Chapter 17

848 75 6
                                    

H A P P Y R E A D I N G

UAS sudah berjalan hampir lima hari lamanya, dan hari ini adalah hari terakhir. Acha memantapkan langkahnya untuk memasuki gedung fakultas, setelah berpamit pada Rasa dan Miky. Ketiganya sempat nongkrong cantik di kafetarian kampus, berdiskusi akan berlibur ke mana.

Karena hari terakhir UAS Acha berencana akan pergi ke Mall, meminta Haris untuk mengantarnya ke sana. Plus meminta uang jajan pada cowok itu. Kemarin lusa Haris berjanji akan membawa Acha berbelaja sebelum mereka pergi honeymoon ke luar negeri.

"Cha, dipanggil ke ruang Pak Abram!" Seorang gadis berambut bob menghampiri Acha. Namanya Anatasya Reasy, anak kelas sebelah yang terkenal ramah dan baik hati. Memberitahu bahwa Acha dipanggil oleh salah satu dekan yang terkenal galak. Ralat, galak kepada mahasiswa nakal.

"Ada apa ya? Perasaan seminggu ini gue kalem, nggak buat huru hara!" gumam Acha yang masih bisa didengar jelas oleh Reasy.

Reasy terkekeh pelan. "Enjoy, palingan cuma minta buat wakilin kampus lomba easy. Lo kan pinter, bye the way, buruan ya soalnya sudah di tunggu dari tadi, disuruh cepat!" ucapnya ramah.

Acha mengangguk kecil dan mengucapkan terimakasih. Ia segera melangkah pergi menuju ruang Pak Abram, yang letaknya di lantai dua.

Sesampainya di depan pintu bercorak cokelat gelap itu Acha mengambil napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan, ia melirik jam tangan sebelum memberanikan diri untuk mengetuk. UAS terakhir dimulai sekitar dua puluh menitan lagi, masih ada waktu kalau di dalam ada apa-apa.

"Ya, silahkan masuk!" terdengar sahutan dari dalam. Acha menarik bibirnya membentuk senyum manis sebelum mendorong pintu itu agar terbuka.

Pertama kali yang Acha lihat adalah pak Abram, lelaki paruh baya berperut buncit yang tengah duduk di kursi kebanggaannya. Menatap Acha dengan senyum tipis.

Acha mengalihkan pandangan, menyadari bahwa ada beberapa orang lagi di ruangan itu. Saat menyadari siapa yang ada di sana kedua matanya sontak membulat terkejut.

"Eh, Papa?"

Acha mengerjapkan matanya beberapa kali saat menemukan Papa mertuanya juga ada di dalam ruangan, bersama dua orang lainnya yang tidak Acha kenal. Tetapi mereka semua tersenyum saat melihat Acha.

Acha menatap pak Abram dan mertuanya berulang kali. Sebelum berjalan mendekat, menyalami punggung tangan ayah mertuanya.

"Papa ngapain?" tanya Acha pelan.

Michio tersenyum kecil. Ia mengusap kepala Acha beberapa kali sebelum menatap Pak Abram.

"Terimakasih sudah memanggilkan menantu saya, Pak. Kalau begitu saya permisi," ucap Michio.

Acha menatap orang-orang di depannya dengan wajah super bingung.

Pak Abram mengulas senyum tipis kemudian mengangguk kecil. Mengantarkan tamunya sampai ke depan pintu.

Acha masih sangat bingung, ia hanya mengikuti dan mengekor di belakang Papa mertuanya.

"Kita langsung pulang, ya?" ucap Michio. Acha mengerutkan kening semakin tidak mengerti.

"Tapi Chacha masih ada UAS, Pa. Memangnya kenapa?" tanya Acha. Tatapan Michio berubah sendu, ayah mertuanya itu tiba-tiba membawa Acha masuk ke dalam dekapannya. Perasaan Acha tiba-tiba jadi tidak enak.

Michio mengela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan menantunya.

"Kakak kamu, Aurist tadi pagi kecelakan mobil waktu balik dari bandara. Nyawanya... tidak tertolong."

Rembulan ReachaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang