Perjalanan ke wilayah utara memakan waktu tiga jam, Neva dan Prim mulai bosan, tapi selalu ada cowok-cowok yang jadi pahlawan kesiangan, melayani mereka dengan sepenuh hati.
Peserta cewek banyak, tapi kalian pusat perhatian. Begitulah yang dikatakan para pahlawan kesiangan. Mata Neva liar mencari bus panitia. Mencari sosok itu, siapalagi?
"Nev." Prim memanggilnya.
"Iya."
"Ada yang kamu sembunyikan dari aku, ya?" selidik Prim.
Beginilah susahnya punya sohib, kita nggak bakalan bisa simpan rahasia. Perubahan sikap sedikit saja langsung terdeteksi.
"Kamu tu ... yahhh," Neva meliriknya. "Iya memang ada, tapi aku belum mau bilang."
"Aih apaan, sih?? Kan ... kan ... aku udah curiga, deh." Prim merengut.
"Nanti aku cerita kalo udah mood."
"Malas, nih, yang begini."
Pembicaraan mereka terhenti karena ada yang berteriak, menginformasikan bus mereka hampir sampai ke lokasi. Neva dan Prim segera melayangkan pandangan melalui jendela.
Lokasinya benar-benar indah, persis yang digambarkan Kak Rena bahkan melebihi harapan Neva.
"Indah banget, kayak lukisan." Neva menutup mulutnya. Mereka telah sampai dan turun dari bus.
"Iyaaa ...." Prim bersorak kegirangan, ini lebih mengharukan daripada menginjakkan kaki pertama kali di luar negeri," kata Prim lagi. "Ternyata banyak banget tempat-tempat indah di negara kita."
"Prim, ayo angkat ransel kamu." Neva berkata.
"Ada nggak bala bantuan?" Prim menjerit manja.
"Bala bantuan apa?? Fans club kamu udah ketinggalan di sekolah." Neva terkikik.
"Kita bentuk fans club baru beb di sini, supaya kegiatan mengenal alam kita lebih indah dan nyaman."
"Misi kamu keren." Neva terkikik lagi. "Ayo itu tendanya nggak jauh."
"Neva, jangan paksa aku. Ini benar-benar dunia baru hu ... huu ...."
"Cewek manja." Neva tertawa lagi dan salut terhadap dirinya sendiri yang mengikuti kegiatan ini tanpa keluhan.
Panitia mulai membagi-bagi tenda peserta secara berkelompok. 1 tenda diisi oleh 6 orang, ada 1 tenda raksasa untuk panitia dan tenda untuk memasak. Neva menggelar matras di pinggir dan mengawasi pemasangan tenda raksasa bersama Prim. Beberapa peserta mulai memperhatikan mereka.
"Kenapa kita harus sampai jam satu siang dan kenapa juga nggak ada tempat untuk berteduh." Prim mulai mengeluh.
"Namanya juga kegiatan alam terbuka, tentunya gini." Neva menjawab sok bijak. "Kamu haus, beb?'
"Iya haus banget, aduh ransel kita udah di dalam tenda. Dan di dalam tenda panasnya minta ampun. Malas bener mau ambil." Prim mengeluh lagu.
"Astaga Prim, udah aku yang ambil. Jagain tempatku."
"Siap." Prim melihat Neva dengan tatapan senang, Neva selalu bisa menyesuaikan diri dan bisa diandalkan.
Neva melewati tenda raksasa yang matanya diam-diam mencari sosok Luhung. Tapi dia nggak ada. Neva menuju tenda mereka dan buru-buru mengambil minuman.
"Neva, liat itu." Prim menunjuk ke arah pegunungan. "Itu apa? Air terjun, ya?"
"Wah iya." Neva memandang takjub. "Kira-kira kita bakalan ke sana nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kedua (Completed)
RomanceLuhung kehilangan kedua orangtuanya sekaligus sejak remaja karena peristiwa pembunuhan tragis, membuatnya kehilangan dan tidak percaya perasaan manusia. Tapi di saat Neva datang menawarkan sebentuk hasrat yang murni, bagaimana dia dapat menolaknya...