"Cha, bangun. Kamu mau tidur di sini atau pulang ke rumah?" Haris menepuk pipi Acha dengan lembut. Sayangnya kelembutan yang Haris berikan tidak berdampak bagi Acha yang masih berpetualang di alam kapuk. Gadis itu berulang kali memperbaiki posisi tidurnya, mencari tempat paling nyaman.
Haris yang melihat itu menggelengkan kepalanya. Bukannya bangun malah mempernyaman tidur.
"Acha tidur, Ris? Biarin aja, nanti bangun sendiri." Michio, Ayah kandung Haris berjalan mendekat membawa dua gelas kopi hangat. Keduanya baru saja selesai rapat dengan para investor dari Jerman.
Haris hanya mengangguk pelan. Ia berjalan menuju lemari yang terletak di pojok ruangan kemudian mengambil selimut dari dalam sana.
"Acha kecapean, makanya kamu sewa pembantu, Ris. Gak kasihan tuh, Acha juga masih aktif kuliah sama kayak kamu." kali ini satu manusia lagi datang dengan membawa satu toples kue kacang. Di belakangnya di ikuti oleh satu bocah kecil yang membawa mobil mainan.
"Tante kenapa?" Bocah itu berjalan mendekati Acha yang sedang di selimuti oleh Haris. Dengan cepat Haris menggendong keponakannya dan berjalan menjauhi Acha.
"Tante lagi bobok, Arta jangan ganggu. Mainan sama Om dulu, ya?" ucap Haris mengusap kepala Arta dengan lembut.
Bocah kecil itu mengangguk patuh kemudian duduk di pangkuan Haris ikut menikmati kue kacang yang di bawa ayahnya.
"Kamu sama Acha gak lagi nunda keturunan kan, Ris?" tanya Michio sembari meletakkan majalah di atas meja. Netra laki-laki paruh baya itu berpusat pada Haris yang terdiam di tempatnya sembari menyesap kopi buatannya.
"Ingat loh, ya, Ayah sama Bunda umurnya udah gak muda lagi. Bunda kamu tuh, nanyain cucu dari kamu tiap malam." lanjut Michio menyedap kopi hangatnya. Gerakan Haris mengusap kepala Arta terhenti. Ia menatap lurus pada sofa yang Acha tiduri.
Faldi, kakak sepupu Haris tertawa kecil.
"Kelihatan nih, Om. Kalau Haris belum buka segel." ucap Faldi--kakak sepupu Haris dengan kerlingan jail.
Haris langsung mendengus pelan. Sedangkan Michio langsung menatap Haris dengan satu alis terangkat.
"Jangan di dengarin Yah, aku sama Acha gak nunda keturunan kok. Tapi paling enggak aku gak mau bebanin Acha dengan hal itu. Acha masih terlalu muda dan kuliahnya juga belum selesai," ucap Haris memberikan pengertian.
Michio mengangguk pelan. Ia mengerti perihal itu. mengetahui Haris dan Acha tidak menunda keturunan saja Michio sudah cukup lega. Setidaknya dengan begitu masalah di beri rejeki anak atau belum itu urusan yang di atas.
"Tapi kayaknya Acha suka anak kecil deh, Om. Kelihatan banget tuh kalau lagi main sama Arta." ujar Faldi sambil mengulurkan kue kacang lagi pada anaknya.
"Ayah gak maksa kalau belum bisa kasih cucu dalam waktu dekat. Yang penting rumah tangga kalian baik-baik aja." ucap Michio menepuk bahu putranya. "Apalagi kalian menikah di usia muda. Banyak tanggung jawab yang harus di pikul. Terutama Acha, kamu harus rawat Acha dengan baik. Jangan banyak diam, Ris, Acha pasti kesepian kalau kamu cuma ngomong sekenanya aja." nasehat Michio.
Haris mendengarkan nasehat Ayahnya dengan mengangguk kecil. Ia memeluk Arta dengan erat sembari mendaratkan kecupan di kepala keponakannya itu.
"Haris nih kayaknya juga udah kepengen punya momongan, Om. Lihat tuh, sama Arta aja gemas banget." ucap Faldi kembali mengompori.
Haris yang mendengar itu langsung memutar bola matanya dengan malas. Ia memindahkan Arta ke pangkuan Faldi kemudian beranjak berdiri dan mendekati Acha yang sudah bangun dari tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rembulan Reacha
ChickLitRomance Comedy #Campus series 1 Dalam list kehidupan Acha tidak pernah menuliskan target menikah di umur tertentu. Namun ia sendiri tidak pernah menyangka akan menikah di umur dua puluh tahun apalagi dengan teman dan tetangganya sendiri. Menikah de...