana mengangguk. Saat sudah hendak meniup lilin, suara Syania menginterupsinya. "Eh, make a wish dulu, Na," ujarnya mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setipis Kertas (Complete)
Teen FictionTernyata benar kata-kata yang ajaib itu. Benci itu dekat dengan cinta. Karena benci bisa membuat seseorang jatuh cinta. Perbedaan cinta dan benci itu setipis kertas. Kalau sekarang kamu membenci seseorang, bisa jadi besok kamu berbalik mencintai or...