Long time not see guys🙋♀️Aku lagi iseng bongkar-bongkar draft, dan nemu oneshoot ini. Ternyata dah selesai, jadi aku up. Gak tau bagus apa gak, baca aja ya...
Happy reading gess 。^‿^。
"Wah... bunga sakuranya mekar kak!" Pekikan riang dari anak berumur 10 tahun itu, membuat sang kakak tersenyum menanggapi. "Cantik sekali 'kan, Seokjin?"
Seokjin mengangguk antusias. Kepalanya tak lelah menengadah ke atas, menikmati bunga Sakura yang mekar indah. Beberapa kelopaknya gugur di terpa angin.
"Jangan jauh-jauh dariku Seokㅡ ah! SEOKJIN!" Seokjung panik, tak mendapati Seokjin dalam genggamannya.
Mereka tengah berada di kuil Bulguksa, merayakan festival musim semi di sana. Cukup sulit membawa Seokjin ke sini, karena ibunya sempat tidak mengizinkannya keluar dengan berbagai alasan yang hampir tidak masuk akal.
Bukan karena Seokjin terlalu disayang, atau ibunya over protective. Tidak sama sekali. Seokjin tidak diizinkan ikut, karena ia harus mengerjakan puluhan pekerjaan rumah, semacam menyapu lantai sekaligus mengepelnya, menyapu halaman rumah, menyiram tanaman bunga dan obat-obatan, mengelap semua perabotan sampai kinclong, menguras kamar mandi, mencuci baju dan masih banyak lagi.
Kenapa begitu?
Itu karena, Seokjin hanyalah anak angkat di keluarga Kim. Ibu Seokjung yang tak menerima suaminya mengangkat seorang gelandangan menjadi anak, memperlakukan Seokjin dengan tidak baik, layaknya seorang pembantu.
Tapi Seokjung terlanjur sayang pada adik barunya. Ia melakukan segala cara untuk membujuk ibunya, agar luluh hatinya dan memperlakukan Seokjin dengan pantas.
Seokjin sendiri tak berani melawan. Dia cukup sadar dengan, siapa dirinya sebenarnya'. Meskipun dia harus menahan sakit tubuhnya jika dipukul sang ibu, lalu menangis sambil mengerjakan pekerjaannya. Tak ada hari tanpa tangisan baginya. Apapun yang dilakukannya terasa salah di mata sang ibu.
Dan setelah empat bulan, sejak Seokjin di adopsi. Seokjung berhasil membujuk ibunya untuk membawa Seokjin ke kuil.
Tapi, dia malah kehilangan adiknya itu. Rasa khawatir membuncah, ia mulai panik mencari kesana kemari. Dia yakin, Seokjin pasti sedang menangis sekarang.
Dan dugaannya memang benar
Di tempat yang jauh dari posisinya, Seokjin tengah menangis sambil terus mencari kakaknya. Terlalu banyak orang sekitar kuil dan semuanya memakai Hanbok yang hampir sama warna maupun motifnya. Dia jadi kesusahan mencari keberadaan kakaknya.
Dia terus menangis, kakinya mulai lelah melangkah, memutuskan untuk duduk bersandar di salah satu Arca berukuran sedikit lebih tinggi dari tinggi badannya. Dipeluknya lutut kurus yang kentara sekali tulangnya, menangis sambil terus menyebut nama sang kakak.
"Kalau masih kecil memang harus cengeng dan terus menangis. Biar nanti sudah besar, bisa berguna untuk Kaisar!"
Seokjin mengangkat wajahnya, kala mendengar suara lembut tapi berat, tak jauh darinya. Di depannya kini, berdiri seorang anak kecil yang lebih pendek darinya, mengenakan Hanbok warna biru langit, dengan ukiran Sakura dan Naga kecil.
Dia nampak seperti malaikat bagi Seokjin. Refleksi cahaya yang menimpanya, menambah kesan indah untuk anak kecil itu. Ditambah lagi kelopak Sakura yang berguguran, menambah kesan indah bak lukisan untuk sosok kecil di hadapannya sekarang ini.
"Kakak. Bisa bantu aku?"
"E–eh..?"
Ini pertama kalinya Seokjin berinteraksi dengan orang lain sejak empat bulan lalu, selain keluarga angkatnya.