Chapter 18

721 63 1
                                    

H A P P Y R E A D I N G

•••

Tiga hari yang lalu.

"Mas, kok perasaanku nggak enak, ya?" Acha turun dari ranjang, berjalan menghampiri suaminya yang baru saja selesai mandi. "Dari kemarin, nggak tau kenapa tiba-tiba kepikiran sama kakak," lanjut Acha lagi.

Kakak--adalah panggilan untuk Auristella, kakak kedua Acha yang saat ini masih melanjutkan S2 di Jerman.

Haris tersenyum lembut, diusapnya wajah Acha penuh sayang.

"Kangen banget ya sama kakak?" tanya Haris yang langsung diangguki oleh Acha. "Coba di telepon, siapa tau kakak lagi senggang."

Acha mengangguk pelan. Ia meraih ponselnya diatas nakas kemudian mencari nomor Aurist, kakak perempuannya itu memang suka sekali kelayapan. Kuliah aja sampai ke Jerman padahal di indonesia fasilitasnya tak kalah bagus.

"Nggak diangkat," Acha berucap pelan. Netranya memancarkan binar takut dan khawatir. Memang sejak acara pernikahannya dua bulan lalu Acha tidak pernah lagi bertemu dengan Aurist. Tetapi kakak perempuannya itu berjanji akan pulang bulan ini untuk merayakan ulang tahunnya yang ke dua puluh satu.

"Jangan khawatir, mungkin kakak lagi ada kelas." ucap Haris menenangkan. Dibawanya Acha di tepi ranjang kemudian di dudukkan di sana. "Lagi banyak pikiran, ya? Ada masalah apa? UAS-nya hari ini lancar kan?"

Acha mengangguk kecil. Menggenggam tangan suaminya. "Aku masih kepikiran sama kakak. Kok bisa tiba-tiba, ya? Apa karena aku kangen banget?" ucapnya pada diri sendiri.

Haris tersenyum kecil. "Wajar, kan kakak udah pergi lama. Jadi pasti kangen. Besok di telepon lagi."

Acha mengangguk dan bergegas menaiki ranjang. Dua jam lalu ia sudah belajar untuk UAS besok pagi jadi sekarang waktunya tidur, mengistirahatkan tubuhnya. Besok ia harus bangun pagi untuk memasak dan belajar lagi. Kata Haris Acha harus rajin supaya cepat nyusul wisuda.

"Mas," panggil Acha. Suaminya itu masih duduk di tepi ranjang, menatap layar ponselnya sendiri sambil mengusap rambutnya yang sedikit basah.

"Hm?"

Acha berdecak sebal. Ia duduk bersandar di kepala Ranjang sambil membalas beberapa chat masuk dari grup kelasnya.

"Kenapa hm?" Haris mendekat setelah meletakkan ponselnya. Lelaki itu tersenyum melihat wajah kesal istrinya. "Mau tanya apa? Kok cemberut gitu?" tanyanya halus.

Acha semakin berdecak sebal. "Kamu akhir-akhir ini sering pulang malam, jarang banget ngajak aku jalan. Kamu kemana sih?" Acha melempar ponselnya begitu saja. Menatap suaminya penuh curiga.

Kening Haris berkerut samar, laki-laki itu menggeser duduknya agar bisa memeluk istrinya itu.

"Kemana lagi kalau bukan di kantor, Cha? Hm? Kangen banget sama aku ya?" Haris mendaratkan kecupan di pipi istrinya. Karena gemas cowok itu menggigit kecil hidung mancung Acha.

"HARIS! AHRGG, SAKIT,"

Acha meronta meminta untuk dilepaskan tetapi Haris memeluknya semakin erat sembari menahan tawa. Ah, ternyata bersama Acha memang waktu yang tidak pernah membosankan.

"KAMU JAHAT BANGET, HIDUNG AKU MERAH!"

Haris hanya tersenyum lebar dan mengusapnya penuh sayang.

"Yaudah sini aku cium lagi,"

Acha mendelik sebal sembari melempar bantal.

"Itu mah maunya kamu!"

Haris terbahak keras dan segera menyembunyikan wajah kesal sang istri di dadanya. Ia hanya ingin menikmatinya seorang diri bahkan seekor cicak pun tidak boleh melihat betapa mengemaskannya seorang Acha saat sedang marah.

Rembulan ReachaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang