32. Telah Berlalu (1)

1.3K 161 8
                                    

Luhung berlari secepat kilat menyusuri koridor rumah sakit, istri tercintanya akan melahirkan. Dan pesawatnya tadi delayed, dia berdoa dan memohon agar menyaksikan saat Neva membawa buah cinta mereka hadir ke dunia. Kalau tidak Luhung pasti merasa tak berguna.

Oh astaga, harusnya dia segera pulang. Tapi, siapa akan menyangka. Perkiraan hari lahir bayi mereka pertengahan bulan, tetapi ternyata maju seminggu. Membuat Luhung yang masih disibukkan dengan urusan pekerjaan pontang panting.

Neva!

Dengan terengah, Luhung masuk ke dalam ruang persalinan, terlihat Neva sedang kesakitan sambil tangannya menggenggam tangan ibunya.

"A-abang." Neva merintih. Luhung secepat kilat mendekat dan menggantikan posisi Ibu Neva. Terasa tangan Neva menggenggamnya kuat, sangat keras. Luhung membelai kening istrinya.

Syukurlah, dia belum terlambat. Kaki Luhung lemas. Moment berikutnya adalah moment yang tak bisa dia jelaskan, seluruh perasaannya tumpah ruah. Tepat pukul 9 malam, saat terdengar suara tangis bayi memecah keheningan. Begitu keras dan nyaring.

Neva, beberapa kejadian di masa lalu muncul dalam ingatannya. Seandainya dulu dia tetap bodoh ... membiarkan perempuan itu, o Tuhan! Betapa dia sangat bersyukur saat ini.

Seorang bayi perempuan yang sangat cantik, menambah kebahagiaannya. Luhung tak mampu berkata apapun lagi. Seperti membeku seluruh waktu saat bayi mungil berada di dekapannya, seperti terlihat masa depan nan damai di wajahnya.

Luhung menatap Neva, terlihat wajah bahagia walau lelah di sana. Rasanya tak bisa diungkapkan, setelah kehilangan keluarga, Luhung nyaris tak pernah terpikirkan akan menjadi seorang ayah dan suami. Mereka berdua, begitu cantik. Perempuannya. 

Bayi mungil diletakkan di samping Neva, dia tersenyum sangat bahagia. Membuat Luhung heran, betapa kuat dan tangguh perempuan itu. Bisa tersenyum lepas. Seolah tidak ada yang terjadi, seolah kehidupan mereka tidak pernah ada ancaman dan teror.

"Cantik." Neva berbisik lirih, Luhung membelai rambut dan mengecup kening Neva. Di dalam hati berkata, kali ini akan menjaga mereka berdua sekuat tenaga.

"Mama hebat." Luhung berbisik di telinga istrinya. "Terima kasih sayang."

Neva tersenyum, kemudian berkata pada Luhung kalau dia selalu bahagia saat bersamanya. Tetapi kali ini dia merasa paling bahagia. Luhung menganggukkan kepala. Semoga mereka akan bahagia terus sampai kapanpun.

***

Kediaman orangtua Neva ramai berdatangan tamu, melihat bayi perempuan mereka dan membawakan kado-kado yang lucu. Tante dan Om Luhung juga standby di sana, mereka tidak memiliki anak. Jadi anak Luhung adalah cucu kesayangan mereka juga. Belum lagi anak-anak sekretariat PA tak putus-putus selalu membuat keramaian. Luhung tertawa melihat betapa semangat Ayah Mertuanya bercerita tentang pengalaman sewaktu berorganisasi dulu. Sembari memberi petuah-petuah bijak.

"Papa." Neva memanggilnya. Luhung segera mendekat.

"Mau ada tamu dari kantor mama, kuenya masih ada nggak?" Neva masih perlu banyak beristirahat, Luhung jelas tidak membiarkan dia bekerja terlalu banyak. Lagipula, Luhung merasakan perubahan besar hidup mereka setelah memiliki bayi. Sudah hampir dua hari ini Luhung belum tidur karena bayi selalu terbangun di malam hari. Karena itu, dia tak ingin Neva kelelahan. Terutama karena istrinya itu masih sakit akibat persalinan.

"Jangan khawatirkan itu. Selama air belum kering, masih aman." Luhung tertawa.

"Hmm mulai deh, emang tamu mau dikasih minum doang." Neva memasang wajah merengut geli.

"Bang Erik juga mau datang." Luhung menghela nafas dalam. Neva menatapnya, setelah kelahiran bayi, Luhung sedikit banyak melupakan kerjaan dan masalah Disioka. Mungkin kehadiran Bang Erik akan membuatnya mengingat kembali perihal pria itu.

Rumah Kedua (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang