TWISTED || 1

90 13 8
                                    

Sunyi menyelimuti ruangan tatkala seorang pria berperawakan tinggi sedang membedah salah satu rak yang berjajar di sana. Seolah peraturan 'Dilarang Berisik, Ini Perpustakaan' tidak pernah ada, pria itu menyeret kursi sehingga menciptakan bunyi decitan yang pasti akan sangat mengganggu jika saja ada orang lain di sana. Sang penjaga perpustakaan hanya tersenyum maklum melihat pria yang sedang berusaha mengambil buku.

"Diciptakan tangga, Sa." Penjaga perpustakaan menghentikan sejenak kegiatannya dan beranjak ke sudut ruangan untuk mengambil tangga yang memang tersedia di sana. Berjaga-jaga jika siswa akan mengambil buku-buku yang terletak di barisan teratas.

"Gapapa, Bu. Saya bisa." Tolaknya halus. Kakinya berjinjit karena tentu saja kursi pendek itu hanya mampu mengangkatnya sedikit dari tinggi tubuhnya yang asli. Tangan kanannya meraba, mencari buku paling tebal di sana dan mengambilnya.

Dia memutar tubuh dan mengangkat tangan kanannya yang memegang buku ke arah penjaga perpustakaan yang baru saja meletakkan tangga kembali ketempat semula. Pria itu tersenyum dan melompat sambil meletakkan buku itu di kursi. Dia mengembalikan kursi ketika penjaga perpustakaan itu menghampirinya.

"Yang ini mau berapa lama?" tanya penjaga perpustakaan sambil mengambil buku itu. Karena pria itu adalah satu-satunya pengunjung setia perpustakaan, peraturan 'Kembalikan buku paling lambat satu minggu peminjaman' tidak berlaku untuknya.

"Kaya biasa aja, Bu."

"Yakin? Tebel banget loh ini." Pria itu tersenyum tanpa membalas perkataan lawan bicaranya.

"Nih, saya kasih dua minggu." Buku itu diserahkan kembali kepadanya setelah selesai ditandai di buku jurnal.

"Makasih, Bu."

"Aksa," ucap penjaga itu ketika pria bernama Aksa hendak meninggalkannya. Yang dipanggil menoleh. "Ayolah, kapan nih ngajak temen-temen ke sini? Perpustakaan udah kaya kuburan dari setahun lalu. Gak ada yang mau mampir ke sini. Ibu udah capek padahal setiap pagi beres-beres biar rapi terus. Percuma gak ada penghuninya."

"Iya, Bu. Nanti saya coba ajak temen yang lain."

"Yaudah, semangat ya kamu belajarnya. Sering-sering ke sini. Oh iya, kalo bawa temen tuh suruh masuk aja. Ibu gak gigit kok." Ucap wanita itu sambil melirik jendela perpustakaan yang menampilkan bayangan seseorang. Sedetik kemudian, bayangan itu menghilang, bersembunyi di balik tembok. Aksa meringis dan tertawa kikuk.

"I-iya, Bu. Selamat siang."

"Siang, Aksa."

Selangkah sebelum membuka pintu, pintu itu terbuka dari luar. Aksa hanya menggeleng melihat temannya yang sedang bersembunyi di balik pintu kayu.

"Ketauan ya?" Aksa mengangguk sambil mendorong pintu itu dengan sikut kanannya hingga tertutup dan berjalan mendahului temannya. "Dia tuh baiknya cuma sama lo, Sa. Percaya deh. Lo tuh ibarat anak emasnya Bu Puji."

"Karena sering ke sana. Lo juga kalo berani masuk pasti dibaikin kok. Ramah orangnya." Matanya mendelik.

"Gue dulu sering juga ya ke perpus. Tapi apa? Yang ada sebelum gue milih buku, udah abis kepala gue dilemparin buku sama dia."

"Karena.." Aksa memutar tubuh dan berjalan mundur, berhadapan dengan Rayan. "Lo sering nyolong buku di perpus. Balikin tuh sesuai waktu yg udah ditentuin, Yan."

Aksa kembali berjalan lurus, menuruni tangga yang agak curam. Gedung perpustakaan sekolah mereka memang terdiri dari dua lantai. Lantai pertama hanya terdapat koridor luas, loker-loker kosong dan toilet-toilet yang sudah jarang digunakan. Sedangkan jajaran rak dan buku-buku lengkap tersedia di lantai dua.

TWISTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang