TWISTED || 16

28 8 5
                                    

Meskipun gedung perpustakaan sekolah mereka hanya memiliki 2 tingkat, tetapi jarak antara atap dan permukaan tanah di bawahnya cukup jauh. Napas Aksa menderu melihat sosok Nara yang sedang bergeming di depan sana sambil bersedekap.

Aksa bernapas lega ketika melihat jarak Nara lumayan jauh dari tepi atap. Beberapa saat ia hanya melihat punggung gadis itu. Tidak ada tanda-tanda Nara akan melakukan hal yang aneh.

Akhirnya Aksa melangkah mendekati Nara.

"Na–"

"Dulu Andra bunuh diri di sini." Langkah Aksa berhenti mendengar Nara bersuara di depannya.

Gadis itu menyapu tatapannya ke sekeliling. Rambut bergelombang sepinggangnya terhempas ke belakang terkena terpaan angin sedang.

Aksa ingat kejadian 1 tahun lalu. Kejadian yang sangat menggemparkan satu sekolah. Salah satu siswi SMA Motacilla ditemukan tewas dengan bagian posisi tubuh aneh di bawah gedung perpustakaan. Peristiwa tersebut yang membuat Nara memiliki citra yang sangat buruk di sekolah.

Tidak ditemukan bukti apapun mengenai kematian Aliandra, siswi baru kelas 10 pada saat itu. Perempuan itu tidak meninggalkan pesan kematian apapun.

Tentu saja yang menjadi tersangka utama adalah Nara dan kawan-kawan. Merekalah yang bertanggung jawab atas kematian Aliandra. Hal itu karena diduga Aliandra melakukan aksi bunuh diri akibat tekanan mental sebagai korban perundungan Nara dan kawan-kawan. Setidaknya itulah yang dipercaya oleh mayoritas penduduk sekolah.

Ditambah lagi, di hari Aliandra ditemukan tewas, Nara tidak masuk sekolah dengan alasan yang tidak jelas.

"Walaupun kasus itu udah ditutup lama, tapi semua orang masih ngira gue yang nyebabin anak itu bundir, bahkan ada yang bilang gue yang ngebunuh dia," katanya sambil melangkah mendekati tepi. Aksa melangkah dengan panik dan meraih lengan Nara.

"Nara, lo jangan gila."

Gadis itu menatapnya sinis. "Apaan, sih. Gue emang cewek bermasalah. Tapi gue masih punya otak. Tenang aja gue gak bakal bundir di depan lo."

Perlahan, Aksa melepaskan tangannya dari lengan Nara. Gadis itu menyelipkan rambutnya di belakang telinga sambil bergumam. "Gak tau ya, kalo di belakang lo gimana."

"Nara!"

Kekehan geli Nara terdengar. "Enggak lah, Sa." Nara mengembuskan napas sambil merentangkan kedua tangannya. "Orang tuh ya, kalo bunuh diri, sebenernya gak bener-bener pengen mati. Karena yang pengen dia ilangin tuh masalahnya, bukan nyawanya."

Dalam situasi seperti ini, Aksa sama sekali tidak melihat raut sedih dalam wajah Nara. Lebih tepatnya, ekspresi gadis itu terlalu tenang sekarang. Gadis itu memejamkan mata sambil merasakan semilir angin menerpa wajahnya.

Suara ramai mulai terdengar dari bawah. Banyak yang memotret Nara, tetapi yang berteriak hanya Selsa, Hera, dan Ezra.

"Nar, turun ya? Bahaya."

"Kalo gue keluar dari sekolah, Motacilla aman kali ya, Sa?" ucapnya. "Gak ada kasus aneh-aneh lagi. Gak ada kehebohan lagi. Gak ada aturan-aturan sinting lagi. Semuanya bisa berjalan dengan damai."

Nara membalikkan tubuhnya dan berkacak pinggang sambil menatap Aksa. "Toh, hidup gue emang udah gak berguna. Kalo gue ilang, orang-orang pasti seneng. Gak ada yang nanyain keberadaan gue."

"Ngomong apa sih, Nar. Udah ayo turun."

"Lo juga pasti seneng, kan. Gak ada yang bikin lo repot lagi."

Aksa kehabisan kata-kata. Ia mengusap tengkuknya kasar. "Nara. Nanti gue bantu lo ngomong sama Pak Bram. Pak Bram pasti ngasih lo kesempatan."

"Kalo pun gue dikasih kesempatan, gue yakin gak cuma sampe sini. Feeling gue bener-bener gak enak, Sa. Foto yang bocor itu, seolah jadi salam pembuka dari pelaku buat gue,"

TWISTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang