"Jadi, ibu lo bakal dioperasi dua hari lagi?" Rayan melontarkan pertanyaan setelah mendengar cerita Aksa.
Aksa mengangguk mengiyakan pertanyaan Rayan. Ada perasaan tidak menentu di hatinya sekarang. Ini adalah kondisi terparah ibunya sejak 4 tahun terbaring lemah di rumah sakit. Ginjalnya mengalami kerusakan parah dan bagi Aksa, sungguh keajaiban yang luar biasa ibunya bisa bertahan sampai saat ini.
Mengetahui dua hari lagi ibunya akan melaksanakan operasi tersebut, sejak semalam Aksa tidak bisa tenang. Ia terus menerus berdoa demi kelancaran operasi ibundanya.
Bram dan Arya sempat berkunjung untuk melihat kondisi ibu Aksa kemarin. Aksa sangat berterima kasih Bram telah bersedia meminjamkan uang yang sangat besar kepadanya untuk administrasi rumah sakit ibunya. Aksa juga berjanji kepada pria itu akan membalasnya suatu saat nanti.
Tasya yang baru mengetahui Aksa mendapatkan bantuan dari pemilik sekolah juga sangat bersyukur dan berterima kasih kepadanya. Sementara Bram, pria itu ternyata sangat ramah. Aksa melihat tidak ada setitikpun kesombongan di dalam diri pria tersebut.
"Gue doain semoga semuanya lancar ya, Sa!" Rayan menepuk pundaknya kemudian merangkul sahabatnya tersebut.
"Thank you, Yan," ucap Aksa.
Mereka menelusuri koridor yang ramai. Siswa dan siswi pagi ini dihebohkan dengan undangan ulang tahun Selsa di mading. Seluruh siswa SMA Motacilla diundang ke pesta tersebut dan beberapa di antaranya bahkan menerima undangan resminya secara langsung.
Tentu saja itu menjadi suatu kehormatan bagi mereka yang menerimanya.
Baru saja Aksa dan Rayan hendak menaiki tangga, panggilan dari belakang membuat mereka menoleh dan berhenti sejenak.
"Kak Aksa, Kak Rayan."
Sesosok perempuan manis berkuncir kuda tersenyum lebar di hadapan mereka sekarang. Di tangan perempuan itu sudah ada dua buah cokelat dengan pita merah muda di masing-masing cokelatnya.
"Hai Listya!" sapaan Rayan mengundang tatapan tanya dari Aksa. Rayan mendekat dan berbisik. "Itu loh, Sa. Yang waktu di gedung perpus kita tolongin."
Aksa berusaha mengingat dan bertanya, "Yang ada Nara?"
"Yup!"
Aksa mengangguk sambil kembali melihat perempuan itu. "Kakinya udah sembuh?"
Listya mengangguk semangat sambil menunduk melihat kakinya sendiri. "Udah mendingan banget kok, Kak."
"Hamdallah. Syukur deh. Hati-hati makanya, Lis."
Listya tersenyum manis dan menyerahkan kedua cokelat yang ada di tangannya kepada Aksa dan Rayan.
"Ini buat Kak Aksa sama Kak Rayan. Makasih ya udah nolongin aku waktu itu. Kalo gak ada kakak-kakak, aku gak tau deh malem itu bisa kuat atau enggak sama kakiku sendiri."
Wajah Rayan berubah sumringah. "Wah, Listya. Makasih banyak yaa!"
Sebelum Aksa dan Rayan mengambil cokelatnya, Nara yang baru datang merebutnya terlebih dahulu. Hal itu menyebabkan Listya terkejut dan langsung menunduk di sana.
"Apaan nih?" tanya Nara sambil melihat cokelat di tangannya dengan tatapan aneh. "Ngapain lo ngasih cokelat ke Aksa?"
Rayan menyenggol lengan Aksa, menyuruh sahabatnya itu untuk menjinakkan Nara. Sementara itu, Listya menjawabnya dengan terbata-bata.
"I-itu... untuk Kak Rayan sama Kak Aksa. U-ucapan terima kasih."
"Terima kasih?" wajah Nara mengernyit heran, perempuan itu berkacak pinggang sambil mengalihkan tatapan ke Aksa. "Lo abis ngapain?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTED
Fiksi RemajaKeinginan Aksa hanya satu, yaitu bisa kembali melihat ibunya membuka mata. Selain itu, hidupnya datar dan tidak menarik. Namun, apa jadinya jika Aksa tiba-tiba harus berurusan dengan Ratu Sekolah yang paling ditakuti? ---------- Ini cerita tentang m...