Chapter 23

664 70 6
                                    

H A P P Y R E A D I N G

•••

"Mas, tolong handuknya jangan di taruh di kasur dong!" Acha berdecak pelan menatap Haris yang kini berjalan mendekati ranjang dengan wajah masam. "Kamu ini, hih!" gumamnya kesal bercampur gemas.

Haris yang memang masih marah pada istrinya itu hanya diam kembali menekuni laptopnya.

Acha yang melihat suaminya masih merajuk hanya menggeleng pelan, memilih untuk mencari angin segar agar tak ikut marah.

Semuanya berawal dari Acha yang keluar rumah tanpa izin, bertemu Brilian dan Julano di supermarket depan gang komplek berakhir Acha mengiyakan tawaran ngopi dari Brilian. Haris yang tiba-tiba pulang saat siang hari jelas mencari istrinya, menelepon dan mengirimkan banyak pesan teks dan berakhir marah saat melihat Acha keluar dari mobil Brilian yang mengantar pulang.

Ini sudah terjadi hampir tiga jam lamanya. Acha sudah meminta maaf dan Haris belum ingin berbaikan. Memang sejak pulang bulan madu satu bulan yang lalu hubungan keduanya jadi makin lengket, Haris pun tak segan lagi menempel hanya untuk bermanja, mengatur pola hidup sehat dengan banyak diskusi. Yang jelas hubungan keduanya meningkat pesat, dari yang sebelumnya hanya suami-istri yang super canggung mirip teman kecil sekarang sudah benar-benar suami istri sungguhan.

Acha juga menjalankan segala kewajibannya dengan baik. Dia juga melayani Haris tanpa diminta bahkan kadang dia yang meminta. Dua minggu belakangan dia sudah aktif kembali di bangku perkuliahan, memasuki semester baru dengan segala kesibukan baru pula. Haris sudah bekerja di perusahaan ayahnya meski beberapa kali ada perbincangan tentang lanjut S2. Acha sibuk membagi waktu untuk suami dan tugas-tugasnya meski belum banyak karena baru awal semester lima. Dia semakin semangat mengingat suaminya itu beberapa kali pernah mengajaknya untuk lanjut S2 bersama-sama.

Ah, memikirkan saja sudah membuat Acha senyum senyum sendiri. Sepertinya memiliki kesibukan yang sama juga terdengar manis. Apalagi jika keduanya berada di kelas dan prodi yang sama membayangkan saja sudah membuat hatinya berbunga-bunga.

Ah, jatuh cinta memang semengerikan ini.

"Halo mbak Acha," Sapaan ramah itu mengembalikan kesadaran Acha. Senyumnya mengembang saat melihat Arkana anak tetangga yang baru menginjak bangku SMA itu memasuki pelataran rumahnya.

"Hai juga Ar, ada perlu apa ya?" tanya Acha tak kalah ramah.

Arkana dengan riang mendekat sambil menyerahkan paper bag entah berisi apa. "Dari bunda mbak, oleh-oleh bunda dari Jogja."

Senyum Acha semakin lebar. Dia menerima paper bag itu sambil mengucapkan terimakasih. Anak yang baru satu bulan menginjak bangku SMA itu ikut duduk di samping Acha, keduanya asyik bercerita tanpa menyadari tatapan tajam siap menikam dari jendela rumah.

Haris mendengus semakin kesal. Niatnya merajuk agar semakin dibujuk tapi istrinya itu malah selingkuh dengan anak tetangga. Jelas Haris semakin sebal dan jengkel.

"Oh ya? Terus gimana, jangan bilang kamu tolak?" tanya Acha antusias. Arkana baru saja menceritakan kisahnya yang seminggu lalu baru saja ditembak oleh adik kelas. Pernyataan cinta di depan umum itu jelas membuat Arkana malu dan kesal karena berakhir menjadi bahan ghibah satu sekolah.

"Ya enggak lah mbak, aku masih punya hati kali. Pas di depan umum aku terima karena nggak mau cewek itu malu, cuma waktu udah berdua aja sama dia aku bilang kalau aku nggak bisa jadi pacarnya. Jadi ya gitu, kita pacaran pura-pura selama satu bulan." jelas Arkana.

Acha mengangguk kecil. Ingat dulu dia juga pernah mengalami hal serupa bedanya saat itu Haris datang dan mengatakan bahwa Acha tak boleh pacaran. Saat itu semua orang mengira Haris sungguhan kakaknya, dia jadi didekati banyak cewek hanya untuk memintanya menjadi perantara surat dan hadiah.

Rembulan ReachaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang