Disinilah aku, berdiri dengan wajah bersungut-sungut kesal, menunggu bis datang.
Aku sangat marah dan membenci orang yang telah membuat adikku seperti orang gila, dan berakhir meninggalkanku pergi ke Amsterdam.
Aku merutuki kebodohannya, untuk apa dia harus pindah sampai kesana hanya karena seorang lelaki cantik yang ditemuinya setiap hari di bis? Aku benar-benar akan memaki lelaki itu, aku sudah tahu ciri-cirinya adikku bahkan sudah memperlihatkan fotonya padaku, walau agak buram dan tidak jelas. Tapi aku pasti bisa mengenalinya saat bertemu nanti, lagi pula kata adikku dia selalu duduk di tempat yang sama, samping kanan, dijejeran bangku keempat.
_
Flashback
"Hyung aku hari ini melihatnya lagi, dia selalu duduk dibangku yang sama."
Aku mendengus kesal, cerita ini lagi.
"Lalu? Apa kau mengobrol dengannya?"
"Ani! Aku hanya menatapnya dari belakang, tadinya aku ingin mengajaknya ngobrol. Tapi baru saja masuk dan melihatnya, lidahku seketika kelu, mulutku tak sanggup ku buka."
"Sudah berapa kali kau ceritakan padaku tentangnya? Dan sampai sekarang kau bahkan tak tahu namanya. Ini sudah tiga bulan semenjak kau ceritakan padaku kau bertemu dengan pria cantik, tapi kau tak berani mendekatinya."
Aku melihatnya bersemu dan tersenyum sangat lebar, itu mengerikan.
"Kalau kau bertemu dengannya kau akan mengerti perasaanku Jin hyung."
"Dia seperti di kutuk dengan kutukan 'kau akan membuat banyak lelaki terpesona, tapi tidak berani mendekatimu' karena kulihat bukan hanya aku yang menatapnya saja tanpa berani mendekatinya. Seisi bis melakukan hal yang sama denganku hyung."
_
"Hyung, aku menyerah!"
Aku membulatkan mataku, baru kemarin ia berkata akan berani menanyakan nama pria cantik itu, tapi sekarang dia malah berkata ingin menyerah?
"Aku tidak ingin menghabiskan waktuku hanya untuk menatapnya dari jauh tanpa bisa bercakap-cakap dengannya."
Yah, ini memang sudah satu tahun sejak kejadian itu. Tapi aku lega kalau dia memutuskan untuk menyerah dan sadar, aku tidak perlu melihat wajah bahagianya seketika berubah sedih karena sampai sekarang ia tidak dapat menanyakan nama pria cantik itu.
"Hmm... Baguslah kalau begitu."
"Aku sudah memesan tiket ke Amsterdam, aku berangkat sore ini."
"Apa!?"
Aku tidak percaya ini, kenapa dia harus pindah sejauh itu?
"Aku ingin melupakannya hyung, kalau aku disini aku tidak akan bisa menahan diri untuk tidak melihatnya."
"Ta..."
"Keputusanku sudah bulat hyung. Sampai jumpa, aku harus pergi sekarang. Kalau kau berhasil menemuinya, sampaikan salamku padanya."
Aku hanya bisa mematung menatap kepergian adikku tanpa bisa mencegahnya.
"Oh! Satu lagi, lebih baik tidak usah bertemu dengannya. Dia mempunyai kutukan hyung."
_
Present
Bus itu datang, aku segera memasukinya dan netraku langsung menangkap sosoknya, segera aku menuju bangkunya, lihat saja aku akan membuat perhitungan dengannya.
_
_
_
_
4 tahun kemudian
"Apa kabarmu Jin hyung?"
"Aku baik, bagaimana denganmu?"
Bukannya menjawabku dia malah tersenyum.
"Cuaca indah hari ini ya hyung?"
Dia menatapku kemudian menopang dagunya dengan tangan kirinya.
"Apa kau berhasil bertemu dengannya hyung?"
"Oh... Dia? Aku lupa menemuinya, terlalu sibuk dengan pekerjaanku."
"Aah... Aku lupa, kau seorang CEO yang sangat sibuk. Mana sempat membuang waktu 30 menit hanya untuk melihatnya. Tapi baguslah kalau kau tidak bertemu denganya hyung, kalau tidak kau akan bernasib sama denganku."
"Hm... Kau benar, itu membuang waktu berhargaku."
"Apa kau sibuk? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan"
"Ayo!"
Kami meninggalkan restoran yang biasanya kami datangi dulu, tidak ada yang berubah dari restoran itu. Semuanya masih sama seperti 5 tahun yang lalu, hanya saja perasaan kami yang berbeda.
Aku berbohong padanya, aku bahkan mendatangi bis itu dan bertemu dengannya. Sibuk dengan pekerjaan yang kumaksud adalah memandanginya dari kursi samping, yah paling tidak aku tidak memnadanginya dari belakang seperti adikku.
Ya, aku terpesona dengan kecantikannya yang~ ah! Tidak ada gambaran untuk kecantikannya. Aku menghabiskan waktu 4 tahunku dengan hanya menatapnya tanpa berani mengajaknya ngobrol, aku bahkan rela naik bis yang jalurnya bahkan berlawanan arah dengan kantorku, menghabiskan waktu dua setengah jam setiap hariku hanya untuk menatapnya selama 30 menit.
Aku berbohong pada adikku, aku terlalu malu untuk mengakuinya, bahwa dia benar. Aku akan bernasib sama sepertinya jika bertemu dengannya, bahkan nasibku lebih sial darinya. Dia berani mengambil resiko untuk membunuh perasaannya, tapi tidak denganku. Aku membiarkan perasaanku makin bertambah dan aku terlalu pengecut untuk memgungkapkannya.
Adikku benar, pria cantik itu dikutuk, tapi siapa yang mengutuknya?
End
..
.
.
Hola my preen🙋😀😀
Hope you'll enjoy my short story🤗
See aa
I'll waiting for your voment💙