25. Chapter 13.2 Prasangka

891 186 7
                                    

Darah Luhung berdesir. Headline Harian Cakrawala hari ini di acc oleh Bang Erik. Mantan Supir Sumitro telah mengkonfirmasi bahwa dalam kasus sengketa lahan, Sumitro dibekingi oleh Disioka Lefir. Luhung beberapa bulan terakhir telah menyusun fakta dan data juga fokus mengumpulkan saksi. Akhirnya saksi kunci dalam kasus ini buka suara eklusif hanya kepada Harian Cakrawala. Berita Harian Cakrawala berhasil membuat kegemparan, seperti effect domino berita itu menjalar ke mana-mana. Pencalonan Disioka sebagai gubernur dipertanyakan walau ada yang mengaitkan itu berita politis dari calon lawan Disioka.

Para awak media mengerubung di depan Gedung DPRD menunggu Disioka sang anggota dewan yang terhormat, pria berusia 50-an yang terkenal tanpa cela itu muncul. Gelombang unjuk rasa dari masyarakat didamping NGO yang bersengketa turut memenuhi halaman Gedung DPRD.

Luhung mendapat telepon dari Om Deni, perintah dari beliau untuk terus berhati-hati. Disioka tidak akan tinggal diam.

"Kamu sudah lihat," kata Bang Erik.

Luhung mengangguk. Bang Erik melanjutkan, "Baru dugaan keterlibatan, reaksi massa sudah seperti ini. Sekarang kita berjalan di seuntai tali. Tersilap sedikit ...." Bang Erik menyilangkan tangan di lehernya.

Mereka memantau live dari Gedung DPRD di Televisi. Ada Pak Joni, bos Neva yang memberi pernyataan. Sumitro merupakan klien besar mereka, sekarang keterlibatan Disioka semakin membawa kasus ini ke permukaan. Bahkan NGO tempat Joe bekerja mulai ikut dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat yang menjadi lawan dari Sumitro. Joe beberapa kali menelpon Luhung untuk bertukar informasi.

Di saluran langsung TV Cakrawala, tampak Isia juga live dari Gedung DPRD. Ajudan Disioka, Deo menyampaikan pihak Disioka akan menggelar konferensi Pers pada pukul 3 sore. Bang Erik mengutus 3 wartawan untuk meliput konferensi pers.

"Mereka akan segera cuci tangan. Tapi ini akan cukup berpengaruh terhadap elektabilitas Disioka dalam pencalonan gubernur."

"Skandal." Luhung berkata.

"Apa?"

"Masih belum cukup untuk menjatuhkan dia. Buat dia jatuh sedalam-dalamnya, maka semua orang akan membongkar siapa dia sebenarnya."

Bang Erik manggut-manggut mendengar perkataan Luhung. Menurut Bang Erik tulisan ini karya dari tangan dingin Luhung, tidak membara seperti biasa kalau menyangkut lelaki itu. Terkonsep dengan baik, mereka tak akan punya celah untuk menyasar Harian Cakrawala. Bang Erik dan Luhung masih terus memantau perkembangan dari Gedung DPRD melalui TV.

Dalam konferensi persnya, Kuasa Hukum Disioka membantah keras keterlibatan kliennya dalam kasus sengketa lahan. Mereka juga akan melayangkan surat pencemaran nama baik ke Harian Cakrawala yang diyakini menjadi sumber pemberitaan tidak benar tersebut.

"Mereka hanya menggertak. Mereka tidak akan berani mengkriminalisasi jurnalis saat ini." Bang Erik berkomentar lagi. "Tapi kamu bersiaplah, kemungkinan akan dimintai keterangan oleh penyidik." Luhung mengangguk.

Ponsel Luhung berdering, Isia dia mengajak untuk bertemu.

"Siapa?" tanya Bang Erik. Seharian ini Bang Erik selalu menanyakan siapa yang menelpon dia. Bang Erik sudah menganggap Luhung seperti keluarga sendiri, jadi jelas dia merasa khawatir .

"Orang-orang di dekatnya mulai panik," sahut Luhung. "Aku keluar dulu bang."

***

Luhung memarkir kendaraannya di parkiran rumah makan yang berada di sekitar Gedung DPRD. Dia masuk dan mendapati Isia duduk sendirian. Tak ada senyum sumringah di wajahnya yang biasa muncul saat bertemu Luhung.

Rumah Kedua (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang