Maaf (Daru)

15 2 0
                                    


Aku baru pulang mengantarkan pijar ke rumahnya. Badan sudah terasa gerah dan lelah tapi aku senang. Sebaiknya aku mandi dulu, aku menarik handukku lalu berjalan ke kamar mandi. Selesai mandi terasa segar, aku lalu menjatuhkan tubuhku di tempat tidur, saatnya istirahat. Aku menatap langit-langit kamarku teringat Pijar, tanpa sadar aku tersenyum. Aduh, aku kenapa ya... Aku akhir-akhir ini suka mengingat Pijar. Dan tadi siang malah ngajak dia mengunjungi Aksa. Tanpa rencana, aku mengajaknya menjenguk Aksa lalu menemui Papa di rumah sakit.

Ntah kenapa tadi aku merasa ingin ditemani Pijar. Dan aku nggak menyesal mengajaknya. Hari ini rasanya sebagian bebanku sudah terangkat. Ngobrol dengan Pijar juga menyenangkan. Masih ingin ngobrol dengannya namun hari sudah malam. Ah... aku menggeliat meregangkan tubuhku. Saatnya tidur...

                                                                                    *****

Aku ingin pergi dengan Pijar menemui Aksa hari ini. Ntah kenapa Aksa memintaku datang bareng Pijar. Apa bocah itu ingin mengganggu Pijar? Tapi rasanya nggak mungkin, seberani itu dia mengganggu Pijar di depan mataku? Biasanya dia seperti pengecut yang bergerak dari belakang. Ntahlah... Tapi aku harus menunda kepergianku karena Genta mau bicara katanya. Dan genta belum kelihatan juga dari tadi batang hidungnya. Sudah 15 menit aku di sini menunggu di taman kampus. Pijar aku suruh menunggu di kantin tadi, hahhh...Genta. Aku duduk di bangku kayu di bawah pohon sambil menatap ke atas pohon di atasku.

"Dar..." suara Genta membuatku menurunkan mataku. Genta berjalan mendekat, wajahnya kelihatan tegang. Ada apa dengannya?

"Ada apa, Gen?" tanyaku setelah Genta di dekatku. Genta hanya diam lalu duduk di sisiku. Dia masih diam dan hanya menatap ke depannya. Dia terlihat kesal, ada apa lagi ini. Beberapa menit berlalu Genta masih diam aja. Aku lalu kembali membuka suara.

"Kamu mau bicara apa?" tanyaku, Genta masih diam. Genta ini kesambet atau apa... Kok diam aja dari tadi.

"Gen..." ucapku sambil menepuk bahunya. Genta menarik nafasnya panjang lalu berbalik ke arahku.

"Aku semalam ngobrol dengan Kak Wastika." ucapnya, aku menunggu kelanjutan perkataannya.

"Kak Wastika cerita kalau kalian sudah bicara tentang perasaan kalian masing-masing. Dari cerita Kak Wastika aku tangkap kalau kamu mengatakan masih mencintai Kak Wastika." ucap Genta.

"Kamu sedang menggantung Kak Wastika?" ucapnya lagi sambil menoleh padaku, menggantung?

"Maksudnya apa?" ucapku, masalah ini masih belum bisa kupecahkan.

"Kamu katakan masih suka Kak Wastika. Lalu Kamu katakan Pijar hanya tameng bagimu untuk menghindari cewek-cewek yang mendekatimu. Tapi Kamu nggak mau memutuskan Pijar, dan belum memberikan kepastian untuk Kak Wastika." ucap Genta. Aku diam tak tahu harus berkata apa.

"Kamu masih Daru yang dulu kan? Atau sudah berubah seperti Aksa." ucap Genta, aku menatap Genta kesal menyamakan aku dengan Aksa...

"Kamu kok ngomong gitu, Gen." ucapku protes.

"Lalu apa ini?" ucap Genta.

"Aku lagi banyak masalah, aku nggak sempat mikirin itu." dalihku sambil berpaling dari Genta.

"Aku tahu kamu banyak masalah, tapi Kamu menambah semua masalahmu itu. Aku sudah katakan putuskan aja Pijar." ucap Genta marah.

"Kenapa? Kenapa aku harus memutuskan Pijar?" ucapku balas marah. Dari kemarin Genta terus mendesakku memutuskan Pijar. Aku berdiri dan melangkah sedikit menjauh dari Genta.

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang