Kamar itu penuh kelam, bau anyir tercium menusuk, tak ada cahaya selain dari sebuah bohlam yang memercikkan cahaya redup serta kondisi kamar yang teramat sangat berantakan. Seonggok tubuh kurus meringkuk menahan sakit, darah menetes dari beberapa sayatan di kulit telanjangnya. Tak ada ringisan sakit darinya, seakan baginya luka-luka itu bukan apa-apa. Tak ada juga air mata yang menandakan kesedihannya. Hanya tatapan kosong pada pergelangan tangannya yang kebetulan terluka juga.
Pintu kamar itu terbuka, seorang pelayan datang dengan cekatan mulai membersihkan kamar itu. Seseorang lagi datang dengan membawa sebuah kotak besar yang mungkin itu adalah kotak P3K. Dengan telaten ia mengelap bersih tubuh telanjang milik majikannya dengan handuk hangat, membersihkan bercak-bercak darah di sekujur tubuhnya, lantas kemudian memindahkannya ke sofa agar pelayan yang satunya bisa membersihkan ranjang dan mengganti sepreinya. Diperbannya luka-luka sayatan itu dengan apik, setelah mengompres dan mengoleskan obat. Mengambil pakaian bersih dan memakaikannya pelan-pelan, agar majikannya tidak merasa terlalu sakit.
Semua pekerjaan selesai dalam diam, kamar itu terlihat sedikit hidup setelah pelayan menyalakan lampu utama di kamar itu. Segera mereka meniggalkan kamar majikannya, mengerjakan pekerjaan lain.
-
"Apa yang kau pikirkan hyung?" Tanya Jungkook sembari bergelayut manja pada tubuh kekar milik kekasihnya.
"Tidak ada Koo. Tidurlah, kau pasti kelelahan."
"Siapa bilang?"
"Jangan menggodaku, kau tau akibatnya Koo."
"Oh ya? Apa kira-kira akibat yang akan kudapatkan?"
"Aku sudah memperingatkanmu."
Pria kekar dengan bahu lebar itu kembali mengukung kekasihnya dan dihadiahi tatapan menggoda penuh tantangan dari Jungkook. Berakhir mereka kembali bergumul mesra dengan desahan penuh kenikmatan serta pekikan manja dari Jungkook dan geraman dari Seokjin tiap kali mereka mencapai puncak kenikmatan masing-masing.
Tepat pukul tiga dini hari, mereka baru berhenti saling menumpahkan cairan cinta mereka. Deru napas terdengar jelas, seperti baru saja lari maraton dua ratus meter.
"Aku mencintaimu hyung"
Seokjin mengecup kening berkeringat milik Jungkook, menyelimuti tubuh telanjang mereka dengan selimut tebal, memeluknya dengan hangat mengajaknya memejamkan mata untuk beristirahat.
Ada sedikit rasa sedih yang Jungkook rasakan, sebab setiap pernyataan cintanya tak pernah mendapat balasan dari kekasihnya. Meskipun Seokjin adalah kekasihnya dan sering berhubungan badan dengannya, tapi tetap saja ia tak pernah mendengar ungkapan cinta dari Seokjin.
"Bagaimana dengan rencanamu, hyung?"
"Tidurlah Koo, jangan memikirkan hal yang tidak harus kau pikirkan."
"Ck, kau ini. Aku kan hanya bertanya!" Dengan kasar ia mendorong Seokjin agar melepas pelukannya dan berbalik memunggunginya.
"Hh.. jangan marah hanya karena itu dan tidurlah menghadapku!" Seokjin mencoba menarik pinggang Jungkook agar mendekat.
"Lepas!" Ditepisnya tangan Seokjin, ia benar-benar kesal sekali padanya.
"Baiklah, hadap sini. Aku akan menjelaskannya padamu."
"Tidak usah!"
Seokjin mendengus kesal karena Jungkook yang keras kepala. Dirinya sangat capek menjalankan rencana gila dari ayahnya, sengaja datang pada Jungkook agar mendapat hiburan dari kekasihnya, meski mendapatkannya. Tapi sikap Jungkook yang begini membuatnya kesal.