CHAPTER 16

28 18 49
                                    

Amara keluar dari kamar Arya melewati pintu bercat cokelat, lantas menutup pintu tersebut dengan sangat pelan karena tidak ingin mengganggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Amara keluar dari kamar Arya melewati pintu bercat cokelat, lantas menutup pintu tersebut dengan sangat pelan karena tidak ingin mengganggu.

Nasibnya sungguh malang. Bagaimana tidak? Amara belum lama datang dan mengobrol dengan Arya, tetapi eksistensi Kristina selama lima menitan membuatnya tereliminasi.

Napasnya berembus pelan, kakinya mulai menuruni tangga setelah menatap pintu kamar Arya yang tertutup. Untuk apa lagi Amara di sini? Toh, eksistensinya tidak diharapkan lagi kala mengingat Kristina dan Arya tidak menggubrisnya saat dia berpamitan keluar.

“Amara....”

Panggilan itu menghentikan langkahnya. Kepalanya menoleh sehingga dia menangkap perempuan berjalan menghampiri.

“Kamu udah mau pulang?” tanyanya.

Senyum manis tercetak di sudut bibir Amara. “Em, iya, Tante,” balas Amara disertai senyum kaku. “Amara ada jadwal pemotretan.”

“Yah, padahal Tante mau ngajak Amara makan siang di sini. Kamu, kan, udah lama nggak main ke rumah Tante. Emangnya, kamu nggak kangen sama masakan Tante?” tanya Marsya. “Sekalian ada yang pengin Tante ceritain ke kamu.”

Melihat raut lemas kala Marsya mengucap kalimat, Amara jadi terbawa perasaan hingga merasa tidak enak. Gadis itu mengangkat tangan kiri setinggi dada, melirik arloji yang melingkar di sana.

“Sori, ya, Tan, Amara nggak bisa ikut makan siang di sini,” balas Amara, tangannya menyentuh pundak Marsya dibarengi seulas senyum. “Em, kalau untuk ngobrol—kayaknya Amara bisa, deh. Pemotretannya masih satu setengah jam lagi. Amara masih ada dua puluh menit untuk ngobrol sama Tante, kok.”

Marsya tentu senang dengan jawaban Amara, lantas dia segera menuntun Amara menuju ruang tamu. Ya, seperti yang Marsya bilang sebelumnya, dia ingin menceritakan sesuatu, sedangkan sudut bibir Amara terpaksa ditarik ke samping lantaran mood-nya buruk setelah keluar dari kamar Arya.

“Tante mau cerita apa ke Amara?” Amara memulai, secara otomatis ekspresi Marsya mendadak sendu. Menyadarinya, dia langsung mengelus pundak Marsya. “Tante nggak kenapa-napa, kan? Tante tunggu sini, Amara ambil minum dulu buat Tante.”

Marsya mengangguk sebagai jawaban. Tidak lama berselang, dia menangkap punggung Amara menjauh ke arah dapur dan kembali dengan segelas air putih di tangan kanannya.

“Tante minum dulu, ya, biar lebih tenang.” Amara menyodorkan gelas yang dipegang kepada Marsya setelah duduk di sampingnya.

Marsya merasa lebih baik setelah meneguk minumannya. “Makasih, ya, Mar,” balasnya, menjauhkan gelas yang isinya masih separuh.

Dengan sigap, Amara mengambil gelas dan menyimpannya di atas meja.
“Oke. Sekarang Tante tarik napas dulu, terus Tante cerita sama Amara,” kata Amara, otomatis Marsya melakukan perintahnya.

KRISTINA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang