Kerumunan orang di depan mading utama dekat pintu masuk gedung sekolah menyapa Aksa dan Rayan ketika pertama sampai. Setelah menempelkan jari di fingerprint absensi yang berjejer di sepanjang dinding, mereka berjalan ke arah kerumunan tersebut.
"Kayanya UTS masih lama deh. Pada liatin apa si?" Rayan memanjangkan lehernya berusaha menemukan apa yang menjadi pusat perhatian siswa lain.
"Gila ya, kejadian lagi loh. Bener-bener bahaya itu cewek."
"Jadi gosipnya bener, ya? Kakak kelas tiga yang cantik itu sejahat ini?"
"Jangan deh sekali-kali lo berurusan sama dia. Udah sinting."
"Berlindung di bawah bayang-bayang kakeknya doang aja sok ngerasa paling berkuasa."
"Ssstt, kalo dia tau lo ngomong gitu, lo bakal nyusul Vincent, ege. Siap-siap didepak lo dari sini."
Bisik-bisik yang terdengar hingga telinga Aksa membuat alisnya berkerut. Ia ikut memanjangkan lehernya dan menemukan pemberitahuan yang menjadi pusat perhatian.
PENGUMUMAN DROP OUT
VINCENT MATTEO
12.IPS.2
ALASAN:
PENGGUNAAN NARKOBA
"Anjir, gak maen-maen si Nara," gumam Rayan setelah berhasil membaca papan pengumuman tersebut. "Sa, gimana nih? Sekarang kita kayanya udah jadi buronannya Nara juga."
Di sampingnya, Rayan gelisah. Mengingat kelancangan mereka kemarin yang mengganggu aktivitas Nara dan teman-temannya, mungkin benar gadis itu sudah menandai wajahnya sekarang.
Ini bukan yang pertama kali. Setahun lalu sudah 3 siswa yang dikeluarkan dari sekolah. Ketiga siswa tersebut diketahui sama-sama memiliki masalah dengan Nara.
Mereka semua percaya bahwa Nara bisa melacak semua sisi buruk siswa di sekolah ini dan ia akan memanfaatkannya agar semua siswa tunduk terhadapnya.
"Rekam jejak kita kan bersih, Yan. Tenang aja." Aksa mencoba menenangkan Rayan sambil membelah kerumunan menuju tangga ke lantai 3. "Paling digebukin doang sama Ezra."
"Bangsat, ya lo. Bisa-bisanya lo santai ngomong gitu. Gue masih mau nikmatin masa-masa terakhir sekolah dengan aman dan nyaman, Sa. Tujuan gue sekolah di sini belom tercapai."
"Nyari cewek cakep buat dijadiin pacar?"
Rayan menarik napas dan mengembuskannya kasar. "Iya lah. Gue kira bakal gampang cari cewek cakep yang bisa dijadiin pacar di sini. Ternyata susah juga."
"Ya karena gak ada yang mau aja sama lo." Kekehan kecil meluncur dari bibir Aksa saat Rayan menggembungkan pipi.
Begitu menginjak tangga terakhir, yang pertama mereka lihat adalah orang-orang yang berjalan nunduk. Koridor yang biasanya sangat ramai di pagi hari, kini sepi. Hanya suara langkah kaki dan suara ramai dari lantai bawah yang terdengar.
Kebetulan kelas Aksa dan Rayan terletak tepat di sebelah tangga barat yang baru saja mereka gunakan. Ketika mereka berbelok di tikungan, tiga perempuan yang bersedekap dada telah berdiri di depan pintu kelas.
Sontak Rayan perlahan menunduk dan bergeser ke belakang tubuh Aksa. Ia membuka tas Aksa dan mengambil paper bag di sana kemudian memberikannya ke Aksa.
Tangan Aksa terulur menyerahkan tas tersebut kepada Nara dan gadis itu langsung terburu-buru memeriksa celana yang ada di dalamnya. Nara tertegun melihat celana yang sebelumnya terdapat noda kopi, kini kembali putih seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTED
Teen FictionKeinginan Aksa hanya satu, yaitu bisa kembali melihat ibunya membuka mata. Selain itu, hidupnya datar dan tidak menarik. Namun, apa jadinya jika Aksa tiba-tiba harus berurusan dengan Ratu Sekolah yang paling ditakuti? ---------- Ini cerita tentang m...