CHAPTER 34

14 3 18
                                    

Kristina melamun di taman sekolah seorang diri selagi teman sekelasnya olahraga di lapangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kristina melamun di taman sekolah seorang diri selagi teman sekelasnya olahraga di lapangan. Sejak divonis lumpuh Kristina terbebas dari pelajaran olahraga. Namun, Kristina juga sudah punya hobi baru untuk mengisi kekosongan di jam tersebut, yakni menulis. Kristina bahkan hampir menyelesaikan novel pertamanya, tinggal beberapa sentuhan terakhir lagi.

Kristina sesekali memperhatikan suasana sekitar agar mendapat ide selagi dia memainkan jemari pada keyboard laptop dengan lincah. Namun, siapa sangka jika ide yang menumpuk di kepala hilang begitu saja ketika netranya menangkap bayangan mendekat. Jemarinya berhenti bermain begitu dia menoleh ke samping.

Kak Arya?

“Apa kabar, Na?”

Kristina berniat pergi, tetapi Arya dengan sigap menahan. “Kenapa lo terus ngehindar dari gue?”

“...”

“Lo bilang, lo suka sama gue, tapi sekarang lo malah ngehindar dan pergi gitu aja.” Arya berujar jujur, lalu melangkah ke depan sehingga posisinya berhadapan dengan Kristina. “Harusnya lo terus terang kalau emang lo udah nggak suka sama gue. Lo jahat, Na.”

“Aku nggak bermaksud gitu, Kak.” Kristina akhirnya membalas setiap terdiam lama. “Ada hal yang nggak bisa aku jelasin ke Kak Arya.”

“Apa? Karena Linda?” tebak Arya, mengejutkan Kristina. “Linda nyuruh lo jauhin gue? Lo mikir kalau kita nggak bisa bersama karena Linda nggak suka sama lo? Sebenernya, yang ngejalanin semua ini lo sama gue apa lo sama adik gue?”

“Terus sekarang Kak Arya maunya apa?” tanya Kristina. “Kak Arya mau aku ngelakuin hal gila kayak dulu? Kak Arya lupa kalau Kak Arya pernah bilang ‘cewek yang ngejar-ngejar cowok yang hatinya buat orang lain adalah cewek murahan'. Lupa? Aku bingung sama jalan pikiran—”

“Jadi pacar gue.”

Kristina terkejut, matanya melotot, bibirnya membeku, tubuhnya memanas, bahkan Kristina juga menyadari jika kedua pipinya mulai memerah. Apakah dia tidak salah dengar? Arya, pemuda dingin itu mengajaknya berpacaran? Benarkah?

“Apa?” Kristina balik bertanya, sekadar memastikan kalau kupingnya masih normal.

“Gue nggak suka ngulang kalimat yang udah diucap.”

“Ishhh! Kok gitu, sih?” Kristina menatap Arya kesal, lalu melipat tangan di dada sembari memalingkan wajah. “Oke. Aku anggap itu hal nggak penting. Kalau nggak ada kepentingan lagi Kak Arya bisa pergi.”

“Na,” panggil Arya. Namun, Kristina enggan merespon.

“Lihat gue, Na,” pinta Arya. Kali ini Kristina menurut, dia mendongak sehingga netra keduanya bertemu. “Gue nggak peduli orang mau bilang apa tentang kita setelah ini, tapi yang jelas gue serius... gue suka sama lo. Gue bahagia bisa dekat dan terus bareng sama lo. Lo selalu jadi yang spesial buat gue. Apa lo masih ada perasaan yang sama?”

KRISTINA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang