CHAPTER 28

22 8 11
                                    

Kristina tercengang ketika kontak bertuliskan Kak Arya<3 menjadi pengirim pesannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kristina tercengang ketika kontak bertuliskan Kak Arya<3 menjadi pengirim pesannya. Dia berpikir, untuk apa Arya menghubunginya? Apakah pemuda itu berniat membuat Kristina gagal move on? Belum puas menghancurkan separuh hidupnya?

Bohong jika dibilang perasaannya pada Arya sudah menghilang. Meskipun Kristina membenci Arya sekarang, tetapi dia sadar bahwa cintanya pada Arya belum berkurang sedikit pun.

Apakah itu adalah pertanda bahwa Kristina ditakdirkan untuk Arya?

Enggak! Gadis itu menggeleng, menendang jauh-jauh niat untuk menanggapi pesan dari Arya.

“Ngapain juga gue bales chat cowok itu? Ih, nggak guna. Sadar, Na, sadar. Dia ngehubungin lo karena ngerasa bersalah, bukan peduli,” katanya pada diri sendiri. “Tina, lo harus move on!”

Kristina memejam sembari meraba sesuatu yang menggantung di lehernya, menggenggam erat liontin bulat pemberian sahabat kecilnya yang entah seperti apa rupanya sekarang. Matanya terbuka. Bersamaan dengan itu, Kristina membuka liontin bulatnya sehingga menampakkan foto dua bocah bergigi ompong.

Kristina tersenyum. “Andai kamu nggak ninggalin aku, mungkin nggak sulit bagi aku buat jatuh cinta sama kamu,” gumamnya, memaku istilah mustahil lawan jenis bersahabat tanpa melibatkan perasaan. “Gimana kabar kamu sekarang? Maaf, Cal, aku udah ingkar janji ke kamu? Kamu nggak—”

“Tina!”

Lamunannya ambyar. Kristina terkejut ketika Akbar memanggil. Dihelanya napas, lantas melepas genggaman pada liontin. Dia menggeleng, bibirnya pun tersenyum miris.

“Iya. Kenapa, Pa?” tanyanya.

“Di luar, ada teman kamu tuh.”

Kristina terkekeh. “Yunita?” tebaknya. “Papa bilang aja ke Yunita kalau aku lagi nggak pengin ketemu siapa-siapa.” Akbar langsung menggeleng sehingga Kristina menatap heran. “Kalau bukan Yunita terus siapa?”

Akbar mengedikkan bahu.

Kristina kembali menarik napas. “Oke. Siapapun itu, yang jelas aku nggak pengin ketemu siapa-siapa hari ini. Papa bilang aja kalau aku nggak mau ketemu dia.”

“Sayang.” Akbar mengelus puncak kepala putrinya. “Papa nggak pernah ngajarin anak papa ini bertindak tidak sopan sama tamu. Kasihan. Dia datang jauh-jauh buat ketemu kamu, loh. Masa kamu usir gitu aja. Nggak boleh gitu, ih.”

“Tapi, Pa—”

Di sela-sela obrolan bersama sang papa, tiba-tiba notifikasi pesan masuk di gawai Kristina kembali terdengar. Kristina berusaha tidak peduli, tetapi gagal ketika panggilan suara dari nomor asing menyusul. Entah ada angin apa, Kristina menggeser ikon hijau lalu menempelkan benda pipih itu di telinga.

KRISTINA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang