Chapter 33

1.5K 107 1
                                    

Tidak peduli berapa banyak Vivian mencoba untuk meringkuk, pria itu masih duduk di sebelah Vivian—pada akhirnya.

"Kenapa kau menangis di sini?"

Vivian masih belum bisa mengucapkan sepatah kata pun. Ia kemudian menatap dokter dengan wajahnya yang masih basah dengan air mata yang bahkan belum kering.

Keduanya agak curiga karena Ia sudah ada di sana pada saat dokter bertemu dengannya secara kebetulan. Namun demikian, tak satu pun dari mereka yang waspada terhadap satu sama lain.

"Apakah Kau salah satu pelayan yang dipekerjakan untuk Count?"

Terkejut oleh kata-kata dokter yang mengejutkan, mata Vivian langsung terbuka lebar.

Vivian hendak berseru sebelum ia buru-buru menoleh—sangat terlambat. Namun demikian, ekspresinya sudah tercermin dengan jelas di matanya yang tajam.

"Tidak banyak keluarga yang bisa menyediakan seragam pelayan untuk staf mereka di sekitar sini. Jadi, aku hanya membuat tebakan secara acak, tetapi ternyata aku benar. "

Ia mengamati Vivian yang masih menutup mulutnya — meskipun Vivian terus-menerus gemetar.

Ketika ia melihat rambut Vivian acak-acakan, ditambah dengan bekas jejak kaki yang terlihat, ia mulai mendapatkan firasat. Selain itu, jejak itu berasal dari sepatu wanita.

Dokter kemudian segera mengingat rumor yang baru saja ia lupakan.

"Jangan takut. Aku tidak akan memberi tahu orang lain."

Dokter itu meyakinkannya sebelum memegang tangan Vivian. Berbeda dengan Vivian yang ketakutan, tangannya dengan penuh kasih mengangkat pakaian Vivian untuk memperlihatkan area yang terluka.

"Apakah kau menerima luka ini dari pukulan Countess Muda?"

Kepala Vivian segera berpaling menanggapi kata-kata dokter.

Meskipun pria itu benar sekali, Vivian tidak bisa memaksa dirinya untuk setuju dengannya.

Ia tidak ingin meninggalkan kesan buruk pada Grand Duke. Paling tidak, Vivian tidak ingin rumor jahat menyebar selagi ia menyamar sebagai Alexia.

"Lalu, siapa yang memukulmu?"

Vivin tidak menjawab sama sekali—sama seperti bagaimana ia merespons sampai saat ini.

"Maaf. Aku telah menanyakan sesuatu yang tampaknya terlalu pribadi. Aku hanya ingin tahu karena temanku entah bagaimana terkait dengan keluarga itu — itulah alasan utamaku menanyakannya."

Apakah dia tidak merasa malu sama sekali?

Dokter itu terlalu cerewet selagi membuka tasnya pada saat yang bersamaan. Kemudian, ia mulai mengoleskan obat di atas luka Vivian. Ia terlihat sangat serius ketika merawatnya karena ia hanya bergantung pada satu-satunya cahaya lampu.

"Jangan khawatir. Aku satu-satunya yang ada di sini sekarang ini."

Pria itu terus berbicara dengan Vivian, sama seperti ketika ia mencoba menenangkannya. Hanya setelah ia melihat semua lukanya dengan cermat, ia akhirnya menarik wajahnya yang sangat dekat dengan wajah Vivian.

Dokter itu akhirnya memasang ekspresi puas, tetapi saat ia melirik wajah Vivian, wajahnya langsung menjadi kaku.

"Matamu menjadi merah sekarang, karena air mata yang kau tumpahkan. Kau benar-benar malang.

Vivian dengan cepat menjauh begitu tangan dokter itu ingin menyentuh matanya. Pada saat itu, rambutnya baru saja melewati celah ujung jari dokter itu.

Dengan demikian, membuat tatapan Vivian terjalin dengan benar dengan mata dokter itu untuk pertama kalinya.

"Ini entah bagaimana terasa aneh. Mengapa Kau mengingatkanku pada Countess Muda setiap kali aku melihatmu?

Pria itu dengan lembut meraih rambut Vivian yang mengalir dengan jari-jarinya sebelum menyentuhnya. Matanya berangsur-angsur semakin dalam selagi ia membelai rambutnya yang tampak terlalu lembut untuk orang biasa.

"Apakah karena warna rambut yang mirip ini?"

Begitu ia mendengar kata-kata itu, Vivian menganggap bahwa ia tidak bisa tinggal lebih lama lagi dan ia buru-buru berdiri. Rambutnya sedikit ditarik oleh tangan pria itu, tetapi itu hanya berlangsung sebentar.

Begitu Pria itu melepaskan rambut merah cerah Vivian, ia segera menjauh dari dokter.

"Apakah kau akan pergi sekarang?"

Vivian akhirnya menunjukkan niatnya kepada dokter itu untuk pertama kalinya. Dokter itu langsung menyunggingkan senyum cerah sambil melambaikan tangannya saat melihat bagaimana Vivian memberikan anggukan kecil.

"Selamat tinggal. Aku benar-benar berharap kita akan bertemu lagi lain kali."

Vivian benar-benar berterima kasih atas perawatannya, tetapi ia tidak pernah ingin melihatnya lagi.

Segera setelah itu, Vivian sudah tergesa-gesa berlari keluar dari sana sebelum ia akhirnya tiba di rumah Count.

The Monstrous Grand Duke's Fake LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang