Kamu Bukan Cadangan

16 2 0
                                    


Hari ini Dewa menjemputku lagi. Sesampai di rumah, Dewa ingin duduk-duduk di teras belakan rumah katanya. Jadilah kami duduk berdua di teras belakang rumahku. Cuaca terik tidak berdampak pada kami karena teduhnya halaman belakang rumahku.

"Ke mana aja Kamu selama ini?" tanyaku.

"Kamu cari aku yaaa..." godanya, aku tertawa.

"Yee, nggak juga. Matt yang cerita kalau Kamu menghilang." ucapku.

"Bukan menghilang, hanya pergi sebentar..." ucapnya, dia mendesah pelan.

"Aku belum tau apa yang akan kulakukan ke depannya. Apakah aku harus kuliah atau bekerja saja... Keluargaku menyuruh aku kuliah tapi aku masih belum melihat masa depanku. Lalu aku memutuskan pergi untuk mencari apa yang kuinginkan." ucapnya sambil melihat ke depannya.

"Sekarang sudah dapat yang Kamu cari?" tanyaku, sambil melihat Dewa.

"Mmm, yah setidaknya ada yang ingin kuraih." ucapnya sambil melihat ke padaku.

"Baguslah..." ucapku, sambil melihat ke depanku.

"Kamu bahagia..." ucap Dewa.

"Hahhh..." ucapku tidak mengerti kenapa Dewa bicara tentang bahagia. Aku melihat ke arah Dewa.

"Kamu bahagia sempat bersama cinta pertamamu?" tanyanya sambil menatapku, lah kenapa jadi ke situ arahnya.

"Mmm, ya.." jawabku juga.

"Sekarang masih belum melupakan perasaanmu?" tanyanya lagi, aku menunduk tanpa menjawab.

"Meski dia menyakiti Kamu... Kamu tetap mencintainya..." ucap Dewa, menebak perasaanku. Aku diam aja.

"Memang seperti itulah cinta, apalagi cinta pertama." ucap Dewa.

"Aku harap Kamu tidak mengharapkannya lagi." ucap Dewa lagi. Aku juga ingin tapi... Aku ingat pertemuanku beberapa hari lewat dengan Bang Daru... Aku goyah walau ragu... Lalu kami diam...

"Aku..." Dewa kembali berbicara.

"Aku tau Kamu masih sakit dan belum melupakannya. Aku tau Kamu butuh waktu tapi aku juga nggak tahan melihat Kamu terus seperti ini. Kamu terlalu berharga untuk dia." ucap Dewa, aku menunduk.

"Alihkan pikiranmu darinya meski itu hanya sebuah pelarian." ucap Dewa, aku menaikkan wajahku dan menatap Dewa yang sedang menatap ke depannya. Dewa beralih menatap ke arahku.

"Arahkan matamu ke padaku. Aku tak kan protes meski aku hanya pelarianmu, hanya supaya Kamu bisa alihkan perhatianmu." ucap Dewa, Hahhh???

"Aku akan menunggu sampai Kamu bisa melupakan perasaanmu padanya. Beri aku kesempatan untuk membantumu lepas dari cinta pertamamu." ucapnya lagi, Dewa menawarkan dirinya sebagai pelarian?

"Aku akan selalu di sisimu...dipihakmu..." ucapnya lagi.

"Maksudmu?" ucapku mencoba mencerna semua perkataan Dewa...

"Berpacaranlah denganku... Aku akan membantumu melupakannya." ucap Dewa.

"Kamu mau pacaran denganku, meski tau aku masih mencintai orang lain?" ucapku aneh. Dewa tidak menjawab.

"Kamu pikir Kamu hanya senilai itu?" ucapku, Dewa menatapku.

"Hanya sebagai pelarian? Kamu bukan cadangan bagiku Dewa. Aku mungkin tidak bisa menerimamu sebagai pacarku tapi bukan berarti Kamu kutempatkan serendah itu. Kamu juga berharga bagiku, Kamu sahabatku. Kamu sama berharganya dengan Bang Daru. Kalian punya porsinya masing-masing di hatiku." ucapku marah.

"Aku nggak bisa lihat Kamu terluka seperti ini, aku ingin menghiburmu dan membantumu." ucap Dewa.

"Tapi bukan dengan cara seperti itu." ucapku

"Kamu mau jadi pacarku meski tau kalau Kamu hanya pelarian? Meski Kamu tau kalau aku mencintai orang lain. Dan Kamu membiarkan dirimu dimanfaatkan?" ucapku heran.

"Aku mencintaimu, itu sudah cukup bagiku. Kamu tidak memanfaatkan aku karena aku yang mencintaimu dan menginginkanmu di sisiku." tegas Dewa... Aku diam dan menatap ke depanku, aku menutup mataku dan menarik nafasku kuat lalu menghempaskan nafasku kesal...

"Hentikan.., jangan katakan lagi hal seperti itu. Aku nggak mau dengar lagi pembicaraan seperti ini. Kamu bukan cadangan bagiku, Kamu sahabat yang berharga bagiku." ucapku sambil membuka mataku. Dewa diam... Dewa, jangan mencintaiku seperti ini... Dan jangan menjadikanku sama seperti dia yang membuatku menjadi tamengnya...

*****

Bersambung...

Sudut HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang