Butuh Waktu

16 3 0
                                    

Tak ada kuliah hari ini, namun aku muncul di kampus karena harus mengumpulkan makalahku. Setelah menyerahkan makalah aku berjalan menuju kantin. Bang Daru menungguku di kantin. Tiba di kantin, aku mengedarkan pandanganku mencari Bang Daru. Akhirnya aku menemukannya, dia sedang duduk dengan Bang Genta dan Bang Antara. Aku berjalan mendekati meja mereka.

"Hai, Bang." sapaku saat sudah dekat mereka. Mereka menoleh, aku tersenyum.

"Hei, Pijar." Bang Antara membalas sapaanku, aku tersenyum kembali padanya.

"Duduk sini, Pijar." ucap Bang Genta yang duduk di sisi Bang Daru sambil berdiri. Aku mengangguk lalu duduk di sisi Bang Daru. Bang Genta duduk di sisi Bang Antara di depanku.

"Sudah diantar makalahnya?" tanya Bang Daru. Aku melihat Bang Daru dan mengangguk.

"Hai, guys..." Bang Boy dan Bang Bima muncul. Bang Boy langsung duduk di sisiku. Bang Daru menarik lenganku pelan mendekat padanya, aku bergeser mendekat ke Bang Daru. Bang Bima duduk di depan Bang Daru, menggeser Bang Antara duduk di tengah Bang Bima dan Bang Genta..

"Katanya Dean kecelakaan kemarin." ucap Bang Boy.

"Iya, tapi hanya luka ringan." ucap Bang Antara.

"O, aku baru tau barusan dari Bima." ucapnya.

"Nah, itu dia orangnya..." ucap Bang Genta, kami menoleh ke arah tatapan Bang Genta. Bang Dean berjalan sedikit pincang, ada sedikit lecet di wajahnya.

"Hei, Bro..." ucap Bang Boy sambil berdiri. Bang Boy mengajak Bang Dean Duduk di sisinya. Bangku panjang yang kami duduki semakin sempit. Bang Daru menarik lenganku semakin mendekat padanya, bahkan sangat dekat. Aku merasakan kehangatan tubuhnya. Jantungku berdetak cepat. Huhhh...selalu begini kalau berada di dekat Bang Daru. Aku menarik nafas pelan dan menghembuskannya kembali dengan pelan, mengatur detak jantungku supaya bisa normal lagi.

"Udah baikan?" tanya Bang Boy pada Bang Dean.

"Lumayanlah..." jawab Bang Dean.

"Padahal aku mau ajak kamu ke cafe sepupuku. Dia butuh pemain gitar akustik untuk main di cafenya." ucap Boy.

"Tunda dulu, Bro. Ni tangan juga sakit sebenarnya..." ucap Bang Dean sambil menunjukkan tangan kanannya.

"Baiklah..."

"Sepupumu nggak butuh pemain seruling? Aku bisa main seruling." ucap Bang Bima. Bang Boy menatap Bang Bima.

"Ini cafe, Bim. Bukan warung joglo..." ucap Bang Boy.

"Siapa tau..." ucap Bang Bima, semua jadi tertawa. Ada-ada aja Bang Bima ini, apa emang dia bisa main seruling?

"Ayo kita ke nongkrong ke cafe sepupumu..." Ajak Bang Antara.

"Ide bagus, siapa tau suara serulingku mengunggah hatinya." ucap Bang Bima. Bang Boy menatap Bang Bima yang memasang ekspresi polos. Bang Antara dan Bang Genta tertawa. Bang Dean mengusap punggung Bang Boy.

"Sabar, Boy." ucap Bang Dean sambil senyum. Aku noleh Ke Bang Daru yang juga tersenyum.

"Memang Bang Bima bisa main seruling?" tanyaku pelan pada Bang Daru. Bang Daru mengangguk. O..., benaran rupanya.

"Mau dengar permainan serulingku, Pijar?" Bang Bima melihat ke arahku. Hahhh... Bang Bima dengar perkataanku, aku tersenyum.

"Mau?" tanyanya lagi lalu memasukkan tangannya ke dalam tasnya.

"Stop..." Bang Boy menghentikan tangan Bang Bima mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

"Jangan sekarang, dari tadi aku udah capek dengar kamu main seruling." ucap Bang Boy. Bang Dean, Bang Antara dan Bang Genta kembali tertawa.

"Daru, selamatkan pacarmu dari Bima." ucap Bang Boy sambil melihat Bang Daru. Memang permainan seruling Bang Bima buruk ya? Bang Bima mengeluarkan tangannya dari dalam tas tanpa mengeluarkan apa pun..

"Pijar, lain kali aja ya..." ucap Bang Bima, aku senyum.

"Manis banget senyumnya..." ucap Bang Bima masih dengan menatapku. Maksud Bang Bima Aku???

"Sadar, Bim. Pacarnya ada di sampingnya." ucap Bang Genta. Bang Bima melihat ke Bang Daru.

"Emang kenapa? Aku kan cuma bicara apa adanya." ucapnya santai lalu melihatku lagi dan tersenyum padaku. Aku tersenyum kecil, Bang Daru hanya diam tidak meresponi perkataan Bang Bima.

"Si Bima kenapa, Boy?" tanya Bang Antara ke Bang Boy. Bang Boy mendesah pelan, semua menatap Bang Boy menanti jawaban Bang Boy.

"Kemarin kami ketemu Seri." ucap Bang Boy. Semua langsung memasang wajah mengerti hanya aku yang nggak mengerti.

"Dengan Bram?" tanya Bang Genta.

"Hem..." ucap Bang Boy.

"Mereka kan sepaket." ucap Bang Dean lagi. Semua menatap Bang Bima. Bang Antara yang di sebelah Bang Bima meraih kerah baju Bang Bima.

"Bim, please. Lupakan Seri..." ucap Bang Antara sambil menarik kerah baju Bang Bima lalu menguncang Bang Bima. Bang Bima diam aja, Bang Genta menghentikan Bang Antara.

"Sabar, An." ucap Bang Genta, sambil melepaskan tangan Bang Antara dari kerah Bang Bima.

"Udah hampir dua tahun lo. Move on, Bim." ucap Bang Antara, Bang Bima cuek aja.

"Udah berakar Seri di hatinya." ucap Bang Boy.

"Cewek begitu kok terus disimpan di hati. Masih banyak cewek yang lebih baik dari Seri, Bim." ucap Bang Dean.

"Iya, emang." ucap Bang Bima.

"Nah, kamu tau." ucap Bang Antara.

"Salah satunya Pijar." ucap Bang Bima, aku kaget. Bang Bima tersenyum padaku, aku bingung antara tak berespon atau tersenyum. Kenapa Bang Bima terus memujiku.

"Aku setuju, tapi matamu harus beralih dari Pijar. Dia punya Daru." ucap Bang Genta, dadaku berdesir halus.

"Iya, sayang aku terlambat kenal Pijar." ucapnya lagi. Bang Antara yang biasanya selalu sabar dengan teman-temannya kali ini kelihatan tak bisa menahan dirinya. Bang Antara merangkul bahu Bang Bima lalu menarik leher Bang Bima.

"Sabar...sabar, An." ucap Bang Genta lagi. Bang Boy dan Bang Dean tertawa. Bang Daru merangkul bahuku, aku kaget.

"Jangan masukkan ke hati perkataan Bima. Dia seperti itu kalau baru ketemu mantan pacarnya, Seri." bisik Bang Daru di telingaku. O.., Bang Bima belum bisa melupakan mantannya.

"Dar, jangan bemesraan di depanku." ucap Bang Bima yang sudah lepas dari rangkulan Bang Antara.

"Jangan mengingini milik orang lain." ucap Bang Daru akhirnya, dadaku berdesir halus. Bang Daru secara tidak langsung mengatakan kalau aku miliknya, kan? Wajahku memanas... Semoga wajahku tidak memerah, aku menunduk. Aku menarik nafasku pelan dan kembali menaikkan wajahku.

"Ah..., Kau menusuk tepat di jantungku." ucap Bang Bima sambil memegang dadanya dengan wajah seperti kesakitan. Semua tertawa, Bang Bima mengarahkan tangannya pada Bang Daru.

"Kejam..." ucap Bang Bima. Aku tersenyum dan melihat ke arah Bang Daru yang masih merangkul bahuku, dia tersenyum melihat Bang Bima. Bang Antara menepuk-nepuk bahu Bang Bima pelan. Perlahan aku mulai mengenal teman-teman Bang Daru dan mengerti kenapa Bang Daru selalu betah di antara teman-temannya. Mungkin aku hanya butuh waktu untuk bisa benar-benar masuk kepertemanannya.

                                                                                               *****

Bersambung

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang