Hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 20. Baru kali ini aku sangat tidak semangat dihari ulang tahunku. Padahal sebelumnya aku sangat tidak sabar menantikan hari ini. Begitu berharap waktu berjalan cepat.
Kim Seokjin BRENGSEK!
Jadi selama ini aku cuma jadi bahan latihan baginya? Selama 3 tahun belakangan!
Aku merutuki mataku yang tidak berhenti menangis. Bodoh sekali aku menangisi pria kurangajar itu!
Dia bahkan tidak menghubungiku selama sebulan ini sejak aku tahu naskah itu. Atau bahkan meminta maaf dan mencoba menjelaskannya, dia tidak melakukannya sama sekali!
Bodoh sekali aku, jelas-jelas dia tidak peduli. Tapi aku bahkan tidak memblokir nomornya, berharap dia akan menghubungiku.
"AAAAKKHHH!" Kulempar boneka singa pemberian Jin hyung. Kupecahkan semua bingkai foto yang terpajang foto kami dulu.
Aku terduduk, memeluk lututku. Membenamkan kepalaku disana, menangis sejadi-jadinya. Lagi, lagi dan lagi. Aku merasakan sesak.
Tiba-tiba, aku merasakan elusan pelan dikepalaku.
Aroma ini
Apa aku begitu merindukannya? Sampai halusinasiku terasa begitu nyata. Perlahan kuangkat kepalaku.
Tuhan! Kalau ini mimpi, maka jangan bangunkan aku. Aku benci diriku, yang tidak bisa benar-benar membencinya. Benci diriku yang masih sangat merindukannya. Benci diriku yang berharap sosok dihadapanku ini nyata. Bukan mimpi!
Selama sebulan tidak menampakkan batang hidungnya, kini datang dengan senyum seakan tak bersalah sama sekali! Aku ingin menamparnya! Meninju perutnya! Mencakar wajah tampannya! Mencabut rambut lebatnya biar botak! Dasar manusia tak berperasaan!
Aku nelangsa selama sebulan ini. Penampilanku yang jadi seperti mayat hidup gara-gara dia!
Dan dia?
Lihatlah! Tengoklah, pria berdarah dingin dan tak berperasaan itu! Dia hidup dengan nyaman, terlihat sangat tampan dengan balutan jas navynya!
Ini tidak adil!
"Mau apa kesini!?" Tanyaku judes.
Mengesalkan, dia malah tersenyum.
Cih, dia pikir dia tampan tersenyum begitu!
TIDAK! Tidak tampan! Tapi sangat tampan! Anjir! Goblok! Udah disakitin masih aja muji!
Tak sempat mengelak, aku tiba-tiba sudah dalam gendongannya.
"Yak! Mau apa kau!"
Tak ada jawaban, Jin hyung hanya makin mengeratkan pelukannya karena aku berontak, mencoba turun. Memukulnya adalah hal yang sia-sia. Dia seperti tembok, yang kalau dipukul bukan dia yang merasa sakit, tapi aku.
Sama sekali tidak menjelaskan akan kemana, dia langsung tancap gas. Bahkan tak menghiraukan semua pertanyaanku.
Pria jenis apa ini? Kenapa modelnya begini? Tidak menjelaskan apapun padaku tentang naskah itu, membiarkanku pergi tanpa menahanku. Dan tanpa mendung tanpa hujan, dia datang dan menculikku. Gila!
Setengah jam perjalan, kami sampai di Gereja.
"Mau apa!?" Tanyaku emosi.
Lagi-lagi dia menggendongku, dia pikir aku pincang kali, ya?
"Turunin.. mmph"
Apa-apaan ini!? Dia menciumku!
Terdengar pintu Gereja terbuka, dari dalam terdengar riuh tepuk tangan.