Meragukan Hatimu

17 3 0
                                    



Hari ini tidak ada kuliah, aku hanya mengantarkan tugas makalahku. Setelah selesai mengantar tugas aku berjalan pulang melewati ruang-ruang kuliah yang kosong siang ini.

"Pijar." suara Bang Daru memanggilku dari sebuah ruang kosong. Aku menoleh, Bang Daru keluar dari ruang kosong di sisi kiriku. Wajahnya kelihatan lesu, dia menatapku. Aku berhenti berjalan, dia mendekatiku.

"Pijar, maaf." ucapnya. Aku hanya diam.

"Aku..." ucapnya terhenti...

"Maafkan aku." ucapnya lagi. Wajahnya terlihat kelam, dia menatapku dengan matanya yang lelah. Ini pertama kali Bang Daru berbicara padaku semenjak kami putus. Wajahnya menunjukkan penyesalan, dadaku berdesir halus. Apa arti permintaan maaf ini? Apakah dia merasa bersalah atau...

"Aku tau... Aku nggak pantas dimaafkan. Aku telah melukaimu, menyakitimu. Aku... Aku nggak bermaksud begitu. Semua terjadi karena kebodohanku." ucapnya pelan.

"Aku... Aku..." ucapnya. Dia menatapku dengan sorot mata yang ingin menyatakan sesuatu namun sepertinya sulit untuk diucapkannya. Aku menantinya untuk mengutarakan isi hatinya. Wajah tampan itu seperti penuh beban, hatiku sakit... Kenapa? Kenapa aku harus merasakan hal itu...

"Aku...aku membutuhkanmu." ucapnya akhirnya. Deg, jantungku bedetak kuat. Apa? Apa maksudnya?

"Temani aku sebentar..." ucapnya sambil meraih tanganku lalu menarikku masuk ke ruangan kosong. Aku ingin menepis tangannya tapi aku malah mengikuti dia masuk ke ruangan. Bang Daru mengajakku duduk lalu kami diam. Bang Daru tertunduk, dia ingin kutemani? Ada apa dengan dia? Kenapa jantungku harus berdetak kuat dan cepat. Huhhh... Pijar, kamu akan tertipu lagi...

"Papa masuk rumah sakit." ucapnya. Hah... Papanya sakit?

"Mungkin karena lelah ngurus Mama dan juga bekerja. Aku merasa bersalah membiarkan Papa mengurus Mama sendiri." ucapnya lagi, dia kelihatan sedih sekali. Bahunya merunduk seperti ada beban berat yang dipikulnya.

"Aksa tau Papa sakit, dia lari dari rumah senandung dan menemui Mama di rumah sakit. Dia marah sama Mama, Mama jadi drop lagi... Bang Raka sibuk kerja. Aku lelah, aku ingin istirahat tapi aku malah tidak bisa tidur malam." ucapnya, pantes wajahnya lesu.

"Aku lelah menghadapi semua ini. Kalau bisa aku ingin lari..." ucapnya putus asa. Bang Daru... Aku sedih melihatnya seperti ini.

"Temani aku, Pijar. Aku nggak tau harus bagaimana." ucapnya lagi. Aku menyentuh lengan Bang Daru lembut, Bang Daru menoleh padaku.

"Jahatnya aku, setelah memanfaatkanmu sekarang aku ingin Kamu menemaniku..." ucapnya, aku kasihan melihat Bang Daru begini... Tiba-tiba Bang Daru memelukku, aku kaget. Tubuhnya terasa hangat, dia memelukku erat. Aku hendak melepaskan diri dari pelukannya.

"Sebentar saja, sebentar saja biarkan aku memelukmu." ucapnya. Aku berhenti mencoba melepaskan pelukannya.

"Kembalilah padaku, Pijar." ucap Bang Daru, dadaku berdesir halus. Aku melepaskan diri dari Bang Daru.

"Bang, sadar Bang." ucapku, aku tau pikiran Bang Daru lagi kalut.

"Jangan bicara saat lagi kalut." ucapku sambil melepaskan diri dari pelukan Bang Daru. Bang Daru menatapku, wajah itu... Kamu lesu sekali Bang, aku ingin menghiburmu tapi aku juga nggak ingin terluka lagi.

"Maafkan aku..." ucapnya. Aku hanya diam, aku masih menyukaimu aku tidak memungkiri itu, Bang Daru. Aku sedih melihatmu begini, Bang. Jangan katakan kembali padamu... Kalau Kamu hanya butuh pelampiasan dari lelahmu dengan semua masalahmu. Aku bukan tidak ingin menemanimu tapi aku sedang menjaga hatiku untuk tidak terus terluka. Kuharap masalahmu akan segera selesai.

"Tidak usah meminta maaf lagi, Bang. Semua itu sudah berlalu." ucapku, lalu kami diam. Bang Daru menunduk.

"Abang harus kuat menghadapi masalah keluarga Abang. Abang harus memberi semangat pada Papa Abang dan juga Aksa. Maafkanlah Mama Abang supaya beban di hatimu berkurang. Tante memang bersalah telah meninggalkan kalian, meninggalkan luka yang dalam bagi kalian. Tapi dia tetap Mama Abang yang melahirkan Abang. Apalagi sekarang Tante sedang sakit parah, kita nggak tau apakah Tante akan bertahan atau tidak. Maafkanlah Mama Abang, Om pasti juga menginginkan itu. Om bukan hanya lelah saat menjaga Tante, mungkin saja Om juga kepikiran tentang Abang dan saudara Abang yang tidak bisa memaafkan Tante. Maafkanlah dan tinggalkan semua masa lalu Bang, dan mulailah menjalani hari ini dan kedepan dengan hati yang memaafkan." ucapku, Bang Daru menaikkan wajahnya dan menatapku.

"Om dan Aksa membutuhkan Abang." ucapku lagi. Semoga masalah keluarga Abang segera selesai.

"Aku membutuhkanmu..." ucap Bang Daru, dadaku kembali berdesir halus...

"Tenangkan hati dan pikiran Abang, supaya bisa berpikir jernih." ucapku lalu berdiri dan berjalan menuju pintu keluar. Aku nggak bisa terus berada di hadapannya, aku takut aku akan melemah dan terluka kembali.

"Pijar..." ucap Bang Daru. Aku tetap berjalan keluar tidak mempedulikan panggilan Bang Daru. Aku memegang dadaku yang terasa sakit. Aku berjalan di koridor kampus, kata-kata Bang Daru berputar-putar di pikiranku. Seandainya kata-kata itu kesungguhan hatinya, aku pasti bahagia. Tapi aku meragukannya, aku nggak mau lagi dimanfaatkan.

                                                                               *****

Bersambung...

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang