Dentuman suara keras memenuhi telinganya sejak dua jam yang lalu. Bukan hal asing baginya berada di tempat dengan pencahayaan redup seperti ini.
"Ra, ayo minum, Ra!!!" teriakan Hera yang sudah mulai terbawa pengaruh alkohol memekakan telinga, melebihi musik yang sedang berdentum di sekitarnya.
"Tau. Lo! Biasanya juga paling teler," komentar Selsa yang kini sedang memijat pelipisnya sendiri di sebelah Nara.
Nara memutar bola matanya sambil melipat tangan di dada. Enggan menanggapi racauan kedua temannya, gadis itu menjatuhkan pandangan ke lantai dansa. Menatap kosong ke arah sana.
Sejak kemarin, suasana hatinya sangat tidak menentu. Ia sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Biasanya, jika ia sedang berada di fase ini alkohol adalah obat yang paling ampuh. Namun, Nara tahu itu tidak akan bekerja untuk kali ini.
"Minum, Ra!!" Hera menyodorkan gelas di depan wajah Nara tanpa peringatan.
Tangan Nara langsung menangkisnya hingga gelas itu terlempar. "Gak mau, Her! Besok gue mau belajar sama Aksa!!"
"Yaelah Aksa terus, lo! Gak ada ngaruhnya, Ra! Lo minum sekarang, belajarnya besok," Hera kembali berteriak di depan wajah Nara, membuat Nara mengernyit karena bau alkohol yang sangat menyengat memenuhi indera penciumannya.
"Ya lo kan tau kalo gue hangover sampe besoknya masih teler!" Nara mendelik kesal.
"Lagian ngapain sih, Ra. Di antara gue, Hera, sama lo. Lo kan yang paling males," ucap Selsa yang kini bangkit dari sandarannya dan ikut bergabung sambil kembali menuangkan minuman ke gelasnya.
"Dia tuh sekarang udah jadi Busa, Sel."
"Busa?"
"Budak Aksa."
Mata Nara membelalak kesal, ia menoleh ke Hera dengan tatapan tidak terima. "Heh! Sejak kapan gue jadi budak cowok songong itu? Gila ya lo?" Telunjuknya menunjuk diri sendiri dengan ekspresi yang tidak terkontrol. "Orang kaya gue? Budaknya cowok cacat kaya dia? Plis deh, dunia runtuh yang ada."
"Lagian sih, lo kalo belajar sama Aksa keliatannya semangat banget. Kita ditinggal terus," celetuk Hera membalas sengitan Nara.
"Ya itu karena gue gak terima dia underestimate gue terus! Lo tau? Dia sering banget ngeremehin gue kalo nilai gue jelek. Pake ngebanding-bandingin sama nilai dia pula. Lo kan tau gue kompetitif banget orangnya. Ya gue gak terima lah digituin. Gue mau buktiin ke dia kalo orang yang sering dia remehin ini juga bisa ngalahin dia di akademik."
Ucapan Nara yang berapi-api mengundang gelak tawa dari Selsa dan Hera. Keduanya saling bertukar pandang sambil memukul meja di depannya.
"Gak mungkin lah, Ra. Lo gila aja mau ngelangkahin otak jenius dia. Dia cuma pernah dikalahin sekali waktu kelas sepuluh dulu. Lagian juga kita beda jurusan. Lo juga peringkat paralel sampahan kaya kita," ujar Selsa sebelum menegak segelas minuman di tangannya, hingga mengernyit merasakan rasa kuat mengalir di tenggorokannya.
"Aaaa, jadi lo berdua juga gak percaya sama kemampuan gue? Iya?" Nara berkacak pinggang dengan tatapan berapi-api. "Mendingan benerin dulu itu otak lo berdua. Baru deh boleh komenin gue. Otak sama-sama butut sok-sokan ngehina lo."
Selsa dan Hera kompak mencibir sahabatnya hingga mendapatkan satu cubitan keras dari Nara di lengan mereka.
Kedua sahabatnya ini memang sangat pandai melawan dirinya hanya saat sedang di bawah pengaruh alkohol. Namun, Nara masih bisa memahami kedua sahabatnya ini. Karena meskipun Nara terkenal galak dan tidak suka dilawan, hanya mereka berdua yang masih berada di sisi Nara saat seluruh siswa takut terhadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTED
Teen FictionKeinginan Aksa hanya satu, yaitu bisa kembali melihat ibunya membuka mata. Selain itu, hidupnya datar dan tidak menarik. Namun, apa jadinya jika Aksa tiba-tiba harus berurusan dengan Ratu Sekolah yang paling ditakuti? ---------- Ini cerita tentang m...