Ada Apa dengan pijar (Daru)

15 3 0
                                    


Aku tiduran di tempat tidur, aku meletakkan kedua tanganku di bawah kepalaku. Mataku menatap langit-langit kamarku. Aku mendesah pelan, kenapa jadi begini? Percakapanku dengan Kak Wastika tadi terus membayangiku. Aku akhirnya menghadapi hal ini. Akhirnya aku jujur dengan Kak Wastika, aku nggak bisa menghindarinya. Aku masih menyukai Kak Wastika, tapi kenapa aku juga sulit melepas Pijar?

Pembicaraanku dengan Kak Wastika tadi akhirnya menyingkapkan perasaan Kak Wastika padaku. Aku senang Kak Wastika ternyata menyukaiku tapi aku nggak bisa beri kepastian untuknya. Aku punya Pijar di sisiku. Pijar yang menerimaku apa adanya, tidak pernah menuntut lebih padaku. Dia bahkan mengerti ketika aku fokus ke Kak Wastika, ketika Kak Wastika sakit. Dan aku mulai merasa nyaman dengannya. Rasanya lelahku menghilang ketika bersamanya. Aku nggak mengerti perasaan apa ini...

Aku nggak tahu harus bagaimana. Ini dilema bagiku. Haruskah aku melepaskan tanganku dari Pijar dan menerima uluran tangan Kak Wastika. Tapi... Tapi kenapa hatiku tak rela kehilangan Pijar. Dan juga tak ingin melepas Kak Wastika... Aku seperti berasa di persimpangan jalan yang tak kupahami... Ahhh.., buat pusing aja...

                                                                                    *****

Aku duduk di depan ruang kuliah. Aku tidak melihat Pijar hari ini, biasanya dia suka duduk di sisiku saat kuliah. Saat keluar dari ruangan tadi aku hanya melihat Izura. Apa hari ini Pijar tidak kuliah? Tapi kenapa? Sebaiknya aku telepon aja. Aku menekan nomor handpone Pijar. Ah..., handponenya tidak aktif. Aku menggerak-gerakkan kakiku, nggak biasanya Pijar begini. Hemmm... Apa aku ke rumahnya aja. Ya, baiknya aku ke rumahnya untuk memastikan Pijar baik-baik aja. Aku lalu melangkah ke parkiran.

Aku tiba di rumah Pijar, kuketuk pintu rumahnya. Mamanya muncul di depan pintu.

"Daru..." ucap Mamanya.

"Pijar ada, Tante?" tanyaku.

"Ada, bentar ya. Kamu masuk aja dulu." ucap Mamanya ramah. Aku mengangguk lalu masuk ke dalam rumah Pijar dan duduk di ruang tamunya. Mama Pijar masuk ke dalam dan nggak beberapa menit datang kembali.

"Aduh maaf ya, Daru. Pijar tidur, dia sakit kepala katanya dari pulang kampus tadi. Tante juga baru tahu, Pijar memang langsung masuk kamar tadi sepulang kuliah." ucap Mama Pijar.

"Oh, tadi Pijar ke kampus ya, Tan?" tanyaku.

"Iya." jawab Mamanya.

"Baiklah, Tante. Pijar butuh istirahat, salam buat Pijar ya Tante. Saya pulang dulu." ucapku sambil berdiri.

"Iya, hati-hati di jalan ya." ucap Mamanya, aku mengangguk lalu keluar dari rumah Pijar. Pijar sakit? Sebenarnya aku ingin melihatnya tapi Pijar sepertinya tidak ingin menemuiku. Mungkin kepalanya sangat sakit sampai dia tidak mau bangun. Kuharap dia akan segera sembuh.

                                                                                        *****

Kuliah hari ini akhirnya selesai, aku melihat ke bangku belakang. Tadi aku melihat Pijar, dia sudah sembuh sepertinya. Aku berdiri dan berjalan ke belakang mendekati Pijar yang sedang bicara dengan Izura.

"Kamu sudah sembuh?" tanyaku, Pijar mengangguk. Wajahnya kelihatan sembab, aku menyentuh keningnya. Sedikit hangat, aku menatapnya lalu...

"Masih ada kegiatan di kampus?" tanyaku kembali.

"Nggak." jawab Pijar pelan.

"Ayo, Aku antar pulang. Kamu istirahat di rumah aja." ucapku khawatir karena melihat wajahnya yang masih kelihatan lesu. Pijar mengangguk.

"Aku pulang ya, Izura." ucap Pijar, Izura mengangguk. Aku juga permisi duluan pulang pada Izura. Lalu aku mengantar Pijar pulang. Saat sampai di rumahnya aku bertemu dengan Mama Pijar, Aku menyapa Mama Pijar. Saat aku bicara dengan Mama Pijar, Pijar permisi masuk padaku. Aku enggan langsung pulang, masih ingin di sini. Aku khawatir terhadap Pijar.

"Kamu mau langsung pulang, Daru?" tanya Mama Pijar.

"Mmm, memangnya kenapa Tante?" tanyaku karena sepertinya Tante mau ngomong sesuatu.

"Kamu bisa bantuin, Tante?" tanya Mama Pijar.

"Bantu apa, Tante?" tanyaku.

"Itu, di belakang rumah Tante ada pohon jambu yang sudah rimbun sekali. Kamu bisa nggak bantu Tante untuk memangkasnya. Papa Pijar belum ada waktu untuk mangkasnya." ucap Mama Pijar. Hemmm, ini bisa jadi alasan bagus untuk tetap berada di rumah Pijar.

"Bisa, Tante...." ucapku, walau belum pernah memangkas pohon, tapi mungkin sama aja dengan memangkas tanaman lain. Mama Pijar kelihatan senang. Lalu mengajakku ke halaman belakang, tapi sebelumnya menyuruhku berganti pakaian di kamar Bang Pram, abang Pijar. Aku bingung harus bagaimana ketika sudah sampai di atas pohon. Aku menarik nafasku kuat, lalu melihat cabang-cabang pohon jambu yang begitu banyak. Aku memotong beberapa cabang pohon, ini lebih melelahkan ternyata. Tapi aku harus melakukanya, aku memotong lagi beberapa cabang. Mama Pijar ikut membantu dengan mengarahkanku cabang mana yang akan dipotong lagi.

Keringat sudah bercucuran di kening dan badanku, tanganku terasa pegal. Untungnya Mama Pijar menyudahi perjuanganku dengan mengatakan sudah cukup cabang yang dipangkas. Aku lalu turun, kakiku sedikit gemetaran. Mama Pijar menyuguhiku minuman, aku menerimanya dan langsung meminumnya. Aku istirahat sebentar, duduk di bangku dekat pagar. Tante mengumpulkan cabang-cabang pohon yang beserakan di bawah pohon.

Setelah lelahku hilang, aku ikut membantu Tante mengumpulkan cabang-cabang pohon. Aku mengangkat cabang-cabang pohon itu ke tempat pembuangan sampah. Tiba-tiba Pijar muncul. Di kepalanya ada handuk, sepertinya dia baru aja mandi. Saat tau aku masih di sini dan membantu Mamanya dia kelihatan kaget. Dia terlihat sudah lebih segar, syukurlah... Tante menyuruhku untuk mandi. Ya.. Aku harus mandi, tubuhku teras gerah dan lengket. Aku lalu mandi, selesai mandi aku melihat Pijar duduk di ruangan keluarga, aku mendekatinya. Aku nggak tau harus membicarakan apa dengannya. Dan akhirnya aku memintanya untuk memijat tanganku yang lelah dan dia nurut tanpa protes. Duduk di sisinya rasanya menenangkan dan akhirnya aku berbicara sedikit banyak padanya hari ini. Hari yang melelahkan namun aku senang menghabiskan hariku di rumah Pijar. Tapi... Aku merasakan Pijar sedikit berbeda, matanya sering menghindar dariku. Dia seperti menyembunyikan sesuatu. Ada apa denga Pijar?

                                                                                            *****

Bersambung...

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang