85 - 86

1K 75 3
                                    

WARNING : MENGANDUNG KONTEN 21++

--85--

"Apakah tubuhmu merasa sangat tidak nyaman? Haruskah aku memanggil dokter sekali lagi?"

Knox menggelengkan kepalanya dengan lemah pada pertanyaan Vivian. Rambut hitamnya menggosok lembut pipinya.

"Akan jauh lebih baik jika aku bisa melakukan sesuatu untuk mengatasi demam ini."

Knox jelas lebih panas dari biasanya. Panas yang ia rasakan yang mulai dari ujung jarinya sudah lebih dari cukup untuk membuat Vivian percaya bahwa pria itu secara alami seperti berada di pengapian.

Karena cara bernapas Knox berangsur-angsur menjadi tidak biasa, Vivian mencoba menggeliat untuk mengangkat bagian atas tubuhnya.

"Sepertinya kita benar-benar perlu memanggil dok..."

"Tidak. Bukankah aku baru saja mengatakan untuk tidak memanggil orang itu lagi?"

Vivian yang mencoba mengangkat tubuhnya, segera diblokir oleh Knox. Mata pria itu yang bertemu dengan mata miliknya masih berwarna merah cerah, tapi sedikit lebih dekat ke warna hitam. Kecuali panas yang memenuhi pipinya, ekspresi Knox tetap seperti ia masih berusaha membunuhnya.

"Jika dia sudah datang sebelumnya, maka itu berarti dia sudah memberiku obat. Itu saja sudah cukup."

"Tapi, apakah kau benar-benar baik-baik saja?"

Bukannya menjawab, Knox menghela napas sambil menyisir rambutnya dengan kasar. Karena rambutnya yang basah oleh keringat dapat dengan mudah disisir, tangannya kemudian beralih ke pipi Vivian sekali lagi.

"... jika aku harus mengatakan yang sebenarnya, aku merasa tidak enak."

Knox membelai pipi Vivian yang jauh lebih dingin dari pipinya dengan punggung tangannya sebelum melanjutkan untuk bergerak ke bawah perlahan. Ia menelusuri garis leher gaunnya selagi ia membelai tulang selangkanya. Kemudian, tangannya meluncur ke bawah sebelum menggenggam gundukan kecil di bawah kain.

"Gasp!"

Bersamaan dengan itu, Vivian menelan napas kasar di antara bibirnya.

Vivian mencoba menhentikan tindakan tiba-tiba Knox, tetapi tangan yang menggenggam itu tidak berhenti sama sekali. Knox dengan kasar membelai p*y*d*r*nya yang bisa wanita itu rasakan melalui pakaian tipisnya.

"Aah, tunggu. Knox.....!"

Tangan Knox yang telah digabungkan dengan panas sangat berbeda. Mungkin karena demamnya yang tinggi, Vivian bisa merasakan sentuhannya dan jauh lebih sensitif dari biasanya. Saat tangan Knox yang tadi menggenggam bagian bawah p*y*d*r*nya tiba-tiba meremas p*t*ngnya yang sudah tegak dengan ibu jarinya, Vivian buru-buru menelan ludahnya.

"Jadi, kau harus membantuku, sayangku."

Bantuan, katamu?

Bertentangan dengan kata-katanya, Knox sebenarnya mendominasi seluruh tubuh Vivian. Ia dengan gigih mengumpulkan p*y*d*r*nya yang lembut dari tepi dan terus membelainya—berulang kali.

"Haaa....... Itu panas."

Apakah Knox tidak menyadari bahwa dialah yang menjadi begitu panas? Knox mengulangi kata-kata itu sekali lagi. Ia bergumam terus-menerus sambil menggigit tulang selangka Vivian, seolah-olah panas memancar dari Vivian.

Meskipun ia telah menggigit dengan kuat sampai meninggalkan bekas, lidahnya kemudian mengikuti untuk menjilatnya seolah-olah ia menenangkannya setelah itu.

Meskipun sepertinya itu sama dari pertama kali Vivian melihat tatapan binatang Knox, itu masih agak berbeda. Setiap kali Knox menghembuskan napas panasnya, Vivian seolah-olah juga sudah berasimilasi dengan panas, perut bagian bawahnya mulai merespons lagi.

The Monstrous Grand Duke's Fake LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang