Chapter 3

3.4K 168 0
                                    

Tidak ada sedikit pun rasa malu di wajah Alexia.

Alexia kemudian melihat Vivian yang cemas selagi ia bertanya.

"Jawabanmu?"

"Saya mengerti."

"Ah, ini menyebalkan! Bukan saya!"

Alexia meraih tangan Vivian karena ia tidak bisa lagi mentolerir tingkah lakunya.

Vivian terkejut dengan tindakan tiba-tiba itu tetapi tetap saja, Vivian dengan gugup membalikkan dirinya untuk menghadap Nyonya itu.

"Ayo. Apa menurutmu kau akan lulus untuk bertindak dan bergerak seperti wanita bangsawan sekarang ini?"

***

Beberapa lama sejak saat itu.

Sambil memegang cambuk di tangannya, Alexia dengan tegas bertanya pada Vivian.

"Kau siapa?"

"Countess Muda Britton yang bergengsi, Alexia Britton."

Jawaban yang cepat dan pasti. Vivian tidak lagi menghindari tatapan tajam Alexia. Karena ia berpakaian sama cantiknya dengan Alexia, Vivian juga memperoleh keterampilan untuk bernapas dan bergerak persis seperti Alexia Britton.

"Sekarang, ambil itu."

Setelah mendengarkan apa yang dikatakan Alexia, Vivian kemudian melihat ke permata yang berada dekat dengan kaki pelayan di dekatnya tanpa benar-benar melihatnya.

"Kau di sana, ambilkan itu untukku!"

"Itu saja, cukup bagus!"

Begitu Vivian mendengar persetujuan Alexia, postur tegap Vivian langsung ambruk. Ia menghela nafas pelan karena selalu dalam keadaan mengkhawatirkan.

Berbeda dengan Vivian yang cemas, Alexia dengan santai mengambil sebuah pil dari dalam kotak. Tampak seperti semacam tablet yang kemudian diserahkan kepada Vivian.

"Makan ini."

"Nona, ini..."

Vivian perlahan mengambilnya dari tangan Alexia dan menelannya, tidak melanjutkan perkataannya karena Vivian berharap ia tidak akan mati hanya karena menelan pil. Namun, sensasi yang ia rasakan saat pil itu turun ke tenggorokannya sangat berbeda dari yang ia bayangkan.

"Huk, Uhukk!"

Dari mulut Vivian ke pangkal tenggorokannya ada rasa sakit di setiap sudut. Vivian tersiksa oleh penderitaan itu.

Di sisi lain, Alexia hanya berada di kursinya, tidak peduli dengan Vivian yang sedang berjuang. Tidak ada perubahan ekspresi bahkan saat bertatapan dengan Vivian yang berada di lantai, menyiksa karena rasa sakit yang bisa dirasakan di seluruh tenggorokan gadis itu.

Vivian terbatuk-batuk, Alexia hampir tidak mendengar Vivian mengatakan sesuatu.

"Ini adalah..."

Vivian dengan cepat menutup mulutnya karena terkejut. Suara yang ia keluarkan sangat identik dengan suara Alexia.

"Itu mahal."

Puas, Alexia menunjuk Vivian dengan ujung cambuknya.

"Paham? Pil ini hanya akan bekerja selama 24 jam. Setelah itu, efeknya akan berkurang secara bertahap."

Vivian menutup rapat bibirnya selagi ia mendengar kata-kata itu. Saatnya telah tiba untuk memberlakukan rencana Alexia, Vivian mulai gemetar karena khawatir.

"Apakah kau mengerti?"

"Ya... saya akan lakukan."

Berbeda dengan jawaban Vivian yang ragu-ragu, Alexia dengan riang bangkit dari kursinya.

"A ~ ah, aku ingin tahu apa yang harus kulakukan sekarang," kata Alexia.

Berbeda dengan Vivian yang gelisah, Alexia bertingkah agak acuh tak acuh. Selain itu, Alexia bahkan mengatur pakaiannya sendiri untuk diambil dan dikemas dari lemarinya jika Vivian tidak dapat menemukan pakaian lain untuk dikenakan.

"Aku mungkin akan ketahuan jika harus tinggal di rumah, jadi aku akan pergi bersamamu. Vivian, siapkan beberapa pakaian yang lebih sederhana untukku."

"Saya mengerti, Nona."

"Dan aku akan meninggalkanmu dengan temanmu. Jadi, pergilah dengan dia."

Vivian mendesah pelan sambil menurunkan topinya. Alexia telah mencambuk dan melatihnya dengan intens, namun jauh di dalam, dia pada dasarnya masihlah Vivian. Topi itu diratakan dengan sangat baik sehingga Alexia tidak memperhatikan keraguannya, yang sama sekali tidak bisa diterima.

Karena Alexia adalah Nona Muda yang mandiri, orang tuanya bahkan tidak mengantar Alexia dan menyerahkan segalanya pada keputusan padanya. Berkat ini, Alexia merasa cukup nyaman untuk berbagi kereta dengan Vivian.

Kemudian, gerbong cantik untuk Vivian bersama dengan gerbong yang lebih kecil untuk Alexia tiba dan masing-masing mulai berangkat ke tempat tujuan.

Ketika Vivian menyadari bahwa tidak ada yang mengawasinya lagi, Vivian menghembuskan napas.

"Fuhaa ~" seru Vivian. Ia sebenarnya hampir tidak bernapas, seperti bayi yang baru lahir, ia kemudian menggenggam tangan temannya yang ada di depannya karena gemetar oleh kegelisahan.

"Amanda, bisakah aku melakukannya dengan baik? Bagaimana jika aku tertangkap dan dimakan?"

"Ugh. Menyeramkan saat kau memanggilku dengan suara itu. "

Amanda memasang ekspresi tidak menyenangkan saat melihat ekspresi sedih Vivian. Ia kemudian dengan cepat mengubah nada dan ekspresinya juga.

The Monstrous Grand Duke's Fake LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang