Entah sudah berapa lama Marsya mengomel dengan ekspresi cemas karena melihat anak sulungnya terbaring berbalut kain kompres di kening. Ditambah lagi, memucatnya wajah Arya membuat Marsya dihantam ribuan perkara yang teramat dia takuti.
“Abang bukannya nggak mau pulang bareng adek, tapi emang Abang masih ada kepentingan lain, Ma,” balas Arya, menyingkirkan kain kompres dan menyerahkan kepada Marsya agar dicelupkan kembali ke air dingin.
“Ck. Masa setiap hari ada kepentingan? Abang itu udah sering banget nggak pulang bareng adek dengan alasan ada kepentinganlah, ada acaralah, ada inilah, itulah,” jelas Marsya. “Terus, kemarin kenapa Abang nggak bawa payung? Padahal, sebelum Abang berangkat, Mama udah ngingetin Abang buat bawa, kan? Kenapa, sih, Abang nggak pernah dengerin Mama?”
Menghela napas kasar, lalu bangkit dari baring dan menyandarkan punggung pada dinding ranjang. “Abang dengerin Mama, kok. Kemarin, Abang juga bawa payung—”
Kalimatnya belum berakhir, tetapi dipotong oleh Marsya. Pemuda itu menarik napas untuk kesekian kalinya. “Kalau Abang beneran bawa payung, kenapa Abang bisa kehujanan coba? Jadi, emang bener, kan, Abang nggak pernah dengerin Mama.”
“Oke, Abang jelasin,” kata Arya, mengambil ancang-ancang untuk menjelaskan. “Kemarin, Abang bawa payung, dan teman abang nggak bawa. Abang nggak tega ngelihat dia nunggu hujan sampai berhenti, makanya Abang kasih payung Abang ke dia.”
Masrya sudah setengah mangap ingin berkata-kata, tetapi urung kala Arya meregangkan telapak yang sengaja diarahkan ke Masrya sebagai instruksi penjelasannya belum usai.
“Awalnya, kita pakai payungnya berdua karena niat Abang cuma nganterin dia ke parkiran. Nah, berhubung orangnya cerewet banget dan nggak bisa diem, makanya Abang milih pergi dan relain payung abang buat dia,” jelas Arya. “Mama tahu sendiri, kan, Abang nggak suka berisik?”
Marsya mengangguk. Anak sulungnya memang tidak suka suasana berisik baru-baru ini. Marsya juga merasa bahwa putranya mengalami perubahan signifikan. Dia merasa kalau perbandingan Arya dulu dan sekarang adalah satu banding lima, dalam artian sangat jauh.
Bukan hanya Marsya yang merasakan hal itu, tetapi keluarga, orang terdekat, bahkan Arya pun juga merasakannya.
“Seharusnya, sebelum Abang ngelakuin hal itu Abang pastiin dulu, itu baik nggak buat Abang,” kata Marsya. “Mama khawatir sama Abang. Mama takut Abang drop, dan Mama takut Abang kenapa-napa.”
Arya tidak langsung menjawab. Dia merampas kain kompres dari tangan Marsya dan mencelupkannya pada baskom, lalu meletakkan baskom tersebut di nakas agar Marsya berhenti mengompresnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KRISTINA [END]
RomancePlease vote this story if you enjoy❤️ Start : Senin, 01 Maret 2021 Republish: Senin, 04 Desember 2023 Finish : Minggu, 03 Maret 2024 Highest rating ever #1 kristina - 10 Maret 2021 #3 linda - 11 Maret 2021 #2 linda - 07 April 2021 #2 reksa - 16 Apr...