TWISTED || 20

31 8 10
                                    

Permisi.. pakettt~

Maap lagi guys lagi banyak keperluan akhir-akhir ini HEHE.

Selamat membaca!

***

Tubuh Nara membeku dan lidahnya mendadak kelu saat melihat sosok papanya di depan mata. Pria paruh baya itu masih terlihat tampan seperti yang Nara ingat dulu. Hanya saja tubuhnya lebih kurus dan bulu-bulu di wajahnya terlihat tidak terawat.

Jas putih khas rumah sakit yang masih dikenakannya menutupi aura dingin dan gelap pria itu.

"P.. Papa?" gumamnya dengan suara tercekat.

Pria itu menarik bibirnya sedikit. Sedikit sekali. Tetapi hati Nara bagaikan disirami sesuatu yang sangat menyejukkannya. Gadis itu menggigit bibir menahan senyuman dan tangisan gembira yang memaksa dikeluarkan. Kemudian mempersilakan pria itu masuk ke dalam unitnya.

Ararya, pria berambut agak panjang melangkah memasuki unit apartemen anak semata wayangnya. Perlahan, pria itu mengamati dinding kosong di sana. Ruangan yang didominasi warna cokelat dan krem tersebut memiliki kesan dingin yang sangat kental.

Duduk di sofa cokelat, diiringi dengan Nara yang meletakkan gelas kosong dan botol berisi air dingin dari kulkas, Arar mengamati pergerakan Nara lamat-lamat.

"I-itu... ekhm. A-Aku cuma ada itu," ucap Nara terbata-bata diselingi dehaman karena tenggorokannya terasa sangat tercekat.

"Gapapa," ujarnya dengan suara berat. Arar meraih gelas kosong tersebut dan menuanginya air dari botol. Kemudian meneguknya hingga habis.

Nara mengamati setiap gerakan Arar. Menatap takjub sosok di hadapannya dan berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa ini adalah nyata.

Papanya ada di hadapannya sekarang.

Hening memeluk mereka berdua cukup lama. Tidak ada yang berniat membuka suara terlebih dahulu. Jam dinding berdetak untuk yang kesekian kali, tetapi dua insan tersebut tetap sibuk dengan pikiran masing-masing.

Nara yang pertama buka suara. Ia membersihkan tenggorokannya yang masih tercekat. "Papa lagi gak sibuk?"

"Kamu apa kabar?" alih-alih menjawab, Arar bertanya balik dengan pandangan sepenuhnya terarah pada Nara.

Baru saja membuka mulut untuk menjawab, Nara mengatupkan bibirnya kembali. Ada sesuatu yang memaksa keluar dari hatinya. Wajahnya memanas saat merasakan aliran air matanya mulai membasahi pipi.

Wajah Arar berubah sendu melihat linangan air mata putrinya. Jemarinya bergerak mengusap air mata itu sambil bergumam pelan.

"Maafin Papa."

Semakin terisak Nara di sampingnya, membuat Arar ragu-ragu menyentuh pundak anaknya tersebut.

Lalu, direngkuhnya gadis itu dengan perasaan membuncah yang telah lama tidak mereka rasakan.

*

Pagi ini Aksa mengurungkan niatnya untuk mengunjungi ibunya di rumah sakit. Dua hari belakangan ini, Aksa menjaga ibunya penuh waktu. Aksa sampai izin sekolah selama dua hari demi menghabiskan waktu bersama ibundanya.

Ibunya belum bisa beraktivitas seperti biasa karena kondisinya masih sangat lemah. Tetapi, kondisinya sudah jauh membaik dari 4 tahun belakangan.

Sebuah keajaiban ibundanya dapat membuka mata dan berkomunikasi dengan Aksa meskipun masih sangat terbata-bata dan belum dianjurkan untuk banyak berbicara.

TWISTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang