CHAPTER 4

58 28 67
                                    

Gawainya diempaskan ke sembarang arah dengan paras kesal setengah mati karena tidak bisa mencuri foto Arya di Instagram

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gawainya diempaskan ke sembarang arah dengan paras kesal setengah mati karena tidak bisa mencuri foto Arya di Instagram. Bahkan, kekesalan itu membuatnya tidak sadar bahwa Akbar Maheswara—sang papa memperhatikannya dari pintu kamar yang terbuka sedari tadi.

“Tina, kamu kenapa? Are you okay?”

Pertanyaan itu membuat atensi yang awalnya terarah pada gawai beralih ke lelaki paruh baya di hadapannya. Dia melirik jam dinding kamarnya dan Akbar secara bergantian, merasa ada yang aneh.

“Tumben, Papa udah pulang. Terus, ngapain Papa di sini?” tanyanya.

Akbar membelai rambut putri kecilnya yang justru mendapat balasan beberapa gelengan dari pemilik rambut. Aksi semacam itu membuat Akbar paham jika Kristina masih merajuk karena masalah uang saku yang dibatasi selama dua hari ini.

Lantas, Akbar bertanya setelah menghirup oksigen dengan satu tarikan, “Kamu masih marah sama Papa?”

Kristina tidak mengindahkan pertanyaan Akbar. Melipat tangan di depan dada, atensinya sengaja dipalingkan layaknya orang sedang merajuk. Padahal, hatinya cengengesan, berharap tindakannya mampu membuat Akbar melas dan mengurangi masa hukuman.

“Masih mogok ngomong?”

“Iya,” balasnya. “Kan, Tina udah bilang kalau Tina mau mogok ngomong sama Papa!” Mendengkus yang otomatis membuat kekehan Akbar mengentara. “Papa pergi. Tina nggak mau ngelihat Papa. Tina lagi ngambek sama Papa. Udah, sana ... pergi, Pa.”

“Ooooh .... Jadi, ceritanya kamu masih mogok ngomong sama Papa? Oke. Papa, sih, nggak masalah, ya,” kata Akbar, terdengar santai. “Rencananya, sih, Papa mau mengakhiri masa hukuman kamu hari ini. Tapi berhubung kamu masih merajuk sama Papa ...”

Secara otomatis atensi Kristina mengarah pada Akbar yang sedang mengentakkan kaki bersepatu pada ubin sehingga bunyi khas benturan terdengar jelas.

“... jadi, hukuman kamu akan selesai pada waktu yang telah Papa tentukan sebelumnya, yakni lima hari ke depan. Ya udah, kalau gitu Papa pergi dulu, ya,” lanjut Akbar, bangkit dari duduknya. Lelaki itu berbalik, hendak melangkah.

Namun, yang terjadi tidak seperti itu karena sebelum Akbar mengambil langkah pertama meninggalkan kamar Kristina, gadis itu segera melendoti Akbar dengan tujuan agar papanya tidak pergi.

“Ih, Papa kok pergi, sih!” dengkus Kristina seraya mengerucutkan bibir. “Tina udah nggak ngambek kok sama Papa. Tina nggak suka dihukum sama Papa. Tina nggak mau lagi, Pa ....”

Akbar terkekeh pelan, sedangkan Kristina menyengir dan mengambil alih bicara sebelum Akbar mengeluarkan kata-kata. “Untuk rencana Papa yang tadi ... masih berlaku, kan, Pa?”

“Rencana apa?”

“Papa nggak usah pura-pura lupa, ya,” balas Kristina yang justru menimbulkan kerutan di kening Akbar. “Ah, masa Papa udah lupa! PAPA!”

KRISTINA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang