TWISTED || 6

32 10 4
                                    

Bantu share cerita ini yuk. HEHE😚

Happy Reading anw!

🍭🍭🍭

Beberapa siswa terlihat menunjukkan gestur bosan, bahkan ada yang sudah terlelap. Namun, Bu Lesti tetap menjelaskan jenis-jenis peta dengan suara yang sangat lirih.

Tidak perlu pura-pura mengerti ocehan guru yang sedang menunjuk-nunjuk pancaran gambar di layar proyektor. Bagi Nara, Hera, dan Selsa merumpi di tempat duduk paling belakang adalah agendanya sehari-hari.

Tempat duduk yang disusun per orang juga memudahkan mereka untuk berinteraksi tanpa perlu mengganggu teman sebangku yang lain.

"Jadi gimana? Udah tau siapa The Next One Less Lonely Boy?" tanya Hera yang duduk di sampingnya sambil membenarkan rol rambut di poni.

Alih-alih menjawab, Nara justru masih terdiam di kursinya sambil menatap kosong layar ponsel di mejanya.

"Kacang kacang kacang," Hera bergumam sambil lanjut menggulung rambutnya. Tangannya langsung terangkat ketika Selsa memutar tubuh dan hendak mengatakan sesuatu. "Gak usah, jangan jawab 'telur telur telur'. Basi bego."

Selsa mencibir, sedangkan Nara menutup telinganya.

Ia benar-benar tersiksa. Belum pernah Nara sejengkel ini karena terlalu... entahlah. Nara tidak tahu pasti perasaan jenis apa yang membuatnya sangat tertarik untuk kembali melibatkan Aksa dalam hidupnya.

Sudah seminggu lebih tapi dia masih sangat menyesal tentang taruhan yang pernah dibuat olehnya sendiri. Setiap kali ia berpapasan dengan lelaki itu pun Aksa hanya menunduk—yang Nara yakin itu hanya formalitas.

Ah, peduli setan dengan taruhan. Tidak mau tahu, Nara hari ini harus bertemu dan memaksa lelaki itu untuk berbicara padanya.

Dia meraih ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Karena menurutnya Aksa bukan orang yang aktif bersosial media—terlihat dari akun Instagram dan Twitternya yang hanya mengunggah tugas, maka Nara memutuskan untuk mengirimnya via SMS.

Naraya: pulang sekolah temuin gue. Abis bel banget loh ya! Awas aja kalo telat!!!

Ponsel itu kembali ia letakkan di meja. Sambil menopang dagunya, Nara menggigit bibir.

"Ah, masa cepet banget sih udah ulangan harian aja?" keluh Selsa yang duduk di depan Nara. Murid lain juga ikut mengeluh karena merasa terlalu cepat untuk dilaksanakan ujian.

Nara yang biasanya protes paling keras, kini masih sibuk menatap ponselnya.

Apa ini dihitung mengganggu? Apa Aksa berpikir dia tidak sportif? Apa ada kata-katanya yang salah? Kenapa lelaki itu belum menjawab?

Mungkin saja lelaki itu sudah memblokir nomornya?

Nara menggelengkan kepala. Tidak mungkin. Meski menurutnya Aksa sangat sombong, lelaki itu tidak mungkin sampai memblokir orang lain cuma karena jengkel.

Lagipula, berkirim pesan seperti ini sangat wajar bukan? Tidak berarti Nara mengganggunya.

Sial. Persetan dengan kesepakatan atau apapun itu. Memang apa bagusnya lelaki sombong bertangan satu itu?

"Cih, mentang-mentang udah gue lepasin, sombongnya minta ampun. Lo pikir lo keren, hah?! Gue juga males punya kacung kaya lo! Gak ada nurut-nurutnya. Nyari penyakit doang tau gak?!"

Napas Nara naik-turun sambil menatap kesal ke arah ponselnya di meja. Tanpa sadar, seluruh perhatian di kelas tertuju padanya.

"Ra, ngape lo?"

TWISTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang