Chapter 4

3.1K 167 0
                                    

"Tolong jangan terlalu khawatir, Vivi," ucap Amanda sambil nyengir lebar, berlawanan dengan Vivian yang cemberut, dipenuhi kecemasan.

"Ini pasti akan baik-baik saja untuk waktu yang lama. Kau adalah orang yang paling ingin tahu dari kami semua. Ini menarik, jadi aku juga menyukainya."

"Amanda..."

"Jadi, jangan khawatir sama sekali. Semuanya akan berjalan dengan baik pada akhirnya, Vivian."

Vivian mendesah memilukan.

Saat mereka akan menyeberangi gunung pada jarak tertentu, mereka melihat mansion tempat tinggal Grand Duke yang mengerikan itu.

Dia memakan orang.

Mengingat banyak rumor mengerikan seputar Grand Duke yang mengerikan, Vivian menuju ke mansion yang dipenuhi dengan emosi yang meresahkan.

Tepat setelah mereka melintasi gunung tersebut, Vivian secara naluriah menahan napas selagi ia melihat sebuah rumah besar.

Sudah diharapkan untuk mansion sebesar itu, namun Vivian tidak bisa berkata-kata karena skalanya tidak pernah bisa dibandingkan dengan kediaman Countess Muda tempat ia tinggal sekarang.

Masuk akal untuk berpikir bahwa akan ada lebih banyak orang yang bekerja di sini daripada orang-orang di kediaman Countess Muda. Namun, tidak peduli berapa banyak orang yang ada di sana, Vivian tidak akan pernah merasa nyaman dengan mereka karena ia tidak pernah terbiasa dengan hal ini, jadi cukup sulit baginya untuk beradaptasi dengan cepat.

Ketika lebih banyak kekhawatiran menyusup ke dalam pikirannya, Vivian menunggu di gerbong sampai ia diterima oleh orang-orang di mansion.

"Selamat datang, Countess Britton. Kami telah menunggu anda."

Vivian disambut oleh kepala pelayan yang membungkuk dalam-dalam padanya. Jika itu adalah Vivian yang biasa, dia akan membalas dengan bersikap sopan namun, sekarang berbeda.

Dia adalah Countess Muda, Alexia Britton.

Meskipun tidak lagi berada di dalam gerbong, jalan setapak antara pintu masuk dan rumah besar itu sendiri perjalanannya cukup panjang. Namun demikian, pemandangannya sangat indah sehingga orang tidak pernah bisa merasakan jaraknya yang jauh.

Tatapan Vivian terus berlanjut dari bawah pinggirannya ke pemandangan indah, yang ternyata tidak seperti yang dibayangkannya.

Benar-benar berbeda dari pemikirannya bahwa semuanya akan berdarah dan menakutkan. Sebaliknya, taman itu penuh dengan bunga-bunga indah yang bisa dilihat terus-menerus seolah dipelihara oleh seorang tukang kebun yang terampil.

Pada saat Vivian baru saja mencapai pintu masuk, kepala pelayan itu berbalik ke arahnya.

"Anda mungkin merasa tidak nyaman begitu Anda memasuki kediaman ini. Oleh karena itu, izinkan saya untuk mengambil pakaian luar Anda."

Vivian memandangi tangan Kepala Pelayan yang terulur secara alami selagi ia mengamati tindakan Kepala Pelayan itu.

"Aku telah membawa pelayanku, jadi serahkan saja padanya."

"Saya mengerti."

Itu adalah isyarat yang agak blak-blakan, tapi kepala pelayan itu bahkan tidak berkedip. Kepala Pelayan dengan cepat menarik kembali tangannya dan melangkah mundur, seolah-olah ia sudah mengetahuinya.

Vivian mendesah.

Vivian tidak bisa melepas topinya setiap saat karena ia tidak pernah bisa memperlihatkan wajahnya.

Dengan kata-kata Nona Muda sendiri, jika wajahnya terlihat, identitasnya juga akan terungkap. Karena itu, kata-kata Nonanya menjadi belenggu bagi Vivian yang akhirnya terwujud dengan topinya yang bertepi besar.

"Di mana Grand Duke?"

"Lewat sini, Nyonya."

Kepala pelayan dengan terampil membimbing jalan.

Taman eksterior sangat mempesona sehingga orang akan menemukan interiornya entah bagaimana sangat kurang karena mansion hanya dihiasi oleh kebutuhan saja.

Apakah ini cerminan dari Grand Duke yang mengerikan? Meskipun sinar matahari cerah berkilauan di kaca jendela, interior mansion tampak kosong dan suram.

Setelah berjalan melewati koridor yang panjang, kepala pelayan berhenti selagi melihat pintu tertentu, yang juga menghentikan Vivian dan Amanda. Kepala Pelayan membuka pintu lebar-lebar setelah mengetuknya beberapa kali.

Vivian digiring ke kamar dengan mulus oleh kepala pelayan. Namun, Vivian tiba-tiba berhenti karena merasa terbebani oleh suasana ruangan.

Berbeda dengan koridor yang diterangi oleh matahari, interior dalam ruangan ini gelap dan suram. Terlepas dari tirai putih yang menggantung longgar di atas tempat tidur, semua jendela ditutupi dengan tirai hitam dari atas ke bawah.

Kepala pelayan sedang berdiri di dekat tempat tidur ketika ia memperhatikan kesan kaget Vivian. Kepala Pelayan kemudian perlahan membuka bibirnya.

"Grand Duke tidak menyukai sinar matahari karena penglihatannya yang cukup parah. Sementara ini, kamar ini akan menjadi sedikit gelap tapi saya harap Anda mengerti."

The Monstrous Grand Duke's Fake LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang