Luhung mondar mandir di ruang kerjanya, sudah beberapa hari tapi belum ada kabar dari Bang Erik. Teleponnya bahkan tak diangkat. Perut Luhung berbunyi tadi pagi dia tak sempat sarapan, Luhung meminta Jaka mengorder ayam bakar dari tempat langganan mereka.
Ponselnya berdering dari Tante Sheryl, Tante Sheryl memintanya menonton televisi nasional saat itu juga. Dahi Luhung berkerut, ada apa?
Luhung menyuruh Jaka menghidupkan televisi di ruang duduk dan dia menuju ke sana. Tania membawakan kopi dan memberikan pada Luhung. Luhung berdiri saat menatap Breaking News Aliansi Jurnalis Nasional dengan tim kuasa hukum, mendesak penyelidikan kembali atas kematian Tomy Dewandaru seorang wartawan senior yang diyakini telah menjadi korban konspirasi untuk menutupi korupsi dari seorang anggota dewan saat itu 1 dekade yang lalu. Gelas yang dipegang Luhung jatuh dan pecahannya bertebaran di lantai.
"Bang!" Jaka mendadak kaget. Tania buru-buru memanggil OB untuk membersihkan gelas berisi kopi yang tumpah di lantai itu.
Wajah Luhung pucat pasi, dia melihat Paman Aldo dan bahkan Bang Erik bergabung disana. Tubuh Luhung gemetar.
Telepon berdering serentak di ruangan. Bahkan ponsel Luhung juga berdering. Tak ada yang tahu kalau Tomy adalah ayah Luhung. Tapi, tentu saja berita ini seperti halilintar menyambar membumi hanguskan semua yang dilintasinya.
Luhung mengangkat ponsel dari orang yang sudah ditunggu-tunggunya.
"Sudah lihat beritanya?" Terdengar suara Bang Erik di seberang.
"Kenapa abang melakukan ini? Tanpa melibatkan aku?" Suara Luhung bergetar.
"Abang, pamanmu dan Om Deni telah lama bersiap. Kalau Sumitro kalah kami akan menunjukkan bukti yang telah lama kami temukan untuk membuka kasus ini kembali."
"Harusnya abang kasih tau aku, Bang!"
"Luhung!" Bang Erik membentaknya, kemudian suaranya melembut kembali, "Ayahmu sudah kuanggap abangku sendiri, selama ini aku tidak bisa melakukan apapun untuknya. Jadi, tugas untuk menjagamu itu yang aku lakukan, jangan melibatkan dirimu karena hal ini berbahaya. Om Deny dan pamanmu juga semua ingin melindungimu jadi jangan gegabah."
"Aku akan menyusul ke sana."
"Biarkan kami bekerja, fokuslah untuk urusan kantor. Abang juga tidak melibatkan media kita. Seandainya kasus ini hancur porak poranda, kapal perjuangan kita masih akan terus berlanjut di tanganmu, Luhung."
Luhung tersedak, dia bahkan tak sanggup menangis oleh kata-kata itu. Selama ini Luhung bernafsu, menggebu-gebu namun Bang Erik selalu memintanya berhenti. Siapa sangka mereka telah melancarkan gerakan yang bahkan Luhung tak sadari.
"Bang, kenapa bang?" Jaka bertanya. Luhung menyandarkan kening ke kedua tangannya. "Dari mana kita harus menulis berita tentang Disioka ini?" tanya Jaka.
Disioka menjadi kandidat gubernur di provinsi ini, tentu berita itu akan menjadi headline selama beberapa hari bahkan minggu ke depan. Luhung yang selama ini memiliki begitu banyak berita yang akan dia angkat mengenai Disioka bahkan tak tahu harus memulai dari mana.
"Kita rapat jam dua," kata Luhung pada Tania. Tania mengangguk seraya keluar untuk menghubungi rekan-rekan mereka yang berada di lapangan.
"Ada tamu, Bang. Mbak Neva," kata Jaka melihat seseorang telah memasuki ruangan mereka. Luhung menoleh.
"Aku keluar, Bang." Jaka meninggalkan Luhung dan Neva berdua saja di ruangan.
"Neva." Luhung kaget melihat kekasihnya datang tanpa pemberitahuan. Neva menghambur memeluk Luhung tanpa peduli mereka sedang berada di kantor. Neva terisak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah Kedua (Completed)
RomanceLuhung kehilangan kedua orangtuanya sekaligus sejak remaja karena peristiwa pembunuhan tragis, membuatnya kehilangan dan tidak percaya perasaan manusia. Tapi di saat Neva datang menawarkan sebentuk hasrat yang murni, bagaimana dia dapat menolaknya...