Happy Reading! ^_^
***
Dia berlari secepat mungkin, tidak menghiraukan tatapan orang di sekitarnya. Sambil terisak, kakinya melangkah lebar menuju rumah makan milik tantenya yang terletak tidak jauh dari rumah.
Wajah yang kini dipenuhi lebam terkena terpaan angin, menangisi kelemahannya sendiri yang gagal melindungi orang yang paling ia cintai.
Ayahnya sedang memukuli ibunya tadi pagi. Aksa tidak pernah mengerti apa alasannya. Yang dia tahu, ayahnya sangat membenci ibunya.
Suara pecahan piring dan teriakan kesakitan selalu menemani Aksa sepanjang hari. Aksa yang masih berusia 8 tahun hanya bisa menatap pergulatan kedua orang tuanya di depan mata. Setiap kali ia menghalangi aksi ayahnya, dialah yang akan menjadi korban kekerasan ayahnya sendiri.
Seperti tadi, ayahnya memukulinya dengan membabi buta karena Aksa berusaha menyelamatkan ibunya yang sudah hampir tidak sadarkan diri.
Suara rintih dari ibunyalah yang membawa Aksa pergi seperti ini.
"Gapapa, Aksa. Kamu sekarang pergi ke Tante Tasya aja ya? Ibu gapapa."
Sekali lagi, ia terisak mengingat kondisi ibunya. Betapa lemah tubuh ringkih perempuan yang telah melahirkannya itu. Betapa banyak luka yang ia terima akibat kekejaman ayahnya sendiri.
Aksa meremas kedua tangannya. Ayahnya tidak pernah sekalipun bersikap baik kepada dirinya ataupun ibunya. Sebenarnya apa yang ada di kepala pria itu? Apa yang tidak Aksa pahami? Mengapa ayahnya begitu membenci ibunya? Mengapa ibunya sampai rela menjadi korban kekerasan ayahnya selama ini?
Begitu sampai di depan rumah makan kecil milik tantenya, Aksa membuka pintu dan langsung menjadi pusat perhatian para pengunjung. Namun, kakinya tetap melangkah menuju tantenya yang sedang melayani pembeli.
"Tante.." rintihnya. Tasya terkejut melihat kondisi Aksa saat itu. Perempuan itu menyerahkan pekerjaannya kepada rekan kemudian berlutut di hadapan Aksa.
"Ada apa, Nak?"
"Ibu... sama ayah... "
Mendengar isak tangis Aksa, Tasya membelalakkan matanya.
Setelah menitipkan Aksa ke salah satu rekan, ia langsung bergegas mengambil tasnya dan berlari meninggalkan rumah makan.
*
Matanya kosong menatap lantai ketika kedua tangannya memeluk lutut erat. Air matanya sudah menolak keluar, ia hanya bergeming di samping pintu toilet sejak tadi.
Luka-luka di wajah dan tubuhnya sudah tidak lagi terasa, tertutup oleh pedihnya luka tak terlihat di hati Aksa. Ia juga tidak mengerti kenapa di dalam sana begitu sesak sehingga menguras seluruh tenaganya. Ia ingin mengistirahatkan diri, tetapi pikirannya sedang tidak mendukung. Pikirannya melayang membayangkan kejadian beberapa saat yang lalu.
Tantenya belum juga kembali. Aksa menduga tengah terjadi keributan lagi di rumahnya. Entah apapun itu, Aksa hanya ingin ibunya baik-baik saja.
Puk.
Ia tidak menghiraukan benda yang baru saja diletakkan di sebelahnya. Tubuhnya masih bergeming di posisi yang sama sejak setengah jam lalu.
Terdengar tarikan napas terkejut dari sebelahnya, Aksa melirik dan menyadari bukan benda yang ada di sebelahnya melainkan seorang anak perempuan.
"Sakit ya?" kata perempuan itu. Aksa masih bergeming sambil melirik anak perempuan yang menggunakan kalung bertuliskan 'Naraya' di lehernya.
Perempuan itu mengenakan dress selutut berwarna merah muda pucat dan bandana polkadot menghiasi rambut bergelombang sepundaknya. Raut wajahnya terlihat terkejut dan khawatir. Anak perempuan itu juga melihat luka-luka Aksa dengan penuh rasa ingin tahu.

KAMU SEDANG MEMBACA
TWISTED
Teen FictionKeinginan Aksa hanya satu, yaitu bisa kembali melihat ibunya membuka mata. Selain itu, hidupnya datar dan tidak menarik. Namun, apa jadinya jika Aksa tiba-tiba harus berurusan dengan Ratu Sekolah yang paling ditakuti? ---------- Ini cerita tentang m...