Chapter 22

660 65 0
                                    

H A P P Y R E A D I N G

•••

"Ini Acha cucu mantu Oma kan? Yang waktu dulu pernah jatuh manjat pohong mangga?" Regina--Wanita berusia hampir tujuh puluh tahun itu menyambut Acha dengan pelukan hangat. Dibawanya tubuh Acha masuk ke dalam rumah di ikuti Haris dan Opa serta beberapa anak kecil.

Haris meletakkan beberapa paper bag belanjaannya diatas meja sebelum ikut bergabung di ruang tamu.

Acha sudah bercerita bersama nenek dan cucu cucu nenek yang lainnya. Oma Regina asli indonesia namun menetap di Thailand sejak 2012 silam. Dulu Opa sering sakit-sakitan dan harus rawat jalan di negara itu, jadi Oma dan Opa memilih untuk menetap di sana karena sudah betah dan nyaman dengan lingkungannya.

Kembali pada Haris yang kini sudah berbincang ringan dengan Opa. Kakeknya itu tampak lebih sehat di banding saat beberapa bulan lalu saat menghadiri akad nikahnya. Meski tak lama kehadiran orang tua Ibunya itu sudah cukup menambah suasana menjadi lebih hangat.

"Istrimu kelihatan suka anak-anak ya le?" Purwanto, Opa berbicara sambil menatap Acha yang tengah bermain bersama cucu serta anak-anak tetangga. Istri Haris itu berulang kali melongo saat anak kecil itu tampak berbincang dengan bahasa Thailand yang dia tak paham artinya.

"Iya, Opa." Haris ikut memperhatikan. Keduanya tertawa kecil saat Acha diberi translet gratis oleh Oma yang kini pandai berbahasa Thailand.

"Yo Alhamdulillah, biar nanti kalau punya momongan sendiri rumah jadi rame." Opa asli orang jawa, lalu menikah dengan Oma yang campuran sunda jawa. Ya wajar saja meski sudah lama menetap di negara orang namun bahasanya masih medok jawa. Orang kalau telepon Bundanya atau anaknya yang lain masih menggunakan bahasa daerah.

"Omamu suka banget sama Caca dari jaman kamu kecil dulu. Katanya kalau besar nanti Caca mau dijadikan cucu mantu, eh, malah beneran kesampaian sekarang. Lihat tuh, senengnya Oma ngobrol sama Caca."

Haris tersenyum hangat kembali memperhatikan istrinya. Dimana pun Acha selalu bisa memenangkan hati setiap keluarganya. Entah itu bunda atau Papanya, bahkan kini Opa dan Omanya pun juga sangat menyayangi gadis itu.

"Kapan pulang ke Indonesia le?"

Haris menoleh. "Nanti tanggal 21, Opa. Ada yang mau di titip buat bunda?" tanya Haris.

"Ya enggak. Kamu perpanjang aja honeymoonnya biar puas di sini, biar puas juga Oma main sama cucu mantunya."

Haris tertawa. "Haris mesti kerja, Opa. Papa di rumah sudah wanti-wanti Haris supaya nggak tergoda rayuannya Opa!"

Opa tertawa. Tangan keriputnya menepuk bahu Haris dengan bahu berguncang kecil. "Papamu itu dulunya nakal le. Dia suka sinis sama Opa karena nggak pernah izinkan ngapel Bundamu. Pokoknya kalau ingat kelakuan Papamu dulu, Aduhh, Opa rasanya tiba-tiba darah tinggi."

Haris terkekeh geli. "Masa sih Opa? Papa kelihatan baik kok, nggak neko-neko gitu!"

Opa mengibaskan tangan di depan wajah. Tampak menolak keras ucapan cucunya. "Cuma nggak kelihatan aja le. Dulu nakal pol. Nggak Opa izinkan ketemu bundamu, dia ngeyel manjat pagar rumah terus masuk kamar bundamu. Aduuh, kalau ingat kelakuan Papamu dulu Opa kadang sering kesel sendiri."

Haris tegelak. Tak menyangka Papanya senekat itu di masa lalu.

"Opa seneng lihat kamu sama Caca. Opa ya tau gimana keadaan keluarga istri kamu itu. Alhamdulillahnya nikah sama kamu. Di rawat istrinya le, jangan di anggurin, dicuekin. Istrinya di emong, dimanja, jangan sampai karena nikah sama kamu Caca jadi nggak bahagia." nasehat Opa.

Rembulan ReachaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang