Sesekali Aksa melirik jam dinding di ruangan sepi dan dingin ini. Semoga saja ia tidak telat masuk sekolah nanti. Matanya kembali beralih ke perempuan yang sedang memakan lahap makanan yang tadi ia bawa.
Sungguh berbeda dari pesona yang ditampilkannya selama ini di sekolah. Nara menyantap sarapannya seperti belum makan satu bulan saja. Kini Aksa agak khawatir makanan yang ia bawakan tidak cukup memenuhi rasa lapar gadis itu.
"Kok lo mau nganterin gue makanan sih? Tumben banget?" tanya Nara kepadanya setelah gadis itu menyelesaikan sarapannya.
Sambil memperhatikan Nara yang berjalan ke dapur, Aksa menjawab "Udah bagus gue mau nganterin."
Jika saja bukan karena permohonan Arya, Aksa tidak akan mungkin repot-repot menyempatkan waktunya untuk ke apartemen gadis ini.
Ia bangkit dari duduknya dan meraih tas di lengan sofa Nara. Ketika Aksa melewati dapur untuk membuka pintu apartemennya, Nara dengan sigap berlari dan menghalangi pintu utama sambil bersedekap di sana.
"Mau kemana?" tanyanya sambil menaikkan dagunya.
"Ya sekolah."
"Ya ampun, baru juga nyampe di sini. Lo gak mau mampir dulu gitu?" Nara mengangkat kedua alisnya. Terlihat sedikit ekspresi permohonan di sana.
Aksa hanya mengembuskan napas pelan. Ia menggaruk tengkuknya sambil melirik sekitar. Apartemen Nara terasa sangat dingin dan sepi. Tidak ada suara sama sekali. Bahkan Aksa lihat di ruang tengah tidak ada televisi. Mungkin semua alat hiburan itu ada di kamar Nara. Namun, tetap saja rasanya apartemen ini sangat asing baginya.
Tidak mungkin ia menuruti Nara untuk tinggal sebentar di sini kan? Berdua dengan perempuan iblis ini? Tidak. Lebih baik Aksa kerja full time selama satu minggu di tempat Tasya.
"Kenapa? Takut khilaf ya? Gue tau kok gue emang cantik banget sampe susah gitu kan kalo berduaan sama gue?" Celotehan Nara membuat Aksa mengerutkan keningnya. Bahkan hal itu tidak terpikirkan sama sekali di kepalanya sekarang. "Tapi gue cuma mau minta ditemenin. Bentar aja kok. Sampe jam 12 gitu."
"Mau ngapain sih?"
"Jalan-jalan. Gue bosen banget dari kemarin di sini terus. Mau keluar tapi gak ada temen. Ayolah, Sa. Jarang-jarang loh bisa jalan sama gue."
"Gak, Nar. Gue mau sekolah. Permisi." Aksa menghaluskan suaranya agar Nara berkenan beranjak dari pintu. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Nara berbalik badan dan merentangkan tangan serta kakinya seperti memeluk pintu sambil kembali mengancam.
"Gak boleh," ucap Nara yang saat ini membelakangi Aksa. "Bolos sekali doang kenapa sih, Sa?"
"Gue udah diskors kemarin gara-gara lo."
"Skors gak bikin lo gak lulus, anjir! Takut banget sih. Rangking paralel lo juga udah kaya lidi kan satu semua? Bolos sehari doang aja anti banget."
"Engga, dulu pernah juara 2 waktu kelas sepuluh semester dua."
Nara terlihat mendengus kesal kemudian kembali menghadap Aksa sambil berkacak pinggang. "Bodo deh ya. Yang penting sekarang lo tunggu di sini, kita jalan-jalan oke?"
Gadis itu menepuk pundak Aksa sebelum akhirnya melesat ke kamarnya sendiri. Sepeninggalan Nara, Aksa menghela napas lega sambil menarik pintu apartemen Nara dan memutuskan pergi dari sana.
Aksa sudah bertekad, ini adalah terakhir kalinya ia berurusan dengan perempuan itu. Semoga saja Arya tidak lagi memohon-mohon kepadanya seperti yang pria itu lakukan beberapa hari belakangan.
*
"Apa?! Aksa nolak jadi tutor Nara?!"
Suara nyaring Nara memenuhi ruang apartemennya yang hening. Arya juga terdengar cukup terkejut mendengar intonasi Nara yang tiba-tiba berubah di telepon.

KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTED
Novela JuvenilKeinginan Aksa hanya satu, yaitu bisa kembali melihat ibunya membuka mata. Selain itu, hidupnya datar dan tidak menarik. Namun, apa jadinya jika Aksa tiba-tiba harus berurusan dengan Ratu Sekolah yang paling ditakuti? ---------- Ini cerita tentang m...