TWISTED || 26

18 3 13
                                    

"...but, he's a guiding light whose love shows us the way."
-unknown

---

Kakek Jahat: Saya gak bisa ke sekolah besok. Nanti akan ada yang menggantikan saya. Maaf.

Naraya: Yayayayayayaya! Biasanya juga Kakek gak ngambil raport aku! Gak usah merasa bersalah atas itu ya, Kek. Merasa bersalah aja karena gak percaya sama aku sampe akhir!😠
Naraya: Kakek jangan kirim makanan ke aku malem ini. Aku mau mogok makan!

Nara agak membanting ponselnya ke meja di depannya, sambil kembali melahap nasi goreng pinggir jalan.

"Kenapa?" tanya Aksa menatapnya bingung.

Aksa dan Rayan menunggunya di depan ruang guru tadi setelah Nara mengerjakan soal UTS seharian penuh di sana. Kedua pria itu menyambutnya dengan tatapan khawatir. Tetapi setelahnya mereka sama-sama merangkul Nara dan berkata bersamaan.

"Lo hebat, Ra!"

Yang kemudian, Rayan mendorong kepala Aksa karena merasa Aksa yang mengikuti kata-katanya terlebih dahulu.

Nara tertawa lepas sore tadi. Tetapi harus kesal lagi karena Bram masih saja tidak mempercayainya.

"Kakek gak mau dateng besok," katanya sendu.

"Tapi ada yang gantiin kan? Kan harus ada wali," ucap Aksa berniat memastikan.

"Ada sih. Paling Mas Thomas. Kaya biasa, rapor gue yang ngambil dia terus," katanya agak jengkel menyebut nama Thomas, sekretaris Bram yang lebih cocok menjadi kerabatnya Nara saking seringnya pria itu mengurus sesuatu yang seharusnya diurus oleh Bram atau Arar atas Nara.

"Yaudah, gapapa. Gue yakin lo dapet nilai bagus, Ra! Buktiin ke orang-orang yang ngeremehin lo. Kalo Nara, Ratu Sekolah yang super duper galak, nyeremin, songong, egois, suka semaunya, nyebelin, banyak tingkah, bisa juga jadi bintang akademik."

"Lo mau muji gue apa ngehujat sih, Yan?"

"Oh, sorry. Niatnya ngehujat kok. Emang terdengar kaya lagi muji ya?" sontak Nara langsung melemparkan sendok di tangannya tepat ke kepala Rayan. Hal itu membuat mereka menjadi perhatian orang-orang sekitar.

"Udah-udah," Aksa menengahi. "Kalo lo besok gak nyaman sama pesuruh Pak Bram itu, gue temenin."

"Alah, ini lagi satu. Modus mulu lo mah, Sa! Ini tuh ya, modus biar ada di samping Nara terus tapi berkedok 'ngebantu'. Yakan? BHAH! Kebaca."

Mendengar celetukan Rayan, Aksa langsung mendelik kesal, tapi tidak membantah. Sementara Nara menahan tawa di depannya.

"Oh, gitu ya, Sa? Jadi lo selama ini modusin gue? Ckckck, smooth sih."

"Ngalusnya jago ya, Ra? Belajar dari siapa dulu dong!"

"Siapa yang ngalus?" gumam Aksa sambil melanjutkan makannya.

"Aduh, gue gregetan sama lo berdua. Yang satu gengsi, yang satu denial. Kapan ketemunya?"

Baik Aksa maupun Nara kini sama-sama melihat Rayan kebingungan.

"Apa?" tanya Rayan ikut bingung. "Gue bukan satu-satunya yang paham kan?"

"Lo ngomong apaan sih, Yan?" tanya Aksa.

Nara melirik pria itu, tetapi yang ia temukan hanyalah ekspresi kebingungan yang tidak dibuat-buat. Helaan napas Rayan terdengar, bersamaan dengan itu Aksa kembali berkutat dengan nasi goreng di depannya.

TWISTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang