Prolog

3.9K 176 2
                                    

Selamat membaca

•••

Acha sibuk mengoleskan selai cokelat pada sandwich di tangannya. Sesekali pandangan matanya melirik pada sosok tampan yang sedang sibuk menyusun kertas dengan wajah serius.

"Ris, nanti pulang dari kampus kamu jangan lupa mampir ke rumah mbak Tini, ya. Baju kemeja kamu udah hampir habis," ucap Acha sembari meletakkan sandwich di piring suaminya. Tidak lupa ia menuangkan segelas susu hangat.

"Iya, kamu juga jangan lupa transfer uang ke mbak Tini," jawab Haris dengan menatap Acha sekilas sebelum fokus kembali pada lembaran kertas di tangannya.

Melihat itu Acha geram sendiri. Dengan cepat gadis itu berdiri kemudian merebut kertas di tangan Haris dan meletakkan jauh jauh dari laki-laki itu. Acha melotot tajam, menatap suaminya dengan kesal.

"Makan dulu, Mas Haris. Nanti lanjut belajar lagi." ucap Acha dengan berkacak pinggang.

Haris mengangguk pelan. Ia segera melahap sarapan buatan Acha sembari mengetukkan jemari tangannya di ujung meja, sesekali melirik Acha yang ikut sarapan bersamanya.

"Nanti pulang dari lomba jam berapa?" tanya Haris saat sarapannya sudah habis. Laki-laki itu menyesap susu hangatnya sembari menunggu jawaban Acha.

"Belum tau. Tapi kamu gak papa pulang duluan. Tapi jangan di kunci pintunya. Aku pulang agak telat," jawab Acha langsung berdiri dan merebut piring kotor Haris. Ia menegak susu hangatnya dengan cepat sebelum berjalan menuju westafel guna mencuci piring.

"Kamu siap-siap. Biar aku yang cuci piring." ucap Haris tiba-tiba. Laki-laki itu sudah berdiri di belakang Acha dengan tubuh tingginya membuat Acha sedikit terperanjat kaget karena Haris mendekat tanpa suara.

"Aduh, ini punya suami kalau jalan coba bersuara. Udah kamu belajar aja sana, biar pinter. Biar cepet skripsi, nanti biar cepet cari uang yang banyak!" ucap Acha sembari mencuci gelas dan piring yang tadi di pakai sarapan oleh Haris dan dirinya.

Haris hanya balas bergumam saja. Ia berpamit untuk menunggu Acha di ruang tamu sementara istrinya itu selesai mencuci piring langsung bersiap-siap menuju kampus.

•••

Mobil Haris sudah berhenti di parkiran kampus. Namun baik Acha maupun Haris belum ada yang berniat keluar dari mobil.

"Kenapa?" Haris menatap Acha dengan bingung saat istrinya itu mengulurkan tangan dengan wajah super imut.

"Is, gak peka banget, sih. Minta uang dong, Mas Haris. Masa minta cium." ucap Acha dengan wajah sebal.

Haris tersenyum kecil sembari mengeluarkan dompetnya. Ia mengulurkan tiga lembar uang seratus ribuan yang langsung di terima Acha dengan wajah berbinar senang.

"Jangan di habisin, kamu hari ini pergi lomba, jadi buat jaga-jaga." ucap Haris memasukkan kembali dompetnya ke dalam saku celana.

Acha mengangguk pelan. Perdana sekali Haris memberinya uang di atas seratus ribu padahal setiap hari ia jajan paling tidak hanya lima puluh ribu ke bawah. Itu pun jika bawa mobil sendiri hanya habis untuk mengisi bensin.

"Oke. Makasih, Mas Haris." ucap Acha masih mempertahankan senyumnya. Satu tangan gadis itu terulur, mengusap pundak kekar Haris dan memperbaiki kerah kemejanya.

"Kok udah kusut aja, sih. Padahal semalam udah aku setrika, deh." ucap Acha sembari melepas safety beltnya. Gadis itu mencondongkan tubuhnya kemudian merapikan kemeja Haris yang terlihat kusut.

"Lain kali mesti beli bahan yang lain deh, Mas. Yang lebih bagus bahannya. Ini baru di pakai sebentar aja udah kusut gini, heran deh," ucap Acha lagi. Kali ini ia membuka kancing kemeja teratas kemudian tersenyum lebar.  "Nah, gini kan makin ganteng." ucap Acha sembari menatap Haris yang sedang memperhatikannya.

Sejenak tatapan mereka beradu sebelum Haris tersenyum tulus dan mengusap puncak kepala Acha beberapa kali.

"Iya, makasih. Sekarang sudah jam delapan lewat. Kelas kamu sepuluh menit lagi sudah masuk." ucap Haris mengingatkan.

Acha langsung tersadar dan menepuk dahinya pelan. Ia meraih tas ranselnya dan bersiap keluar dari mobil. Namun belum sampai terbuka Acha berbalik lagi dan mengulurkan tangan pada Haris.

Haris menyambut dengan suka cita. Sebagai balasan laki-laki itu mendaratkan kecupan di kening Acha.

"Belajar yang benar, kalau kompetensi kali ini menang lagi kamu boleh minta apa pun." bisik Haris tepat di telinga Acha, lelaki itu tersenyum manis mamandangi wajah Acha yang bersemu merah.

•••

"Beb, muka lo merah banget, kenapa? Habis dapat morning kiss dari misua, ya?" tanya Miky reachieky, teman Acha dari semester satu.

Acha membulatkan matanya dengan melotot tajam. Mempunyai teman macam Miky ini memang benar-benar meresahkan.

"Iri aja si Mimi. Kalau mau, minta sama Bagus sana," celetuk satu temannya lagi. Rasanda Airi, gadis itu berdiri dengan bersedekap dada menatap Miky dengan gelengan kepala.

"Aduh, pusing pala berbie. Gue tadi malam baru aja putus dari Bagus. Sialan, namanya aja yang Bagus tapi orangnya mirip setan. Kelakuannya bener-bener nol besar." umpat Miky dengan memegang kepalanya sendiri. Gadis itu mencurutkan bibirnya dengan kesal. Sok imut sekali dengan wajah konyolnya. Benar-benar perpaduan yang tidak pas.

"Kenapa kali ini? Bagus selingkuh atau jalan sama teman rasa pacar?" tanya Rasa sembari membagikan permen relaksa pada Acha dan Miky.

"Bener, Bagus selingkuh lagi. Emang sok ganteng banget tuh orang, muka pas-pasan aja mau serong sana sini. Untung gue manusia paling baik hati jadi gak balas dendam apalagi iri dengki." ucap Miky dengan menepuk dada penuh jumawa.

Acha menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia menepuk bahu Miky ikut berduka cita yang di balas kikikan geli oleh Rasa.

"Gimana tadi malam, beb?" tanya Miky dengan kedip-kedip genit. Acha yang mendengar itu langsung melototkan matanya dengan tajam. 

"Tadi malam kenapa?" tanya Rasa ikut bertanya.

Miky cekikikan sendiri sebelum membisikkan sesuatu ke telinga Acha yang langsung di balas gadis itu dengan jitakan kepala.

"Ya tuhan, otak lo emang beda dari manusia lain. Ya kali gue sama Haris beneran lembur buat kerangka bunga. Bisa beli ngapain buat, kurang kerjaan banget!" ucap Acha tak habis pikir. Berdekatan dengan Miky memang membuat otaknya semakin konslet.

"Kerangka bunga buat apa lagi? Ini kalian lagi bahas apa sih? Memangnya ada yang mati?" tanya Rasa dengan kening berkerut bingung.

"Hust, kalau manusia meninggal bukan mati. Belajar KBBI dong, Sa. Memangnya lo mau di samain sama hewan?" tanya Miky dengan wajah seriusnya.

Rasa tertawa kecil. "Sok iye banget." cibir Rasa dengan nada meledek. "Tadi kerangka bunga buat apa sih? Kalian sekarang main rahasia-rahasiaan, ya?" tanya Rasa dengan tatapan nenyelidik.

"Ini si Miky mouse memang rada gila. Masa iya satu bulan pernikahan gue sama Haris mau di suruh buat kerangka bunga. Memangnya gue sama Haris mau mati? Gila memang!"

Miky hanya tertawa heboh sendiri. Rasa menggelengkan kepalanya beberapa kali sebelum mendaratkan cubitan gemas pada lengan Miky.

"Kan biar beda, beb. Buatnya malam biar syahdu,"

"Sinting,"

Acha segera berlalu meninggalkan Rasa dan Miky yang sudah terbahak keras di belakang sana. Semakin lama berdekatan dengan mereka otak Acha pun ikut tidak beres. Dan jangan sampai kedodolan Miky tertular padanya apalagi pada anak keturunannya kelak.

•••

Hei, jumpa sama aku di prolog kampus series. Aku tiba-tiba berkeinginan membuat cerita yang nikah muda gitu, dengan konfik ringan dan kehidupan pernikahan yang konyol. Tetap di tunggu, ya! Jangan lupa ikuti kisah Haris dan Acha di cerita ini.

Sampai jumpa kembali.

Rembulan ReachaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang