Chapter 43

1.5K 90 0
                                    

WARNING : MENGANDUNG KONTEN 21++

"Tidak bisa, aku—tidak bisa..."

Knox mencengkeram payudara Vivian yang sementara tidak lagi mampu berbicara. Rangsangan itu menyebabkan Vivian terengah-engah yang segera diikuti oleh napas serak Knox.

"Bisa saja."

"Ahh, aku benar-benar tidak bisa.... Aaaah!"

Meskipun Knox sibuk mendorongnya, tangannya masih bisa menemukan jalan ke pay*d*ranya sebelum bermain-main dengan p*t*ngnya—mengubahnya di sana-sini—yang akhirnya membuat Vivian meregangkan kukunya.

Vivian mencoba menghindari tangannya, tetapi sangat sulit baginya untuk melepaskan diri dari daging yang dengan kuat memegangnya itu.

Setiap kali Ia pulih, jus cinta segera menyembur melalui tempat di mana tubuh mereka bersatu satu sama lain. Selagi cairan cinta mulai menetes—berulang-ulang—ke tempat tidur, cahaya putih yang berkedip-kedip di mata Vivian mulai terpotong juga.

Ketika tangan Knox yang lain telah meraih pinggul Vivian ke titik yang tercetak, wanita itu akhirnya mencapai klimaksnya—sekali lagi.

Vag*n*nya yang masih berkontraksi, mengendur terus menerus, akhirnya mengencang di sekitar anggotanya dengan erat. Pada saat yang sama, sensasi panas memenuhi bagian dalam tubuhnya yang menyebabkan Vivian bergetar secara spontan.

Tubuh Vivian berangsur-angsur rileks ketika air maninya telah menyatu dengan jus cintanya yang akhirnya mengalir keluar dari dalam dirinya.

Namun demikian, Knox masih belum mengeluarkan anggotanya. Sebagai gantinya, ia membungkukkan tubuh bagian atasnya sebelum ia melanjutkan untuk mencium bahu wanita itu dengan lembut.

Ini aneh. Biasanya, ini akan menjadi saat di mana dia menarik dirinya keluar sebelum dia mulai memelukku.

Saat itulah Vivian mulai mengangkat matanya curiga terhadap Knox, yang tiba-tiba sibuk membelai tubuhnya yang santai diam-diam.

"Knox, apa yang kau lakukan sekarang...?"

"Siapa yang tahu."

Ia melepaskan tangannya dari bahu Vivian, lurus ke arah kedua pay*d*ranya sebelum memijatnya dengan lembut—tepat setelah ia memberikan jawaban samar-samar itu. Ia membelai puncak bengkaknya yang disebabkan karena digosok dengan jari telunjuknya sebelumnya, erangan spontan keluar dari bibir Vivian.

Vivian mencoba untuk mendorong tangannya menjauh karena tindakannya agak menyalakan kembali api yang telah padam sejak sebelumnya, yang juga terlalu sulit untuk ditangani oleh tubuhnya.

"Posisi ini cukup tidak nyaman, jadi... haaah!"

Begitu tangannya menyentuh pipi Knox, anggotanya mulai mengeras bahkan lebih saat masih berada di dalam dirinya. Tidak hanya itu, ia bahkan terengah-engah karena sensasi aneh yang seolah-olah anggotanya tumbuh lebih besar dari sebelumnya.

"Itu—bisa lebih besar lagi?"

"Sepertinya begitu."

Knox tersenyum mendengar kata-kata Vivian sebelum mencium tengkuknya dengan penuh kasih sayang.

Vivian dipaksa untuk menerimanya sekali lagi selagi ia mengerang dengan tangisan penuh sementara Knox menyapu dindingnya yang panas, yang semuanya masih sensitif.


***


Tangan Knox yang telah bertahan di pinggulnya, akhirnya merangkak ke atas untuk membelai punggungnya.

Kemudian, tangannya menyapu kulit lembutnya seperti sedang menggodanya selagi ia membelai pipi Vivian yang tertidur lelap.

Senyum segera merekah di bibir Knox selagi ia membelai kulit pipinya yang halus dan lembut. Sungguh buruk baginya untuk membangunkan orang yang tertidur, tetapi ia kesal  tidak bisa melepaskan pipinya.

Halus dan lembut. Knox menyukai sensasi yang dirasakan melalui jari-jarinya, yang bergerak agak bebas. Karena itu, ia mencubit pipinya beberapa kali lagi.

Akhirnya, godaannya segera membangunkan Vivian. Mungkin Vivian masih belum bangun dari tidurnya, tapi matanya yang dipenuhi rasa kantuk membuatnya tampak sangat cantik.

"Knox...?"

Ia memanggil namanya dengan lembut sambil menggosok matanya untuk kedua kalinya. Ia tidak bisa benar-benar membedakan apakah ada sentuhan di punggungnya selagi ia menghadap Knox dengan mata yang seperti melamun.

Hanya ketika ia benar-benar menghadapnya, ia menyadari di mana tangan pria itu sebenarnya berada.

"Apa yang kau lakukan sekarang?"

"Menyentuhmu?"

Jawaban Knox acuh tak acuh yang telah mewarnai wajah Vivian dengan merah membara lagi.

"Bukankah itu cukup ketika kau sudah sering menyentuhnya sebelumnya?"

"Aku hanya menikmati momen ini dengan waktu luang."

Vivian segera menutup mulutnya mendengar kata-katanya sejenak. Senyum kecil yang mekar di wajah Knox sepertinya menggambarkan kegembiraannya yang luar biasa.

Vivian sama sekali tidak membencinya. Faktanya, ia menyukai waktu yang ia habiskan bersama Knox — waktu ketika pria itu hanya bisa fokus padanya — di mana ia bahkan tidak perlu menyadari orang lain.

The Monstrous Grand Duke's Fake LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang